Maria kecil begitu riang, wajahnya oval, rambutnya ikal, kulitnya sawo matang. Orang tuanya kerap menyebutnya bibit unggul di keluarganya.
Dari waktu ke waktu kehidupan maria begitu menyenangkan sejak kehadiran maria bagian dari keluarga besar orang tua karir kedua orang tuanya begitu melejit tajam, dulu bapaknya hanya guru agama sekarang menjadi kepala sekolah, dulu ibunya hanya pendakwah tingkat kabupaten kini menjadi lebih luas jangkauannya sebagai pendakwah bahkan lintas provinsi. Bagi kedua orang tuanya kehadiran Maria membawa berkah di keluarganya. Kehidupan Maria pun jadi lebih glamor.
Maria remaja sudah berbalut baju branded, Meski ia terlahir dari keluarga yang mempunyai perspektif agama yang  mumpuni dan masyarakat menganggap keduanya adalah tokoh agama. Namun, Maria tak perilaku dan akhlaknya tak mencerminkan privilege kedua orang tuanya.
Padahal, keinginan orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan tingkat menengah ia berkehendak Maria di pondok pesantren, tapi Maria menolak. Ia memilih sekolah di tempat kakaknya yang tinggal di Yogya. Kakaknya sebagai pekerja di perusahaan BUMN tak punya waktu untuk mengontrol Maria di Yogya.
Kini ia Tabah menjalani dengan keluarganya kecilnya.
Perkawinan yang kedua dengan mantan pejabat polisi ini membuat Maria selalu merenung, bahkan ia menyesali perbuatannya. Kehidupan jauh berbeda semasa ia remaja. penghasilan pensiunan suaminya tak mencukupi untuk kebutuhan hidup bersama kedua anaknya.
"Habis untuk bolak-balik rumah sakit aja". ia menuturkannya. sambil menjulurkan telapak tangannya yang kasar.
"lihat telapak tangan saya, kasarkan?!".
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Maria tidak berpangku tangan kepada keluarga besarnya, ia sadar semasa remaja ia sudah menguras harta kedua orang tuanya, kuliahnya tak selesai hanya menimbulkan masalah. itu yang membuat Maria di usir oleh kakaknya untuk kembali ke kampungnya.
Kini Maria menjalani dengan keluarga kecilnya sambil bekerja sebagai delivery sebuah perusahaan jasa penitipan barang terkenal di Indonesia. berangkat pagi pulang larut malam. Untungnya dua anaknya sudah bisa diandalkan mengurus  bapaknya, jadi ia tak lagi bimbang meninggalkan suaminya yang terbujur di kamar.
Di usianya menjelang setengah abad ini, Maria banyak pelajaran hidup yang berarti. Menjadi istri kedua adalah hal yang menyakitkan, lantas pengalamanya ia mewanti-wanti kepada kedua putri untuk lebih memilih pasangan yang hendak mempersuntingnya nanti.