Naas, Sepandai-pandainya Tupai melompat pasti akan jatuh juga, Usaha warisan yang diteruskan Wanda, ibunya Asep bak ditelan bumi, hitungan detik lenyap. saat Tsunami melanda di tempat ia tinggal perahu-perahu yang dimilikinya berhamburan, rusak berkeping-keping disapu ganasnya Tsunami. Begitupun bapaknya Asep sampai sekarang tidak tahu keberadaannya. Hartanya hanya tersisa berupa tanah tak produktif di bibir pantai.
Wanda menjadi singel parent, mengurusi sepuluh anaknya, tidak ada penghasilan lagi, perlahan harta warisan dijual perlahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Begitupun Asep dulu bak Raja, kini seperti budak yang mengais rezeki untuk membantu ibunya mengumpulkan barang rosok di bibir pantai bersama-sama 5 adik lainnya, Sedangkan 4 saudara tua lainnya ikut berlayar mencari ikan bersama kolega neneknya dulu.
Kini Asep mempunyai empat orang anak dari pasanganya Reni. Usia anak-anaknya tidak jauh seperti dengan adik-adiknya asep masa anak-anak. empat anaknya seperti anak tangga. Pekerjaan yang tidak menentu membuatnya stres, Badanya tak sekekar dulu, akibat terlalu berat beban yang topangnya tubuhnya semakin kurus, Penghasilan Rerni tak sebarapa sejak Asep di PHK dari tempat kerja Reni turun tangan mencari pekerjaan sambil mengasung anak balitanya. Sebagai buruh cuci ia bekerja, penghasilannya jauh dari cukup untuk memenuhi 7 anggota keluarga yang ada di rumahnya.
Cicilan rumah, token listrik, gas, dan kuota internet menambah daftar kebutuhan keluarga Asep. Mertuanya yang sudah renta tidak berpangku tangan ia membantunya dengan mencari barang bekas sekitaran tempat ia tinggal.
"gimana lagi, kita masih perlu hidup, menghidupi anak-anak". ujarnya sambil menelan ludah. Ia percaya anak-anaknya membawa rezeki masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H