Sebaiknya saya tidak menuliskan siapa saja partai-partai yang mengisi anggota panitia khusus mengangket KPK. Nanti satu koalisi bisa berantakan.
Cukup tahu sama tahu saja. Partai agamais, kadernya bisa menyetubuhi anak kandungnya selama 14 tahun.
Partai nasionalis, tapi ikut tandatangan perda agama yang menyusahkan orang-orang kecil. Partai nasionalis, tapi ketua daerahnya kedapatan terciduk nyabu dan menjadi pengedar narkoba. Kader partai nasionalis, saking nasionalisnya, diciduk karena membakar sekolahan.
Tidak sepatutnya partai tua, malah mempertontonkan cara-cara aneh dalam berpolitik. Berpolitiklah yang benar. Korupsi adalah salah satu praktik yang paling tidak boleh ditoleransi.
Kita harus intoleran terhadap korupsi!
Korupsi muncul, karena mereka sudah "terbiasa" tidak tahu malu. Korupsi dianggap "oli pembangunan" oleh sebagian politisi.
Mereka menganggap apa yang mereka kerjakan, bukan merupakan sebuah tindakan korupsi. Uang pelicin ya korupsi. Masak uang pelicin itu sabun? Sudah lah. Jangan terlalu banyak beralasan.
Semakin tua sebuah partai, semakin runtuh idealisme mereka. Ini fakta pahit yang akan terjadi di dalam setiap partai. Apa jangan-jangan, di setiap zaman, butuh partai baru yang muncul?
PSI sekarang muncul di tengah-tengah gelapnya praktik politik gerontokrasi. Ada "rontok" dalam gerontokrasi. Mereka ini memang harus dirontokkan dengan semangat muda PSI. Semangat bersih dari DPR.
Memang setiap zaman butuh sosok-sosok seperti Grace Natalie, Raja Juli Antoni, Guntur Romli, Dini Purwono, dan berbagai-bagai sosok kebaruan lainnya yang ada di PSI. Jangan sebut PSI sombong! Jangan-jangan kalian yang tidak ada apa-apanya, wahai partai-partai tuwir!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H