Mohon tunggu...
Abdul Wahid
Abdul Wahid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan Penulis sejumlah buku

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesan Mahatma Gandhi

22 April 2020   07:05 Diperbarui: 22 April 2020   07:12 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: freepressjournal.in

Mahatma Gandhi pernah berpesan, You may never know what results come of your action, but if you do nothing there will be no atau "anda mungkin tidak pernah tahu hasil dari usaha-usaha yang anda lakukan, tetapi jika anda tidak melakukan sesuatu, Anda tidak mungkin mendapatkan hasil".

Pesan Gandhi itu sebenarnya mengingatkan pada setiap orang atau pengemban lembaga strategis negara supaya tidak suka menyerah dalam menjawab tantangan, dan sebaliknya berusaha menunjukkan kemampuan dirinya untuk melahirkan sejarah, baik bagi diri maupun masyarakat dan bangsanya.

Ada kata kunci yang disampaikan Gandhi itu yang terletak pada "usaha" atau pewujudan "kinerja", yang mengajak pada setiap manusia di bumi, apalagi yang jelas-jelas mempunyai kapabilitas moral, agama, skill, atau keistimewaan lainnya demi tejadinya perubahan besar, khususnya perubahan dari kondisi yang membebani masyarakat menjadi atmosfir yang mencerahkan masyarakat.

Salah satu kata yang layak dijadikan sebagai tema kampanye etik dan yuridis di era pandemi Covid-19, adalah kata "usaha" maksimal, khususnya "usaha" dari kalangan elite strategis bangsa untuk menghabisi Covid-19.

Upaya maksimal itu juga dapat diidentikkan dengan "perang serius" atau perlawanan habis-habisan terhadap virus. Pandemi ini tidak boleh didiamkan, apalagi sampai dianggap takdir yang bisa menimpa siapapun, sehingga tidak perlu dilawan atau tanggulangi

Setiap elemen bangsa yang berkomitmen pada terwujudnya kepentingan besar Indonesia tentulah mengidealisasikan kalau di darri waktu ke waktu akan lebih baik dibandingkan hari-hari atau waktu sebelumnya. Salah satu kepentingan besar bangsa yang diidealisasikan adalah berkurangnya virus seperti Covid-19.

Salah satu usaha yang harus "fundamental" dilakukan elitis bangsa ini adalah mengalahkan kecenderungan atau realitas praktik korupsi. Jika ini tidak dikalahkan atau diperangi secara serius, maka perang terhadap Covid-19 juga terancam.

Kalangan pembelajar tentu sangat paham, bahwa yang selama ini banyak disebut oleh para pakar sudah membudaya adalah korupsi. Kalau penyakit penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) ini bisa dikalahkan atauu terminimalisasikan. maka kepentingan fundamental rakyat seperti kesejahteraan, egalitarianisme edukasi, hak kesehatan dan keselamatan hidup, dan kepentingan asasi lainnya  akan bisa terwujud.

Koruptor terbukti telah menjadi virus mengerikan yang menteror atau mengeroposi uang negara dalam jumlah trilyunan rupiah. Satu tahun perjalanan koruptor sebelum musim pandemi ini  telah "menggarong" uang negara trilyunan rupiah.

Tentu saja, dengan pendekatan Gandhi, ulah atau sepak terjang kotuptor itu tidak boleh dibiarkan. Perang terhadap koruptor harus bermodus perang totalitas dan dalam kondisi apapun atau model pemberangusan dengan mengerahkan segala kemampuan. Segala usaha wajib ditunjukkan untuk memeranginya. Tidak boleh ada kata santai,  apalagi setengah hati untuk memberantas korupsi.

Berpijak pada akibat dan modus operandi, korupsi di negeri ini benar-benar "membumi" sehingga perang untuk mengalahkannya pun wajib totalitas. Banyaknya lobang basah tersedia bagi siapapun yang mencoba membentuk dirinya menjadi bibit-bibit atau "kumpulan generasi"  koruptor yang "profesional".

Berangkat dari kondisi itu, setiap elemen negara boleh saja mengaktifkan diri dalam diskursus secara teoritis tentang makna penyalahgunaan kekuasaan atau malversasi struktural dan unsur-unsurnya, serta sifat-sifat korupsi, akan tetapi penguatan ide-ide cerdas ini saja belum cukup untuk membabat menjamur atau masifnya korupsi.]

Mempertimbangkan kondisi itu, maka yang diperlukan di era Covid-19 atau kondisi apapun  adalah ranah penerapan dan penguatan si empirik yang berisi perang progresif atau berkelanjutan dan membara untuk memusuhi "kaum kriminal berdasi" itu.

Ranah itu berangkat dari mudahnya ditemukan sejumlah atau modus operandi penyelingkuhan kolaboratif dan sindikatif kekuasaan yang sering mengalami eksperimentasi sosok pemain dan strategi, dimana mereka merasa bangga bisa menikmati "jaringan" praktik anomalistiknya ini.

Terbaca masih kuatnya kondisi pemerataan korupsi di lembaga-lembaga strategis negara. Mereka yang dipercaya mengelola keuangan di lembaga-lembaga ini, bukannya memproteksi penggunaan keuangan negara, tetapi justru disalahalamatkan penggunaannya. Dalam sisi inilah yang ditakutkan ketika dilakukan penanganan Covid-19, dimana kondisi keuangan yang jumlahnya sangat banyak, ternyata dijadikan obyek "bancakan" oleh para pemain struktural.

Saat ini.kesadaran etis, yuridis, dan religiusitas profetis, serta kecerdasan intelektualitas penyelenggara kekuasaan yang mendapatkan amanat mengelola keuangan untuk Covid-19 menjadi modal utamanya.

Oleh Abdul Wahid (Pengajar Fakultas hukum Universitas Islam Malang dan Penulis Buku)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun