Mohon tunggu...
Abdul Wahid
Abdul Wahid Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang dan Penulis sejumlah buku

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Komite Etik Independen

25 Januari 2015   00:50 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:26 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

AS ketika ditanya wartawan tentang tema serupa hari ini, juga memberikan jawaban 'positif'. Saat ditanya soal kemungkinan menerima pinangan Prabowo pun, Abraham Samad meminta waktu untuk melakukan salat istikharah (Detiknews, 19 Mei 2014).

Dalam kalimat lain saat semakin gencar berita akan bersatunya Prabowo-AS, AS  berujar “jadi ketua KPK, jadi capres dan calon wapres adalah takdir Tuhan. Sebagai manusia biasa, manusia tidak bisa mengatur, dan menolak takdir” (Venza81, Maret 2014).

Versi lain dari Merdeka. Com saat AS digadang-gadang akan mendampingi Capres Joko Widodo, diberitakan, bahwa Capres PDIP Joko Widodo (Jokowi) menyebutAbraham Samadsalah satu kandidat cawapresnya.Jokowimenilai Ketua Komisi PemberantasanKorupsi(KPK) itu sosok yang berani dan konsisten dalam pemberantasankorupsi. Ketika namanya mencuat, Abraham sempat mengatakan seorang manusia tidak mungkin menolak takdir, seperti di saat dirinya mencalonkan diri menjadi ketuaKPK. AS juga berjanji bakal meminta izin kepada pimpinan dan pegawaiKPK atas keputusan yang akan diambil. "Saya harus minta izin kepada pimpinan yang lain dan seluruh pegawaiKPK, kalau mereka merestui, dan setelah istikharah dan mendapatkan petunjuk baru saya ambil keputusan”

Kalau kita melakukan investigasi di berbagai media lain di sekitar bulan Maret 2014, memang mengisyaratkan, bahwa AS sedang jadi sosok yang diperebutkan, baik oleh Capres Jokowi maupun Prabowo. Dalam menyikapi  kondisi politik sebagai sosok yang diperebutkan, AS memberikan jawaban yang bersifat sangat politis, yakni “menyerahkan semua pada takdir”.

“Takdir” dalam ranah itu, akhirnya berposisi sebagai dalil politik, pasalnya AS  tidak mentransparansikan dirinya menerima atau menolak menjadi cawapres, sehingga dengan kalimat yang disampaikannya, AS bisa berapologi saat kekuatan politik (kubu Capres tertentu) tidak memilihnya.

Di sisi lain, bisa jadi apa yang ditestimonikan Hasto tidak benar, artinya testimoninya juga bersifat apologis atas kondisi politik yang sekarang sedang kurang menguntungkan bagi PDIP, khususnya kepada kandidat Kapolri Budi Gunawan, atau sebaliknya Hasto dengan PDIP bermaksud menunjukkkan kepada publik, bahwa AS dan KPK masihlah berisi manusia-manusia biasa yang punya ambisi-ambisi politik (kekuasaan) tertentu.

Dengan membaca peta  kondisi itu, rasanya solusi yang tepat adalah kehadiran Komite Independen untuk menginvestiga dan “menyidangkan” Hasto dan AS, serta pihak-pihak lain yang bisa didengar kesaksiannya. Negara secepatnya perlu membentuknya supaya tidak semakin kencang dan berkembang “industri fitnah” atau informasi-informasi bercorak “sampah” (garbage information) baik dari zona KPK maupun politik yang sama-sama mengobral praduga bersalah.

Dalam ranah peradilan kode etik itu nantinya, prinsip KPK dapat digunakan sebagai basis moral rule of game, yakni “jujur itu hebat”. Setiap anggota komite wajib menjaga atau menghormati sikap jujur seperti jujur menyampaikan kejadian yang sebenarnya, jujur mencalonkan atau tidak mencalonkan, jujur saling bertemu, jujur pernah melakukan penyadapan peristiwa politik, dan jujur menyampaikan sessuatu yang sebenar-benarnya, serta jujur tidak melakukan atau menyatakan sesuatu yang dipersangkakan orang atau pihak lain.

Kejujuran itu wajib diikuti sumpah dengan resiko akan mendapatkan nestapa atau musibah tertentu jika ternyata kejujurannya bukanlah yang sebenar-benarnya. Sumpah asal sumpah sudah demikian sering disampaikan dengan merdu oleh para pihak yang akan menduduki jabatan tertentu, namun sumpah tak ubahnya sekedar susunan kata yang kehilangan makna ketika mereka sudah menempati jabatan dengan segala keuntungan yang diraihnya.

Kejujuran semua pihak diperlukan bukan semata untuk menjaga kewibawan KPK atau institusi politik tertentu, tetapi yang jauh lebih penting adalah demi tegaknya citra konstruksi negara supaya Indonesia yang the biggest community in the world ini tidak diposisikan atau distigmatisasikan sebagai negeri berdaulatnya “para demogog”

*Pengajar Program Ilmu hukum Unisma dan Peraih Hibah Teks Buku Ajar Kementrian Pendidikan 2014 tentang “Anatomi Tindak Pidana Pendanaan Terorisme”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun