Petetapan Presiden Soeharto menjadikan Hari Lahir Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada 25 November sebagai Hari Guru Nasional tidak hanya berdimensi simbolik, tetapi juga strategis dari segi politik elektoral. Pada masa Orde Baru, setiap langkah politik yang diambil tidak pernah lepas dari upaya mempertahankan dominasi kekuasaan dan mengamankan dukungan publik, termasuk dari kelompok guru yang memiliki pengaruh signifikan dalam masyarakat.
Guru: Kelompok Strategis dalam Politik Elektoral
Guru memiliki posisi strategis dalam masyarakat, terutama di era Orde Baru. Mereka bukan hanya pendidik, tetapi juga tokoh masyarakat yang dihormati dan sering menjadi rujukan dalam keputusan sosial maupun politik. Dengan basis massa yang luas dan tersebar hingga pelosok negeri, guru menjadi salah satu kelompok yang potensial untuk dimobilisasi dalam mendukung agenda politik pemerintah.
Melalui penetapan Hari Guru Nasional yang bertepatan dengan Hari Lahir PGRI, Presiden Soeharto mengakui dan mengapresiasi peran guru, sekaligus memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat dukungan politik di kalangan pendidik dan masyarakat luas.
Langkah Strategis Elektoral Soeharto
Menggalang Dukungan Guru dalam Pemilu
Guru memiliki pengaruh signifikan terhadap masyarakat, terutama di daerah-daerah terpencil. Dengan mengaitkan Hari Guru Nasional dengan organisasi besar seperti PGRI, Soeharto memastikan bahwa kelompok guru tetap berada di bawah kendali politik Orde Baru. Langkah ini juga memperkuat hubungan emosional antara guru dan pemerintah, yang pada akhirnya diarahkan untuk mendukung Golongan Karya (Golkar) sebagai partai utama.Memanfaatkan Simbolisme PGRI
Sebagai organisasi terbesar dan tertua yang menaungi guru, PGRI memiliki jaringan luas dan solid di seluruh Indonesia. Menjadikan Hari Lahir PGRI sebagai Hari Guru Nasional merupakan langkah politik cerdas untuk memperkuat loyalitas PGRI kepada pemerintah. Dengan begitu, dukungan dari guru kepada pemerintah Orde Baru dapat terjamin secara politis.Mobilisasi Dukungan dalam Program Pembangunan
Guru sering dilibatkan dalam berbagai program pembangunan nasional, termasuk sebagai penyelenggara Pemilu. Dengan menjadikan Hari Guru sebagai penghormatan nasional, pemerintah membangun narasi bahwa guru adalah mitra strategis dalam agenda pembangunan negara, sekaligus mengamankan dukungan mereka dalam pelaksanaan politik elektoral.Pengaruh pada Generasi Pemilih Muda
Guru memiliki peran besar dalam membentuk pola pikir generasi muda, termasuk dalam hal politik. Melalui penetapan Hari Guru, pemerintah Orde Baru menciptakan citra positif tentang rezim yang peduli pada pendidikan. Ini secara tidak langsung membangun kesadaran politik generasi muda yang pro-pemerintah, terutama menjelang Pemilu.
PGRI dan Golkar: Hubungan Erat dalam Politik Orde Baru
Di era Soeharto, PGRI sering kali dianggap sebagai organisasi yang mendukung Golkar secara tidak langsung. Keputusan pemerintah untuk menjadikan PGRI sebagai wadah utama guru Indonesia, ditambah dengan penetapan Hari Guru, memperkuat afiliasi simbolik antara PGRI dan Golkar. Guru-guru yang tergabung dalam PGRI sering diarahkan untuk mendukung kebijakan pemerintah dan memobilisasi massa di tingkat akar rumput.