Mohon tunggu...
Abdullah Zain
Abdullah Zain Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Mahasiswa Universitas Diponegoro

In Harmonia Progressio

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sebagai Umat Islam, Saya Salut dengan Catur Brata Penyepian

13 Maret 2021   01:15 Diperbarui: 13 Maret 2021   01:35 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Kompas.com

"Bagimu agamamu, bagiku agamaku"

Judul yang terpampang sudah jelas, sangat sarat dengan nilai toleransi. Sebagai rakyat Indonesia saya sangat bangga dapat menulis ini. Bukankah demikian, untuk mewujudkan lima pilar Pancasila, khususnya sila ke-3 yang berbunyi "Persatuan Indonesia", sudah selayaknya kita saling menjaga, merawat, dan memupuk sikap toleransi antar umat beragama.

Toh kita juga bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang mana kebhinnekaan adalah realitas bangsa Indonesia yang tidak dapat dipungkiri, terdapat perbedaan suku, ras, bahasa, agama, politik, hingga budaya. Dan Tunggal Ika sebagai cita-cita untuk mempersatukan perbedaan itu semua.

Pemerintah juga tidak main-main akan hal ini. Dalam satu negara, Indonesia berani mengakui enam agama sekaligus, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Hal itu tertuang dalam Pasal 1 UU PNPS No. 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama.

Maka sepatutnya kita harus turut serta dalam mewujudkan komitmen pemerintah diatas, dengan saling merangkul, dan tidak mendiskriminasi. Bulan lalu agama Konghucu yang punya hajad, yaitu hari raya Imlek. Walaupun pandemi, acara tetap dapat berjalan dengan lancar, tertib, dan tanpa kendala.

Dan besok, tepatnya tanggal 14 Maret 2021, giliran agama Hindu yang punya hajad, yaitu hari raya Nyepi. Biarpun acara keagamaan dilakukan dengan cara menyepi, namun bukan berarti umat Hindu tidak terdampak atas musibah pandemi. Ini adalah kali kedua umat Hindu menyambut tahun baru Saka di situasi pandemi.

Karena ada beberapa rangkaian dalam melaksanakan ibadah nyepi. Antara lain ada upacara melasti, meracu: yang identik dengan festival ogoh-ogoh, nyepi, dan ngembak geni: kunjungan ke sanak saudara. Semua rangkaian itu tetap dihimbau untuk melakukan pembatasan. Sama seperti hari raya agama lain ketika pandemi.

Dalam acara nyepi, umat Hindu melaksanakan "Catur Brata" penyepian, yang terdiri dari amati geni (tidak mengumbar amarah, dan tidak menggunakan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak mengumbar hawa nafsu, dan tidak menikmati hiburan).

Hal itu dilakukan supaya bisa fokus dalam beribadah, membaca kitab suci, dan berpuasa selama 24 jam tanpa makan dan minum. Sebagai orang yang tidak beragama Hindu, saya salut dengan aturan catur brata penyepian tadi.

Dengan menjalankan catur brata, manusia dapat secara utuh merasakan, sadar, dan memaknai hakikat sebagai makhluk dengan sepenuhnya. Tanpa terkontaminasi dengan hal-hal yang berbau keduniaan.

Bayangkan saja, kita sebagai manusia begitu lekat dengan yang namanya amarah, nafsu, teknologi (handphone), dan kesibukan dalam dunia bekerja. Kita sampai kehabisan waktu untuk memahami diri kita ini siapa, diciptakan untuk apa, dan kelak akan kembali kepada siapa?

Kita sangat terlena dengan kecanggihan smatphone, hingga jika tidak menyentuh sehari saja rasanya gelisah, ada yang kurang, sebenarnya apa yang terjadi dengan diri kita ini? Belum lagi masalah pekerjaan, kenapa pikiran kita berkutat disitu terus? Apakah hidup kita hanya untuk mengurusi hal tersebut?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun