Mohon tunggu...
Abdul Rahman Saleh
Abdul Rahman Saleh Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pustakawan di Institut Pertanian Bogor

Bekerja di Perpustakaan IPB sejak tahun 1982 dan kini sudah menduduki jabatan Pustakawan Ahli Utama di perpustakaan yang sama

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pustakawan

23 Februari 2023   10:50 Diperbarui: 23 Februari 2023   10:52 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita tanya pada anak setingkat SD apa cita-citanya. Maka mereka dengan fasih menjawab menjawab dokter, guru, insinyur, tentara, dan lain-lain. Dan masih banyak profesi lain yang mereka sebutkan. Mereka kenal apa itu dokter, insinyur, bidan, guru, dan lain-lain. Tetapi hampir pasti tidak ada yang menyebut pustakawan. Bahkan, kalau kita tanya kepada pustakawan sendiri apa itu pustakawan, banyak yang jawabannya masih keliru. 

Oleh karena itu tidak heran bila pada periode kepengurusan IPI lalu pernah ada Sekretaris Jenderal Ikatan Pustakawan Indonesia yang bukan pustakawan, melainkan orang dari IKAPI. IKAPI adalah Ikatan Penerbit Indonesia. Barangkali rekan-rekan pengurus IPI menganggap orang yang berkecimpung dalam dunia perbukuan masih berkeluarga dengan pustakawan.

Beberapa tahun yang lalu saya pernah menghadiri sosialisasi pelaksanaan PP 53 tahun 2010 mengenai disiplin pegawai negeri. Karena kebetulan saya pustakawan di perguruan tinggi, sedangkan sosialisasi tersebut dilakukan oleh Kementerian yang membawahi perguruan tinggi, maka contoh-contohnya banyak menggunakan kasus-kasus yang terjadi pada dosen. 

Namun pada suatu saat pembicara memberi contoh jabatan fungsional lainnya, diantaranya disebut pustakawan. Yang mengejutkan adalah sang pembicara menyebut pekerjaan pustakawan adalah menata buku serta bersih-bersih ruangan. 

Hah... apa iya begitu. Saya betul-betul kaget dan protes. Namun jika dipikir-pikir barangkali hal ini terjadi karena sang pembicara memang tidak mengetahui dengan benar apa sebenarnya yang menjadi tugas pustakawan.

Kejadian ini mengingatkan saya juga kepada peristiwa beberapa tahun sebelumnya yaitu pada saat kongres IPI di Denpasar, Bali. Pada kesempatan "gala dinner" disajikan sebuah hiburan yang dipandu oleh seorang pemandu acara (MC) yang mengaku sebagai penyiar radio lokal di kota tempat kongres dilaksanakan. 

Di depan para pustakawan MC tersebut memuji-muji kemuliaan para pustakawan. Dia mengatakan bahwa pustakawan itu adalah pujangga yang mempunyai kedudukan sangat terhormat. Pujangga? Padahal pujangga menurut Kamus Bahasa Indonesia[1] adalah pengarang sajak (syair dsb) yang tinggi nilainya. Apakah pustakawan sama dengan pujangga? Sama sekali tidak.

Mengapa banyak orang yang tidak mengenal pustakawan? Inilah pertanyaannya. Tidak seperti jika orang mendengar kata dokter, guru, dosen, pengacara, hakim, jaksa, pilot dan lain-lain. 

Orang langsung tahu bahwa dokter adalah profesi seseorang yang tugasnya mengobati orang sakit. Orang langsung tahu bahwa profesi guru adalah seseorang yang bertugas mengajar murid di sekolah. 

Begitu juga dengan profesi-profesi lain. Mengapa ketika orang awam mendengar kata pustakawan mempunyai pengertian yang berlainan atau berbeda-beda? Ini merupakan kegagalan profesi pustakawan dalam meyakinkan masyarakat pengguna profesi ini. Pustakawan tidak mampu memberikan citra yang baik kepada khalayak sehingga khalayak tidak mengenal siapa pustakawan itu. 

Apa pekerjaan pustakawan. Apa syarat untuk menjadi pustakawan. Bahkan pada kesempatan perkenalan mahasiswa Indonesia di Sheffield, Inggris, ketika saya bersekolah di sana ada seorang mahasiswa Indonesia yang terheran-heran ketika saya mengatakan bahwa saya belajar ilmu perpustakaan di Inggris. 

Pertanyaannya begitu absurd dan bahkan menyinggung perasaan saya. Bunyi pertanyaannya kira-kira begini "untuk mengelola perpustakaan kok sampai jauh-jauh belajar ke Inggris. Apa susahnya mengurus perpustakaan? Kan tinggal menjaga koleksi dan menata buku di rak saja, mengapa sampai belajar ke Inggris?"

Jika demikian situasinya, lalu siapa yang bertanggung jawab untuk meluruskan pengertian khalayak terhadap pustakawan dan tentu juga perpustakaan ini? Saya kira tanggung jawab yang pertama adalah sekolah perpustakaan. 

Semua sekolah perpustakaan harus melakukan promosi dan sosialisasi kepada masyarakat. Sekolah perpustakaan ini juga sangat berkepentingan untuk mempopulerkan profesi pustakawan ini sebab mereka membutuhkan input berupa calon mahasiswa untuk dididik di perguruan tinggi. 

Bagaimana siswa SMA akan tertarik masuk ke sekolah perpustakaan jika mereka tidak tahu nantinya akan menjadi apa sesudah tamat dari sekolah perpustakaan. 

Jika mahasiswa kedokteran bisa melakukan pengobatan gratis, sunatan massal gratis, dan kegiatan-kegiatan lain agar dikenal oleh masyarakat, lalu kegiatan apa yang bisa dilakukan oleh mahasiswa perpustakaan agar masyarakat dapat merasakan manfaat dari profesi pustakawan ini? Saya teringat pada tahun 1980an para mahasiswa IPB ramai-ramai membangun perpustakaan desa. 

Barangkali kegiatan-kegiatan seperti ini perlu diperbanyak dan ditingkatkan kualitasnya sehingga masyarakat bisa mengenal profesi pustakawan. Berikutnya yang bertanggung jawab untuk mempopulerkan kata pustakawan ini adalah organisasi profesi pustakawan seperti IPI, ISIIPI, APISI, FPPTI dan lain-lain. 

Saya kira organisasi ini harus menyediakan sebagian waktunya untuk melakukan kegiatan yang bersifat mempromosikan profesi pustakawan. Selama ini kegiatan organisasi profesi ini dilakukan hanya untuk kepentingan anggotanya semata. Jarang terdengar ada kegiatan organisasi profesi yang diperuntukkan bagi masyarakat umum. 

Selain itu Perpustakaan Nasional juga bertanggung jawab menyosialisasikan profesi pustakawan tersebut. Kegiatan-kegiatan seperti pembinaan minat baca, lomba karya tulis yang melibatkan masyarakat umum, serta pameran dan lain-lain dapat memperkenalkan peran perpustakaan dan pustakawan kepada masyarakat umum. Terakhir, setiap individu pustakawan juga memiliki tanggung jawab untuk mempopulerkan profesi pustakawan. 

Sayang sekali, masih banyak pustakawan yang malu mengaku bahwa dirinya memiliki profesi pustakawan sehingga ada sebagian alumni sekolah perpustakaan yang mengubah profesi pustakawan menjadi "record manager", "information specialist", bahkan ada yang menamakan dirinya sebagai "pekerja informasi". Apakah ini salah satu gejala kurangnya percaya diri pustakawan? Wallahua'lam.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun