"Maka dari itu," lanjut Pak Dul, "sebisa mungkin kita rutin tiap hari membaca Al-Qur'an."
      "Apa membacanya harus satu surat secara utuh, Pak?" tanya Pak Slamet berharap mendapatkan keterangan lebih banyak.
      "Kalau mampu, silakan. Tapi kalau tidak, beberapa ayat saja juga bagus. Bisa setengah jam, silakan. Bisanya cuma sepuluh menit juga tidak apa-apa. Semakin banyak yang dibaca, semakin banyak ganjarannya. Rasulullah bersabda, 'Barangsiapa membaca satu huruf dari Al-Qur'an, maka dengan bacaannya itu dia berhak mendapatkan satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alim lam mim itu satu huruf. Akan tetapi alif atu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.'2 Begitu Pak Slamet penjelasannya."
      "Bisa baca Al-Qur'an saja sudah syukur, hati jadi tenang. Apalagi diberi pahala yang berlipat ganda seperti itu," ungkap Pak Slamet penuh takjub.
      "Ya, tapi sebaiknya soal pahala serahkan saja kepada Allah. Yang penting kita menunaikan perintah-Nya," kata Pak Dul mengingatkan agar tidak usah menghitung-hitung ganjaran yang bakal diterima.
      Di sela-sela percakapan yang sudah semakin mendalam itu, muncul Bu Dul membawakan dua cangkir teh panas dan sepiring kecil camilan.
      "Monggo, silakan diminum tehnya," kata Bu Dul mempersilakan, lalu kembali masuk ke dalam rumah.
      "Ayo Pak Slamet, mumpung masih hangat." Pak Dul menimpali sambil memberi isyarat untuk minum.
      "Wah, jadi merepotkan saja nih saya. Terima kasih banyak."
      "Gak apa-apa Pak. Ala kadarnya," jawab Pak Dul.
      Pertemuan Sabtu sore itu penuh makna. Meskipun mereka jarang bertemu karena kesibukan kerja masing-masing, tetapi setiap bertemu banyak pelajaran yang bisa mereka ambil dari obrolan santai mereka. Sebelum berpisah sore itu, Pak Dul memberikan satu eksemplar buku Fadhailul Qur'an kepada Pak Slamet sebagaimana dia janjikan.