Mohon tunggu...
Dul
Dul Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Orang biasa

Bahagia dan Membahagiakan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perlu Dikaji Hadits yang Tidak Menerima Perbedaan

5 November 2024   09:53 Diperbarui: 5 November 2024   09:59 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar 30 menitan saya duduk di depan Vihara Welas Asih Kota Cirebon. Sabtu, 02 Nov 2024. Pandangan saya menarik perhatian saat rombongan mahasiswa memasuki gerbang Vihara dengan penuh suka cita. Mereka langsung mengambil gawai dari tasnya dan mengambil gambar swaphoto.

Nanay salah satu rombongan mahasiswa akan mengikuti kegiatan Studi Agama dan Kepercayaan yang diadakan oleh Fahmina ini.

"ini adalah pengalaman pertama mengunjungi Vihara dan menemui para penganutnya, Senang dan sedikit janggung sih!".

Mahasiswa semester 1 kelahiran kota Cirebon merupakan lulusan pesantren di Jakarta Timur mengenang saat menjadi santri tidak punya pengalaman berkunjung dan berinteraksi dengan yang berbeda keyakinan, di pesantren yang ia tempati sebagai tempat untuk mempelajari agama mengajarkan bahwa kalau bertemu dan bergaul dengan satu kaum (yang berbeda keyakinan) akan menjadi kaum tersebut.

"Ini pertemuan kedua di Studi Agama dan Kepercayaan yang dilakukan oleh Fahmina dari tujuh agenda pertemuan yang akan dilakukan di tempat rumah ibadah lainnya". Ujar Nanay saat diwawancara.

Kegiatan ini bagi Nanay membuka pandangan tentang keberagaman suku dan keyakinan yang ada di bangsa ini, ini adalah keniscayaan yang harus di rayakan. semua masyarakat.

"aneh aja sih ada orang yang nggak menerima perbedaan". Ujar Nanay menyangkan prilaku masyarakat yang tidak menerima perbedaan.

Ia adalah pengagum Gus Dur, menurutnya adalah Gu Dur pemersatu bangsa. Qoute yang paling ia suka darinya adalah "yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan". Bagi Nanay memaknai kalimat itu puncak tertinggi jabatan adalah yang memperhatikan kemanusiaanya manusia.

Meskipun ia ditempa di Pondok Pesantren yang tidak menerima perbedaan ia tidak menutup diri ia merasa beruntung ekosistem di tempat baru mendukung kampusnya mempunya misi dan visi yang membuka pemikirannya, menerima perbedaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun