Seperti biasa, hari Sabtu sore dimanfaatkan oleh Pak Dul untuk baca-baca buku di teras rumahnya. Buku apa saja. Buku umum maupun agama. Dari yang ringan hingga yang agak berat. Tapi kali ini yang ada di tangannya adalah buku Fadhailul Qur'an atau dalam bahasa Indonesianya keutamaan Al-Qur'an.
Tengah asyik-asyiknya membaca, terdengar suara orang memberi salam.
      "Assalamu alaikum Pak Dul."
      "Wa alaikumussalam wa rahmatullah," jawab Pak Dul. Ternyata Pak Slamet yang datang.
      "Oh Pak Slamet. Silakan masuk Pak. Pagar tidak dikunci kok," sambungnya sambil meletakkan buku yang dibacanya, bersiap menyambut tamunya.
      "Setiap saya lewat sini, selalu melihat Pak Dul sedang asyik membaca," kata Pak Slamet membuka pembicaraan.
      "Yaah, membaca kan bagian dari kehidupan kita. Juga bagian dari ajaran agama kita. Betul, kan?"
      "Betul, betul, Pak Dul. Tapi jangan kebanyakan membaca Pak, nanti banyak lupanya, lho," selorohnya.
      "Ha ha ha, Pak Slamet ini seperti anak muda sekarang. Mereka sering bilang seperti itu. Banyak baca banyak lupa. Ada benarnya, sih, karena memang kemampuan otak kita ada batasnya. Tapi kalau kita tidak baca, ya tidak tahu apa-apa. Nah kalau bagi saya, banyak baca banyak tahu," jelas Pak Dul.
      "Oh, ya, silakan duduk Pak Slamet. Lebih enak ngobrolnya sambil duduk. Bu, ini ada Pak Slamet," kata dia kepada yang ada di dalam rumah. Kalimat terakhir itu merupakan kode agar Bu Dul menyiapkan minuman dan makanan ringan buat tamu.
      "Betul Pak Dul, kata orang buku itu gudangnya ilmu. Ada juga yang bilang buku itu jendela dunia. Melalui buku kita bisa tahu banyak tentang apa yang ada dan apa yang terjadi di dunia ini," timpal Pak Slamet.