Mohon tunggu...
Abdul Marindul
Abdul Marindul Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis yang belajar untuk menulis dan menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Sebut HS Bebas Berpendapat!

14 Mei 2019   10:44 Diperbarui: 14 Mei 2019   10:54 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya mendengar lagi dan lagi bahwa kasus Hermawan ini depolitisasi. Banyak yang mengatakan bahwa HS ini disanding-sandingkan dengan pendukung Prabowo. Maka dia diciduk dan dihukum.

Seorang teman berkata kepada saya bahwa kasus HS ini adalah upaya politis dari polisi mendiskreditkan dan menekan HS dan menekan mental para pendukung Prabowo.

Lebih parah lagi, ada teman yang berpendapat bahwa HS ini sedang melakukan haknya sebagai warga negara yang memiliki kebebasan berpendapat. 

Rasanya hal tersebut adalah hal yang sangat salah dan tidak bertanggung jawab. Masak ketua KPPS tidaktahu bahwa mengancam Presiden itu ada konsekuensi hukumnya?

Sejak kapan kebebasan berpendapat tidak diatur dalam hukum? Kebebasan berpendapat diatur dalam hukum. Sejak kapan kebebasan berpendapat bisa mengancam memenggal kepala dari kepala negara dan bebas dari KUHP pasal 104 tentang makar? Sejak kapan?

Jadi kalau mau berbicara mengenai kebebasan berpendapat, lakukanlah dengan baik dan dengan sopan. Kalau mau keras, silakan, asal tidak melakukan fitnah. Fitnah, ancaman dan pencemaran nama baik itu diatur dalam undang-undang.

Kritik keras yang paling hebat itu biasa dilakukan oleh Adian Napitupulu. Dia adalah pendebat ulung. Kebebasan berpendapat di Indonesia sebenarnya sudah sangat baik.

Tidak ada yang tidak bebas berpendapat. Bahkan kita bisa menyebut orang itu munafik. Asalkan ada bukti-bukti dan data valid berbasiskan kebenaran.

Janganlah jadi orang yang sembarangan dalam membuat ini dan itu. Semua diatur dalam hukum. Hukum yang ada, harusnya ditaati, bukan malah dilanggar.

Tapi apakah ada alasan "saya tidak tahu tentang kesalahan saya"? Tidak ada. Ketidaktahuan tidak pernah melepaskan kita dari hukum. Hukum itu ada dan dari sana sudah mengatur. Artinya, bukan hukum yang mengerti kita, tapi kita yang harus mengerti hukum.

Kalau kita nyontek dan beralasan bahwa kita tidak tahu, apakah kita boleh bebas dari hukuman nilai nol? Kalau kita membunuh dan ketika ditangkap, kita mengatakan bahwa kita tidak tahu, bolehkah kita lepas dari hukum?

Kalau kita menodong orang karena hanya diberikan 1.000, lalu kita meminta maaf karena alasan khilaf, bisakah kita lepas dari social justice? Sebenarnya pertanyaan ini, sudah kita ketahui bersama-sama jawabannya. Artinya, HS tidak sedang bebas berpendapat. Tapi HS sedang melanggar hukum!

Sudah jelas sekali teori ini. Logika hukum harus kita kembangkan agar kita tidak jatuh terus di lubang yang sama. Jadi, jangan sekali-sekali kita bisa mengatakan bahwa apa yang kita kerjakan, itu kita tidak tahu. Jangan indifference alias acuh tak acuh terhadap apa yang menjadi ikatan hukum.

Ketidaktahuan kita tidak pernah melepaskan kita dari jerat hukum. Semua orang harus tahu ini. Maka sebelum bertindak, sebelum berkata-kata, pahami terlebih dahulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun