Mohon tunggu...
Abdullah Zain
Abdullah Zain Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Mahasiswa Universitas Diponegoro

In Harmonia Progressio

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Nasib Para Ibu Kantin yang Pasrah Menanti Sekolah Masuk Lagi

12 Maret 2021   11:41 Diperbarui: 12 Maret 2021   15:28 1319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Shutterstock via Kompas.com

Perasaan ingin tahu sudah terkubur dalam-dalam. Sekarang jika kita mendengar berita mengenai pandemi covid-19, yang timbul malah rasa bosan. 

Di media mana pun selalu sama, televisi, YouTube, Maps, dan platform lain selalu menyampaikan informasi tentang covid-19 dan mengingatkan untuk menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan. 

Benar, kita sudah hafal dengan itu semua, dan tidak terasa, sudah satu tahun mata dan telinga kita merekam segala info dan himbauan dari pemerintah, petugas kesehatan, dan para pihak yang sering nongol di media.

Segala sektor terdampak, rutinitas terhambat, dan kebiasaan baru yang agak ribet menjadi wajib untuk tertanamkan di diri kita. Kita semua merasakan hal yang sama, apalagi buat orang-orang yang  berada di kelas ekonomi menengah ke bawah, kalau disuruh mengeluhkan yang selama ini mereka alami, sudah pasti semua bersuara. 

Mulai dari pendapatan yang berkurang, suami yang di PHK, anak jadi boros kuota, sepi penumpang, sepi pembeli, dan berbagai keluhan lain yang mungkin telinga kita saja tidak sanggup untuk menampung suara-suara itu.

Hal serupa juga dialami ibu saya yang bekerja menerima pesanan snack dan nasi kotak. Selain itu juga membuat berbagai makanan ringan untuk dititipkan ke pasar, dan kantin yang ada di sekolah-sekolah. 

Walaupun ikut terdampak karena kantin-kantin sekolah tutup, namun setidaknya masih dapat mengandalkan akses yang lain, yaitu ke pasar dan menerima pesanan snack dan nasi kotak di rumah. Untuk menghidupi keluarga masih aman lah, tidak buruk-buruk amat. Ditambah hasil dari ayah saya yang menjadi sopir juga lumayan.

Dulu waktu masih menitipkan dagangannya di kantin-kantin sekolah, terkadang saya yang mengantar. Ada empat kantin waktu itu, semua pemilik kantin saya kenal. 

Umumnya mereka mengelola kantinnya bersama pasangan. Suami dan istri. Pekerjaan sepasang suami-istri itu memang mengelola kantin, tidak ada sambilan yang lain, orang saya kenal dengan mereka. Paling-paling sang suami ada yang hobi memancing, yang setiap sekolah libur ia pergi ke waduk untuk menyalurkan hobinya.

Suatu saat saya mengunjungi beberapa sekolah tadi, hanya satu kantin yang masih buka. Kantin pojok yang penjualnya agak tua, sekitar kepala lima usianya. 

Istrinya galak, terkadang saat saya kirim dagangan ia ngegas kalau saya banyak tanya. Kantin itu masih buka atau tidak saya juga kurang paham maksudnya, secara pintu sih terbuka, namun dagangannya sepi, mungkin hanya sisa-sisa dulu sebelum pandemi. 

Yang membuat mereka masih bertahan karena sepasang suami istri tersebut ditugasi untuk menjaga sekolah, bisa dibilang menjadi tukang kebun sekolah.

Saya tanya kepada mereka, "lah kantin yang lain tutup buk, pak?" dengan nada melas sang ibu kantin menjawab "lah mau gimana lagi mas, anak-anak belajar di rumah, nekat buka juga gaada yang beli". 

Benar juga. Sungguh kasihan nasib mereka, mana pekerjaan suami-istri satu-satunya lagi, tidak ada sumber pemasukan selain dari usaha kantin sekolah tadi.

Kantin-kantin yang tutup tadi masih milik pengelola yang lama, mereka tidak mencabut ijin usahanya. Mereka masih menunggu, kata ibu kantin yang masih jualan "ya masih pada menunggu mas, dulu katanya hanya diliburkan dua minggu, terus malah dilanjut katanya sampe tahun ajaran baru, eh malah dilanjut lagi katanya sampai tahun baru 2021, eh ternyata sampai sekarang anak-anak sekolah belum masuk juga.". hmm, isu-isu tentang sekolah akan masuk tatap muka lagi memang banyak bertebaran, sayangnya tidak satupun isu tersebut menjadi kenyataan.

Katanya sekarang para pemilik kantin yang tutup sementara tadi sudah pulang ikut mertua dan orang tua mereka di kampung halaman, bekerja serabutan, selebihnya bernasib bagaimana tidak ada yang tahu, mereka sudah sibuk sendiri-sendiri untuk memutar otak bagaimana caranya agar tetap bisa hidup berkecukupan.

Namun di benak mereka masih turut pasrah menunggu sekolah buka kembali...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun