Mohon tunggu...
Abdul Majid
Abdul Majid Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa di UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

Saya senang menonton anime, membaca mahwa, membaca manga, manhwa favorit lookism, manga favorit vagabond

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Era Pemerintahan Joko Widodo

28 Oktober 2024   23:33 Diperbarui: 28 Oktober 2024   23:33 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Era Pemerintahan Joko Widodo

Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) adalah penyakit sosial yang terus menggerogoti sistem pemerintahan di Indonesia. Walaupun pemberantasan KKN sudah menjadi fokus berbagai pemerintah sejak reformasi, permasalahan ini masih menjadi tantangan besar hingga saat ini. Di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, upaya untuk menekan praktik-praktik tersebut mendapat sorotan besar, baik dari publik maupun komunitas internasional. Tulisan ini akan mengulas pendekatan pemerintah dalam menangani KKN serta beberapa kasus besar yang terjadi pada masa kepemimpinan Jokowi.

Praktik KKN telah lama ada dalam sejarah pemerintahan Indonesia. Sejak masa Orde Baru, korupsi dan kolusi telah menjadi bagian dari sistem birokrasi dan politik negara. Setelah runtuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, harapan akan Indonesia yang bersih dari praktik-praktik KKN semakin besar. Reformasi membawa perubahan, terutama dengan lahirnya lembaga anti-korupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang independen.

Namun, setelah dua dekade lebih reformasi, praktik KKN masih sulit diberantas. Dalam berbagai survei, Indonesia masih dianggap sebagai negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, meskipun ada banyak kemajuan. Permasalahan KKN tidak hanya berada di tingkat pusat, tetapi juga menjalar hingga ke daerah-daerah. Oleh karena itu, peran pemerintah dalam memberantas KKN menjadi sangat krusial untuk memperbaiki citra dan kinerja pemerintahan di mata masyarakat.

Presiden Joko Widodo, yang dilantik pertama kali pada tahun 2014, menjanjikan pemerintahan yang bersih dari korupsi dan berfokus pada pembangunan infrastruktur dan reformasi birokrasi. Untuk mendukung komitmen ini, Jokowi menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan kebijakan, terutama yang berkaitan dengan anggaran negara.

1. Penguatan KPK dan Lembaga Hukum Lainnya
Pada awal masa jabatannya, Jokowi menegaskan dukungannya terhadap KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian dalam memberantas korupsi. Beberapa kali, Jokowi secara terbuka menyatakan bahwa dirinya tidak akan melindungi pejabat yang terlibat kasus korupsi. Selain itu, Jokowi juga mendorong reformasi di tubuh kepolisian dan kejaksaan untuk meningkatkan integritas dan profesionalisme.

2. Pemanfaatan Teknologi untuk Transparansi
Jokowi juga memperkenalkan penggunaan teknologi dalam mengelola anggaran dan kebijakan pemerintah. Dengan menerapkan sistem elektronik dalam pengadaan barang dan jasa, pemerintah berharap bisa mengurangi potensi kolusi antara pejabat dengan pihak ketiga. Program seperti e-budgeting, e-procurement, dan e-government di berbagai kementerian dan lembaga pemerintah bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.

3. Pemberantasan KKN di Sektor Perizinan
Di sektor perizinan, Jokowi meluncurkan sistem pelayanan terpadu yang diharapkan dapat menekan praktik suap dan pungutan liar. Salah satu langkah konkret adalah dengan membentuk Mal Pelayanan Publik di berbagai kota, di mana masyarakat bisa mengurus berbagai perizinan dengan lebih cepat dan efisien.

Kasus-Kasus Besar KKN di Era Jokowi

Meski Jokowi telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi praktik KKN, beberapa kasus besar masih terjadi. Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa korupsi masih menjadi masalah serius, baik di pemerintahan pusat maupun daerah.

1. Kasus Jiwasraya dan Asabri
Kasus korupsi yang melibatkan perusahaan asuransi negara, Jiwasraya dan Asabri, menjadi perhatian besar publik. Diduga, korupsi ini merugikan negara hingga triliunan rupiah. Dalam kasus ini, sejumlah pejabat perusahaan dan pihak swasta ditetapkan sebagai tersangka. Kasus ini mencerminkan lemahnya pengawasan di sektor keuangan negara dan risiko kolusi antara pengelola perusahaan dan pihak eksternal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun