Ketika mahasiswa berada dalam posisi sulit tersebut, bukan tidak mungkin ia harus menyerah ke tangan pebisnis skripsi dan tesis. Pola bimbingan yang tidak memberikan pencerahan dan ber-atmosfir kondusif dalam menkonstruksi demokratisasi, menjadi biang keladi yang membuat mahasiswa semakin menyerah kalah untuk dikuasai oleh jaringan pebisnis penulisan skripsi dan tesis, karena dari pola pembimbingan demikian.
Mahasiswa semestinya masih bisa mencoba dan mencoba (bereksperimen) mengurai masalah atau judul yang tidak disukai yang "dipaketkan", Â atau "diarahkan " oleh sekretaris jurusan atau ketua jurusan/ketua program, akan tetapi karena kondisi yang diciptakan oleh sang dosen pembimbing bercorak represip pula, akhirnya mahasiswa menjatuhkan opsi berkolaborasi dengan pebisbinis skripsi dan tesis.
Kondisi buruk, tidak kondusif, tidak demokratis, monologis, dan bergaya represif yang mengitari proses pengajuan dan pembimbingan sudah selayaknya dibongkar atua didekonstruksi. Kondisi buruk ini hanya akan semakin membuka kran lahirnya dan maraknya bandit-bandit intelektual di lingkungan perguruan tinggi, jika tidak didekonstruksi dan digantikan oleh atmosfir akademik yang bercorak  dialogis dan menghidupkan iklim pengayaan, penalaran, dan pencerahan pikir mahasiswa. Iklim pencerahan harus terus menerus dihadirkan sebagai bagian dari politik stimulasi edukasi yang mencerdaskan.
Penciptaan kondisi yang kondusif merupakan salah satu "kekuatan tandingan" yang bisa diharapkan menghambat, meminimalisir, dan bahkan mematikan gerak setiap pebisnis skripsi dan tesis. Pebisnis ini tidak akan gentayangan atau menciptakan area bisnis di kampus yang kondisi akademiknya memberikan ruang akselerasi ijtihad  bagi mahasiswa yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H