Mohon tunggu...
Abdul Marindul
Abdul Marindul Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis yang belajar untuk menulis dan menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

PSI Tidak Sombong! Mereka "Punya Modal"

21 Maret 2019   13:33 Diperbarui: 21 Maret 2019   14:57 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"PSI ini sombong! Partai koalisi saja diembat demi 4%" 

Begitulah koar-koar dari partai-partai tua, yang mulutnya sekarang terkunci dengan idealisme mereka yang semakin terkikis.

Semakin tua, bukannya semakin bijak, malah iri kepada partai muda yang bersih dari praktik-praktik yang berbuah dari politik gerontokrasi alias politik ketuaan.

PSI membangga-banggakan apa yang mereka anggap sebagai idealisme yang sudah hilang. Mereka mengklaim bahwa hanya PSI yang menjadi partai pelopor caleg yang sama sekali tidak berisi eks koruptor.

Kalau kalian, apa yang bisa dibanggakan? Korupsi partai apa yang terbesar? Kalau gak seberapa sih.. Gak apa-apa...

Mereka dianggap menyombong-nyombongkan hal tersebut. Patutkah mereka sombong? Bolehkah mereka sombong? Ya boleh! Karena kalau ada modal, ya kenapa tidak banggakan hal itu? Justru strategi branding itulah yang menjadi strategi terbaik sementara ini, untuk dilakukan oleh kader PSI.

Kalau mereka terkesan sombong, mungkin ada yang salah. Mungkin yang salah adalah mereka yang berkoar-koar kalau PSI sombong.  Jangan-jangan memang seperti itu? Kesalahan ada di partai tua yang merasa terintimidasi dengan kekuatan partai muda ini?

PSI dianggap sebagai partai yang mengkhianati koalisi. Loh? Dari mana logika seperti ini? Kenapa bisa dianggap mengkhianati koalisi?

Kalau memang ada partai yang bersih dan mengkritik partai nasionalis, kenapa dianggap mengkhianati koalisi? Bukankah itu justru merupakan sebuah dorongan agar partai-partai tua itu menjadi partai yang mengedepankan kebaikan?

Jika ingin disebutkan partai-partai yang dianggap nasionalis dan agamais yang membentuk Pansus hak angket kepada KPK, nanti pada geger. 

Sebaiknya saya tidak menuliskan siapa saja partai-partai yang mengisi anggota panitia khusus mengangket KPK. Nanti satu koalisi bisa berantakan.

Cukup tahu sama tahu saja. Partai agamais, kadernya bisa menyetubuhi anak kandungnya selama 14 tahun.

Partai nasionalis, tapi ikut tandatangan perda agama yang menyusahkan orang-orang kecil. Partai nasionalis, tapi ketua daerahnya kedapatan terciduk nyabu dan menjadi pengedar narkoba. Kader partai nasionalis, saking nasionalisnya, diciduk karena membakar sekolahan.

Tidak sepatutnya partai tua, malah mempertontonkan cara-cara aneh dalam berpolitik. Berpolitiklah yang benar. Korupsi adalah salah satu praktik yang paling tidak boleh ditoleransi.

Kita harus intoleran terhadap korupsi!

Korupsi muncul, karena mereka sudah "terbiasa" tidak tahu malu. Korupsi dianggap "oli pembangunan" oleh sebagian politisi.

Mereka menganggap apa yang mereka kerjakan, bukan merupakan sebuah tindakan korupsi. Uang pelicin ya korupsi. Masak uang pelicin itu sabun? Sudah lah. Jangan terlalu banyak beralasan.

Semakin tua sebuah partai, semakin runtuh idealisme mereka. Ini fakta pahit yang akan terjadi di dalam setiap partai. Apa jangan-jangan, di setiap zaman, butuh partai baru yang muncul?

PSI sekarang muncul di tengah-tengah gelapnya praktik politik gerontokrasi. Ada "rontok" dalam gerontokrasi. Mereka ini memang harus dirontokkan dengan semangat muda PSI. Semangat bersih dari DPR.

Memang setiap zaman butuh sosok-sosok seperti Grace Natalie, Raja Juli Antoni, Guntur Romli, Dini Purwono, dan berbagai-bagai sosok kebaruan lainnya yang ada di PSI. Jangan sebut PSI sombong! Jangan-jangan kalian yang tidak ada apa-apanya, wahai partai-partai tuwir!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun