Pada tahun 2017, Pavel dan Nikolai Durov, otak di balik Telegram, memulai proyek ambisius ini. Bayangkan, mereka ingin menggabungkan teknologi blockchain dengan aplikasi pesan yang sudah digunakan oleh jutaan orang di seluruh dunia. Misi mereka adalah membuat transaksi cryptocurrency semudah mengirim pesan. Meskipun sempat mengalami beberapa kendala dalam hal hukum, komunitas pengembang kripto tidak menyerah. Mereka menghidupkan kembali proyek ini dengan nama baru, The Open Network, yang sekarang dikelola oleh TON Foundation.
Dalam telegram terdapat fitur Mini-app yaitu sebuah aplikasi web yang dapat diintegrasikan langsung ke dalam platform Telegram. Dengan Mini Apps, pengembang dapat menciptakan aplikasi yang dapat diakses tanpa harus keluar dari Telegram, memberikan pengalaman yang lebih terintegrasi dan nyaman bagi pengguna.
Dengan basis pengguna Telegram yang sangat besar, TON memungkinkan pengembangan mini-apps yang dapat digunakan oleh jutaan orang. Pengembang dapat membangun berbagai aplikasi terdesentralisasi (dApps) yang memanfaatkan infrastruktur Telegram untuk distribusi yang lebih luas. Selain itu, TON juga mendukung aplikasi Decentralized Finance (DeFi), memungkinkan pengguna untuk berpartisipasi dalam aktivitas keuangan seperti pinjaman dan trading secara terdesentralisasi.
Mengapa Airdrop Telegram Menjadi Viral?
Airdrop menjadi viral karena beberapa hal. Selain karena memberikan penawaran yang menarik dengan iming-iming uang, maraknya konten pada media sosial membuat airdrop semakin diminati banyak orang. Apalagi setelah peluncuran token NOT koin, banyak pengguna yang berpartisipasi dalam airdrop “tap-to-earn” dalam mini-app telegram meraih keuntungan bahkan hingga puluhan juta. Hal ini tentu menarik banyak perhatian banyak orang untuk ikut serta dalam proyek airdrop.