Mohon tunggu...
Abdul Marindul
Abdul Marindul Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis yang belajar untuk menulis dan menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Silvia Halim, Panglima Ratangga MRT

26 Maret 2019   08:53 Diperbarui: 26 Maret 2019   09:01 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.grid.id

Silvia Halim, namanya baru muncul belakangan ini. Namanya erat dengan MRT. Namanya terukir di dalam setiap sudut lintasan MRT. Namanya terukir di beton melengkung bawah tanah MRT.

Namanya juga terukir di dalam setiap besi rel yang melintang sepanjang Lebak Bulus sampai Bundaran HI. Namanya terus dikenang dan terukir di dalam hati setiap warga Jakarta dan para penumpang kendaraan umum.

MRT bukan hanya moda transportasi massal, melainkan sebuah simbol peradaban baru ibu kota Jakarta. Sebagai ibu kota negara peralihan antara negara berkembang dan negara maju, MRT didirikan. MRT adalah tonggak sejarah. Menggebu-gebu hati rakyat Jakarta melihat MRT.

Semua itu mungkin terjadi, karena ada orang-orang yang bekerja keras di belakangnya. Tidak hanya groundbreaking, namun memancang tanah yang di-break dengan beton cor, dan melanjutkan pembangunan ini.

Pembangunan ini adalah sebuah long run yang membutuhkan stamina yang sangat tinggi. Tidak bisa sembarangan. Tidak bisa dikerjakan oleh orang-orang seperti Anies. Harus dikerjakan oleh manusia seperti Jokowi, Ahok dan Djarot.

Mereka juga tidak akan bisa berhasil, tanpa ada panglima Ratangga MRT, Silvia Halim, perempuan yang mengomandoi 8 kontraktor yang membangun MRT dari atas permukaan tanah, sampai bawah permukaan tanah tempat MRT itu dibangun.

Tanpa Silvia, MRT bukan lagi *Mass Rapid Transit.* Tanpa Silvia, MRT hanyalah Monumen Rongsok Total seperti OK OCE yang jadi sampah di Jakarta.

Silvia, seorang panglima Ratangga alias kereta perang MRT, bukan hanya perempuan biasa. Seperti MRT yang adalah simbol perubahan peradaban baru manusia Indonesia,

Silvia adalah simbol kebangkitan kaum perempuan, di tengah-tengah persekusi dan intoleransi terhadap kaum perempuan.

Indonesia benar-benar bersyukur memiliki Silvia Halim. Sosok yang benar-benar mempertontonkan kemajuan dalam berpikir.

Silvia adalah seorang perempuan yang mengomandoi banyak hal mengenai MRT. Seluruh MRT ada di bawah kepemimpinannya.

Perempuan itu terkadang jauh lebih berharga ketimbang para pria-pria yang mengaku dirinya jantan, namun hanya jadi penyembah Monas.

Di dalam era modern yang mengedepankan kemajuan teknologi dan percepatan pembangunan, masih ada para pemuja-pemuja Monas yang dibiayai oleh politikus busuk.

Range dan simpangan antara warga di Jakarta ini benar-benar jauh. Di pencilan atas ada Silvia, di pencilan bawah ada nenek peyot penyebar hoax.

Di atas ada Jokowi di bawah ada si pembohong penculik. Di atas ada Ma'ruf Amin, di bawah ada penista kubur. DI atas ada Ahok, di bawah ada si penggunting pita.

Simpangan yang benar-benar jauh ini, membuktikan bahwa Indonesia masih jauh dari kata sejahtera. Setara itu masih hanya angan-angan. Maka di era Jokowi, di sinilah era orang yang ada di bawah untuk ikut ke atas. Kalau bicara rata-rata, yang di atas tidak akan turun.

Namun bicara rata-rata, tentu berbicara bagaimana yang ada di bawah mengejar untuk setidaknya sedikit berada di atas, sehingga rata-rata mulai naik, jangkauan mulai sedikit. Inilah yang menjadi tugas dari pemimpin bangsa ini.

Dengan adanya MRT, moda transportasi massal terbaru dan termodern di Indonesia, diharapkan para penyembah Monas dan kaum candu agama ini bisa lepas dari radikalisme dan kebodohan. Mereka diajak berpikir maju.

Silvia, panglima kereta perang MRT ini menjadi sosok yang mempermalukan para laki-laki yang menyembah Monas dan menghancurkan harga diri perempuan. Silvia Halim, menjadi simbol pembangunan dan kemajuan peradaban perempuan.

Ternyata kaum perempuan bisa bersaing dan bahkan beberapa di antaranya jauh lebih kompeten dibanding pemfitnah, penista kubur, penyebar hoax, dan pembual seperti laki-laki bencong yang ada di kubu sebelah.

Terima kasih Silvia, Anda sudah membuat penulis untuk sadar bahwa kemajuan itu bukan dari oposisi. Kemajuan itu adalah dari pembangunan yang berkesinambungan.

Pembangunan yang runtut. Pijaran maut ini menjadikan kubu oposisi kesilauan.

Gelap yang terkena sinar cahaya pencapaian orang-orang maju di era Jokowi.

Terima kasih Silvia, terima kasih Jokowi. Terima kasih Ahok. Terima kasih Djarot. Terima kasih Indonesia. Mau Indonesia maju? Kita dukung Silvia Halim dan orang-orang baik di belakang Jokowi.

Behold, Indonesia is going to grow!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun