Mohon tunggu...
Abdul Marindul
Abdul Marindul Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis yang belajar untuk menulis dan menulis untuk belajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Ridwan Saidi Tak Patut Dicontoh

21 Maret 2019   08:44 Diperbarui: 25 Maret 2019   20:28 3946
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, orang ini mengatakan bahwa ada "yang satu lagi", jalan diseret-seret, padahal hanya satu meter. Ini adalah sebuah pernyataan yang tidak penting, dan hanya memiliki motivasi yang mengolok-olok. Mengapa harus mengolok-olok cara jalan? Padahal kita tahu bahwa cawapres Kyai Haji Ma'ruf Amin ini adalah kyai sepuh yang dihormati. Mengapa harus menggunakan cara mengolok-olok demikian? Setelah mengolok sarung, mengolok cara jalan? Ridwan Saidi tidak boleh dicontoh.

Mengapa Ridwan Saidi tidak boleh dicontoh? Karena jelas, orang ini tidak memberikan teladan. Sebagai orang yang sudah tua, kedewasaan Ridwan masih terlalu rendah. Kurang dewasa dalam mengomentari penampilan.

Berbicara tentang debat, esensinya bukan penampilan. Esensinya adalah program kerja. Adu gagasan. Kita melihat bagaimanapun juga, penampilan tidak perlu dikomentari. Inilah tradisi para komentator.

Ketika kalah dengan pemikiran, yang diserang adalah permainan SARA dan penampilan. Inilah ciri-ciri pecundang. Pecundang ketika kalah di dalam pemikiran, yang dikomentari adalah rambut, lipstick, sarung, kurus, dan wajah ndeso.

Kebiasaan ini jangan sampai diturunkan ke anak cucu kita. Sebagai orang Indonesia, orang yang sudah tua, seharusnya Ridwan Saidi sadar bahwa apa yang ia bicarakan di acara ILC itu tidak pernah boleh keluar. Lagipula, topiknya sudah sangat jelas, apa itu?

Mengenai korupsi. Kok korupsi bicara tentang penampilan Kyai Haji Ma'ruf Amin? Apa yang ada di dalam pikirannya?

Jangan sampai kebencian menutup mata hati dan menutup kewarasan kita. Jangan sampai Indonesia dipenuhi oleh orang-orang semacam itu. Mereka butuh dididik. Tapi ketika mereka sudah merasa bahwa mereka cukup tua dan tidak perlu menerima nasehat lagi, di sana hari depan tertawan.

Mengritik penampilan itu bukan dalam acara yang membahas korupsi. Mengritik penampilan itu tidak salah, jika diletakkan pada sebuah posisi yang benar.

Sing waras ojo ngalah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun