Mohon tunggu...
Abdullah Zain
Abdullah Zain Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Mahasiswa Universitas Diponegoro

In Harmonia Progressio

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Penjahat Kelamin di Pinggir Jalan, Sekadar Fetish atau Ritual?

6 Maret 2021   12:40 Diperbarui: 6 Maret 2021   12:50 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: NTMC Polri

Kabar adanya penjahat kelamin di pinggir jalan, entah begal payudara atau memainkan dan mempertontonkan kemaluannya sendiri, pertama saya dengar justru tidak di media berita, namun di lingkungan pertemanan saya sewaktu SMP. 

Sekitar tahun 2013, saat itu sedang mengikuti pelajaran prakarya, yang diisi dengan kegiatan membatik. Satu kelas dibagi menjadi 6 kelompok, kelas kami melakukan kegiatan tersebut di pekarangan sekolah, pinggir jalan biasa. 

Ditengah kegiatan yang sedang berjalan, kami dikagetkan dengan beberapa kelompok putri yang lari sambil menjerit histeris ketakutan. 

Selang beberapa detik, terdengar suara sepeda motor melaju kencang dari jalan depan pekarangan sekolahan kami. Setelah ditanya, ternyata kelompok mereka (para putri) dihampiri seorang lelaki naik motor lengkap dengan helmnya, yang kemudian turun ke arah mereka dengan membuka celana dan memainkan alat kelaminnya.

Pertama saya mendengar kabar tersebut juga terasa aneh, tapi dari kejadian itu, ternyata ada beberapa teman perempuan saya yang juga pernah mengalami hal serupa sebelumnya. 

Kemudian sampai saya ke jenjang SMA, antara tahun 2015-2018, bertambah lagi kabar tentang begal payudara. Beberapa dari teman saya juga pernah menjadi korbannya. 

Bahkan semasa kuliah, tepatnya di Kota Semarang, ada satu jalan pintas menuju kampus yang sepi, mungkin jalan itu hanya sepanjang 150 meter.

Namun dijalan itu aksi-aksi begal payudara dan mempertontonkan kelamin kerap dilakukan, dan mahasiswi yang sering menjadi target. 

Fenomena tersebut sempat firal di grup-grup mahasiswa dan berbagai sosial media kampus kami, upaya untuk memancing korban juga sudah dilakukan, namun pelaku belum berhasil ditemukan.

Dalam kejadian itu, rata-rata pelaku menggunakan sepeda motor, namun teman saya yang menjadi korban di Semarang justru pelakunya mengendarai mobil, awalnya teman saya jalan kaki dengan teman perempuannya.

Kemudian dihampiri oleh mobil, dengan kaca jendela depan terbuka, si pelaku berlagak untuk tanya alamat, tapi setelah teman saya sadar, ternyata pelaku juga sambil memperlihatkan dan mempermainkan kemaluannya di dalam mobil, sontak teman saya lari ketakutan.

Saya yakin masih banyak cerita-cerita hal serupa, namun disini saya curiga, apakah itu hanya sebatas fantasi seks, atau fetish? Kalau begal payudara jelas masuk di akal, mungkin karena terlalu napsu, tapi tidak punya akses untuk menyalurkan napsunya, makanya mereka berkeliaran dipinggir jalan untuk mencari mangsa. 

Tetapi kalau yang suka mempermainkan alat kemaluan dipinggir jalan, saya rasa itu agak aneh, pasalnya yang menjadi korban dari perempuan segala usia, anak-anak, remaja, dewasa, sampai ibu-ibu. Dan hal itu terjadi di berbagai kota.

Jadi kalau dikatakan fetish, maka sedikit janggal, pasalnya "fetish" ini adalah gangguan ketertarikan seksual, dimana gangguan ketertarikan seksual antara satu orang dengan orang yang lain berbeda, walaupun ada juga yang sama.

Namun yang terjadi pada fenomena yang saya sampaikan diatas, semua memiliki pola yang sama, dengan korban wanita, dan aksi dilakukan di pinggir jalan, bahkan aksi tidak dilakukan sampai mencapai klimaks. Hanya sebentar, seolah hanya menjadi syarat untuk melakukannya.

Kecurigaan saya ini muncul karena banyaknya syarat-syarat aneh untuk mencapai sesuatu di Indonesia, kita ambil contoh salah satu geng motor di Kabupaten Bekasi, atau kota-kota besar lainnya, diantara mereka banyak yang membacok orang dipinggir jalan.

Namun tidak merampas hartanya. Sangat aneh bukan? Usut punya usut, ternyata itu sebagai salah satu syarat untuk bergabung di geng motor tersebut.

Kemudian ritual seks di gunung Kemukus, Sragen, hal itu juga sebagai syarat untuk ritual pesugihan. Di Kediri, kasus perkosaan kepada 58 anak yang dilakukan oleh seorang pengusaha, juga diduga sebagai syarat pesugihan, di Kalimantan Selatan.

Seorang kakek yang dibantu istri untuk menyetubuhi gadis perawan berusia 15 tahun juga diduga sebagai ritual pesugihan, sampai bersetubuh dengan Nyi Roro Kidul di Pantai Selatan, itu juga syarat ritual pesugihan, dan mungkin masih banyak berbagai ritual-ritual lain yang ada di Indonesia. 

Maka menanggapi kasus para pelaku yang memainkan alat kemaluannya dihadapan perempuan di pinggir jalan, itu mungkin bukan sekadar fetish, bisa jadi juga ada unsur ritual tertentu.

Sedikitnya pelaku yang dapat diamankan menjadikan fenomena ini masih mesteri, ditambah beberapa dari sikap korban yang memilih diam dan enggan menceritakannya juga membuat investigasi kurang maksimal. Saya yakin banyak yang sudah menjadi korban, dan semoga kasus-kasus seperti itu dapat segera terpecahkan. Tetap waspada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun