Mohon tunggu...
Tsalis
Tsalis Mohon Tunggu... Lainnya - -

Never give up

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Lika-Liku Drama Masuk PTN

23 Juni 2021   06:30 Diperbarui: 23 Juni 2021   07:33 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Enam tahun saya belajar dan tinggal di pesantren Tarbiyatut Tholabah , juga sekolah dengan lembaga yang sama mulai dari jeneng SLTP sampai SLTA, yakni Madrasah Tsanawiyah Swasta Tarbiyatut Tholabah dan Madrasah Aliyah Swasta Tarbiyatut Tholabah. Di pesantren inilah saya belajar hidup mandiri dengan ditemani santri-santri lainya.

Di jenjang Tsanawiyah, banyak waktu yang saya habiskan untuk belajar beradaptasi dengan teman-teman, lingkungan sekitar dan juga belajar berorganisasi. Sebagai hasilnya, saya pun diamanahi oleh teman-teman menjadi wakil semua siswa-siswi untuk memegang mandat di keorganisasian intra sekolah, alias menjadi ketua OSIS. 

Di Tahun 2017 saya lulus dari Tsanawiyah dan akhirnya saya pun bisa merasakan indahnya libur panjang sebelum masuk ke pesantren lagi di jenjang Aliyah. Bagi para santri salah satu kebahagiaan yang besar dan sangat dinanti-nanti kedatanganya adalah libur panjang, karena dengan libur itulah santri bisa berkumpul dengan keluarga, bisa tidur dikasur dan bisa holiday bersama teman-teman secara puas.

Pada saat momen libur panjang, saya diminta oleh kakakku untuk datang ke Surabaya untuk diajak jalan-jalan. Ini merupakan pertama kali saya berkunjung di Surabaya dengan jangka waktu yang lama, karena sebelumnya saya belum pernah mengalami hal ini selama hidup saya, yang sejak lahir tinggal di Lamongan dan tidak pernah bepergian jauh kecuali wisata religi dan tour yang diadakan oleh sekolah.

Selama tinggal di Surabaya, setiap pagi saya selalu diajak mengelilingi wilayah

Surabaya oleh kakak, mulai dari berkunjung ke tempat wisata, mall, perumahan-perumahan, dan kampus-kampus yang ada di Surabaya seperti Universitas Airlagga, Univesitas Surabaya, UIN Sunan Ampel, dan ITS. Setelah merasakan itu semua di surabaya, saya pun menemukan banyak hal yang belum pernah saya bayangkan dan belum perna saya ketahui, and I just feel like “Oh My God! baru kali ini saya melihat mall yang begitu mewah, yang di dalamnya banyak orang-orang gaul tidak seperti orang-orang di desa", "baru kali ini saya melihat rumah-rumah sebesar lapangan sepak bola seperti di televisi yang begitu mewah dan memiliki lapangan golf di belakangnya, hampir semua penghuninya bermata sipit alias keturunan Tionghoa Suroboyoan".

" baru kali ini saya meilihat maysarakat yang sasama tetangganya biasa-biasa saja, berbeda dengan di kampung halaman saya yang ketika ada musibah, satu rt akan ramai-ramai mengunjunginya, yang ketika ada anaknya dapat rangking satu di kelasnya pasti akan mengadaka makan-makan dengan mengundang tetangga (bancaan dalam bahasa jawa)”, “baru kali ini saya tidak melihat hal-hal yang berbau mistis seperti apa yang dikatakan teman-teman di pondok ketika bercerita tentang desanya, bahkan di Surabaya kuburan dijadikan tempat tongkrongan (di makam Kristen Kembang Kuning)” dan “baru kali ini saya melihat kampus-kampus se luas satu kampung halaman dan memiliki gedung-gedung tinggi, yang kata kakak ku, kampus ini hanya dihuni untuk orang-orang pintar saja, -ujar kakakku di depan tugu icon kampus Universitas Airlangga, dan spontan saya pun menjawab“besok saya akan kulih disini cak”.

Actually, masih banyak lagi pengetahuan-pengetahuan baru yang saya dapatkan di Surabaya ini, akan tetapi yang paling membuatku kagum dan salut dengan Surabaya adalah karena lembaga-lembaga pendidikan terbaik atau favorit yang pernah saya dengar ada di sana semua dan juga Surabaya memiliki sistem pemerintahan yang sangat bagus. Sehingga pada waktu itu saya terpacu ingin kuliah di Surabaya apapun itu
kampusnya yang penting tempatnya di Surabaya. Namun lamban laut keinginginan itu menjadi tereliminasi dengan keinginanku yang ingin kuliah di Jakarta.

Masa liburan telah selesai, saya harus kembali ke pesantren untuk mengawali hari pertama saya menjadi siswa yang berseragam putih abu-abu. Di jenjang Aliyah ini saya masuk di Jurusan IPA, walaupun pada dasarnya kemampuan saya masih di bawah standard siswa IPA pada umumnya. Seperti di jenjang Tsanawiyah, di jenjang Aliyah ini saya masih diberi kepercayaan oleh teman-teman untuk menjadi Ketua OSIS.

Dua tahun telah saya lalui dan akhirnya saya sudah memasuki tahab kelas akhir, yakni kelas 3 Aliyah. Di masa inilah semua teman- teman ku dan termasuk saya sendiri sudah pada sibuk mikirin masalah kuliah (searching-searching informasi tentang kampus, jurusan dan lain-lain sebelum untuk memutuskan pilihan), sedangkan bagi santri yang mukim di pondok termasuk saya sendiri tidak diperbolehkan membawa HP atau pun alat elektronik lainya kecuali bagi siswa-siswi yang mengikuti ekstra Prodistik di sekolah (program pembelajaran yang terfokus di bidang Informatika dan teknologi) itu pun hanya diperbolehkan membawa laptop dengan waktu tertentu saja, dan kemudian harus dititipkn di kantor pondok lagi. Sehingga itu menjadi kendala bagi saya dan teman-teman lainya untuk mncari informasih lebih lanjut mengenai dunia perkuliahan. Sebenarnya saya adalah salah satu dibagian orang yang diperbolehkan bawah Laptop, hanya saja saya tidak memiliki laptop seperti teman-teman lainya. Alhasil, biasanya saya meminjam hp pengurus pondok di waktu free kegiatan untuk mencari informasi tentang perkuliahan.

Masih bimbang dalam memilih jurusan dan kampus, sedangkan waktu pendaftaran semakin dekat, tak lama kemudian akhirnya saya menemukan jawabnya, yakni jurusan Ilmu Politik, yang pada waktu itu saya anggap lebih relevan dengan passion yang saya punya dan yang saya sukai, walaupun pemahamanku tentang politik masih sedikit. Ada beberapa alasan mengapa saya memutuskan untuk mengambil Ilmu
Politik, yang pertama karena saya sangat tertarik dengan pembahasanya, dan itu saya buktikan dengan ketertarikan saya membaca berita international dan tentang politik di koran Jawa Poss yang setiap harinya selalu tertempel di majalah dinding OSIS.

Setelah saya menemukan Jurusanya, lambat laun pilihan yang dulu pernah saya
inginkan, yakni kuliah di Jakarta tidak begitu menjadi skala prioritasku lagi. karena melihat ekonomi orang tuaku yang saya pikir akan menjadi kendala jika saya kuliah di Jakarta. Akhirnya saya pun lebih tertarik ingin kulih di Jogja yang memiliki kebutuhan hidup lebih murah dan kebetulan juga saya mempunyai keluaga yang tinggal dan berkeluarga di Jogja, sehingga mempermudah akses saya untuk kuliah di sana.

Hari demi hari pendaftaran kuliah sudah dibuka, pada waktu itu saya memiliki dua kesempatan untuk mengikuti pendaftaran, yakni di jalur SPAN-PTKIN, dan jalur Ketua OSIS di IPB. Untuk yang SNMPTN saya sudah gagal terlebih dahulu di seleksi pemeringkatan sekolah. Alhasil, karena saya tidak memiliki kesempatan daftar di jalur SNMPTN, saya tidak bisa daftar di jurusan Ilmu Politik.

Dari semua jalur pendaftan yang saya lakukan tidak ada satupun yang membuahkan hasil alias tidak lolos semuanya. Berikutnya saya daftar lewat jalur UMPTKIN dan jalur UTBK SBMPTN. Di jalur UTBK ini saya mendaftar di Universitas Airlangga dan UIN Sunan Ampel Surabaya dengan jurusan Ilmu Politik, sedangkan jalur UMPTKIN saya daftar dengan jurusan Hukum Tata Negara.

Di momen tersebut, tes UTBK merupakan tes yang saya prioritaskan. beberapa minggu sebelum tes ujian dimulai, saya memutuskan untuk belajar serajin mungkin demi mempersiapkan ujian UTBK tersebut. Di pagi sampai siang hari saya ikut les privat belajar Matematika yang tempatnya kurang lebih 15 kilo meter dari rumah, kemudian sore belajar sendiri di rumah dan malamnya mengerjakan soal yang diberikan sama guru les yang tadi. Begitu teruss …

Hari demi hari pun lewat, saya harus ke Surabaya karena ujian tes UTBK akan dimulai. Lagi-lagi ke Surabaya dengan nuansa gedung yang berada di serang jalan membuatku semangat untuk mengikuti tes dan juga membuatku insecure ketika melihat ada banyak orang-orang Tionghoa Suroboyoan yang sedang duduk di antrian tes sambil
belajar dengan super serius.

Setelah ujian selesai, beberapa minggu kemudian hasil tes kelulusan pun sudah keluar dan lagi-lagi saya tidak lolos, alhasil ini merupakan keempat kalinya saya ditolak di beberapa jalur tes, yakni jalur Ketua OSIS IPB, SNMPTN, SPAN-PTKIN. Tidak lama kemudian hasil ujian UMPTKIN pun menyusul sudah keluar dan setelah saya lihat, hasil masih tetap sama, yakni menunjukan tandah merah yang artinya tidak lolos, dan ini merupakan kegagalan yang kelima.

Kesempatan tinggal di ujung untuk periode tahun ini, yakni tinggal Jalur Mandiri. Di Jalur Mandiri sebenanya saya masih bimbang antara ikut mendaftar atau tidak, karena pengeluaran yang begitu banyak jikalau saya dinyatakan keterima dan lolos di jalur mandiri, akan tetapi karena banyak kampus yang menawarkan beasiswa untuk pendaftaran jalur mandiri ini. Saya pun semangat kembali untuk mendaftar di jalur tersebut. Adapun nama-nama kampus yang sempat saya daftari di jalur mandiri ini, yakni

1. Universitas Bakrieee = Hubungan International dan Kebijakan Publik
(Beasiswa Gemilang)
2. Universitas Airlangga = Ilmu Politik dan Administrasi Negara (KIP-K)
3. Universitas Negerei Semarang = Ilmu Politik dan IPS (KIP-K)
4. Universitas Negeri Surabaya = Andministrasi Negara dan Hukum
(Beasiswa Santri)
5. UIN Syarif Hidayatullah = Sejarah dan Peradaban Islam dan Ilmu Politik (BLU)

Beasiswa BLU merupakan beasiswa yang ditawarkan hanya untuk calonmahasiwa UIN yang mendaftar di Fakultas Adab. Adapun prodi yang ditawarkan adalah Sejarah Peradaban Islam, Sastra Bahasa Arab dan Tarjamah Selain prodi itu beasiswa ini tidak ditawarkan.


Dari semua daftar yang ada di atas, Alhamdulillah saya mendapatkan dua tanda hijau yang artinya lolos, sedangkan yang lainya tidak ada tembusan lebih lanjut karena ada beberapa persaratan yang belum saya penuhi. Adapun yang lolos, yakni di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta program jurusan Sejarah dan Peradaban Islam dengan basiswa BLU Fakultas Adab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Bakrie program jurusan Hubungan International dengan Beasiswa Gemilang.

Saya pun harus memilih satu diantara dua pilihan tersebut, kemudian saya minta rekomendasi ke ibuku, dan alhasil, ibuku merekomendasikan agar saya masuk di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ada tiga kemungkinan mengapa ibuku merekomendasikan agar saya masuk di UIN, yang pertama karena kampusnya negeri bukan swasta dan ada nama Islam di belakangya, yang kedua karena ibuku tidak sanggup untuk membayar kehidupan kuliahku jika saya masuk di Universitas Bakrie walaupun dapat potongan harga lewat beasiswa dan yang terakhr karena ibuku suka dengan jurusanya, dengan harapan saya nantinya bisa menjadi seorang guru di kampung halaman seprti ibuku. (Ibuku merupakan seorang guru Taman Kanak-Kanak sedangkan bapak ku dulunya seorang nelayan hanya saja sekarang pindah profesi menjadi seorang wiraswasta)

Basically, saya mempunyai sedikit rasa kurang yakin dan ragu-ragu terhadap keputusan itu, karena yang akan saya ambil adalah prodi Sejarah sedangkan saya belum mempunyai rasa excitic dan enjoi seperti jurusan Ilmu Politik yang sudah sejak awal saya sukai. Tetapi karena itu sudah pilihan saya dari awal, mau tidak mau saya harus sefrekuensi dengan rekomendasi dari ibuku. Akhirnya saya memutuskan untuk masuk di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan jurusan Sejarah dan Peradaban Islam. Ada beberapa hal juga yang mendasari saya memutuskan hal itu, yang pertama karena beasiswanya, yang kedua karena UIN kampus negeri dan yang ketiga karena ini adalah kesempatan yang terakhir saya masuk di perguruan tinggi negeri.

Tepat di bulan September 2020 saya resmi menjadi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Karena biaya perkuliahan saya dibiayai oleh kampus dan akomodasi perkuliahan yang dibiayai oleh orang tua, saya mempunyai tanggung jawab penuh dalam menjalankan keseriusan di bangku perkuliahan ini. Dari sinilah saya mulai study hard dan fokus dalam mempelajari kajian sejarah. Sedikit demi sedikit akhirnya saya pun bisa jatuh cinta dan enjoy terhadap jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.


Sebagai penutup, saya ingin mengatakan, bahwa sekarang tidak ada lagi keraguan yang saya rasakan ketika masuk di jurusan SPI ini, dan saya malah merasa bangga dan terberkati menjadi bagian dari mahasiswa Sejarah dan Peradaban Sejarah Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang kaya akan generasi-generasi intelektualnya, karena hampir semua dosen-dosen di SPI ini lulusan S2 dan S3di luar negeri . 

Banyak Intelektual-intelektual Muslim juga yang lahir di bumi Ciputat ini (UIN Syarif Hidayatullah) seperti Harun Nasution yang terkenal sebagai Bapak Pembaharuan Islam di Inonesia, Cak Nur Kholis Madjid yang terkenal akan Islam Sekularismenya dan salah satu murid dari Fazrur Rahman, Pak Azumardi Azra yang terkenal akan gaungan Islam Wasatiahnya sekaligus pakar intelektual sejarah Asia Tenggara, Quroy Shihab dan masih banyak lainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun