Identitas Karya
Judul: Politik Nasional dan Penguasa Lokal di Tana Toraja
Penulis: Diks Pasande
Kategori: Monograf
Bagian: Kesembilan
Judul Monograf: Antara Daerah dan Negara: Indonesia Tahun 1950-an Pembongkaran Narasi Besar Integrasi Bangsa
Penyunting: Sita van Bemmelen dan Remco Raben
Penerbit: KITLV Jakarta, NIOD dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Tahun Terbit: Edisi Pertama, 2011
ISBN: 978-979-461-772-4
Ketegori: Sejarah > sejarah politik > sejarah politik tingkat lokal (pendekatan sejarah sosial)
Tema: Sejarah pergerakan nasional
Variabel: Politik dan penguasa lokal
Tempat atau Geografi: Tana Toraja
Waktu: Masa Pergerakan/1950-an
Metode Penelitian: Metode penelitian sejarah
Heuristik:
Heuristik merupakan tahapan pengumpulan sumber. Sumber yang dipakai dalam tulisan ini terbagi menjadi dua bentuk, yakni sumber tertulis dan sumber lisan. Jika berdasarkan sifatnya, terbagi menjadi dua bentuk, ada yang primer (khususnya sumber lisan dengan mewawancari pelaku sejarahnya langsung) serta sumber sekunder.
Kritik:
Kritik merupakan tahapan guna mendapatkan apakah sumber tersebut kredibel dan dapat diandalkan. Dalam penggunaan sumbernya, meskipun bukan berangkat dari sejarawan formal, namun Disk Pasane berusaha mendapatkan sumber dari pelakunya langsung. Di sini ia juga menerapkan kritik internal, yang mana sumber tersebut tidak diterima secara mentah-mentah namun diverifikasi lebih lanjut isi dari sumber tersebut.
Interpretasi:
Interpretasi merupakan tahapan penafsiran sejarah. Sebelum berbicara teori, menurut Sartono Kartodirdjo perlunya pendekatan guna mendekatkan peneliti dengan objek yang dikaji. Pendekatan yang dipakai dalam penulisan ini merupakan pendekatan sejarah sosial. Dikarenakan yang dibahas merupakan peristiwa, maka peristiwa sebagai objek formal sejarah, maka perlunya penggunan filsafat sejarah spekulatif/teori sejarah spekulatif. Di dalam penelitian ini tidak dikatakan secara tersurat teori apa yang digunakan, namun terdapat tiga kemungkinan, yakni:
- Teori Deterministik. Hal ini berangkat bagaimana Disk Pasande menggali lebih mengenai determinan yang menjadi katalis peristiwa sejarah.
- Positivistik August Comte. Hal ini berangkat bagaimana pemaparan perkembangan peradaban Tana Toraja oleh Disk Pasande dari sebelum dan sesudah masuknya Injil ke Tana Toraja.
- Driving Forces Historis Murtadha Mutahari. Murtadha Mutahari menyebut ada lima penggerak sejarah, yakni faktor rasial, geografis, orang jenius atau pahlawan, ekonomi, dan teologis. Dari kelima faktor tersebut, faktor manusialah yang dominan. Semua faktor tersebut diangkat oleh Diks Pasane, secara gamblang juga Diks Pasane menekankan Andi Sose sebagai faktor dominan dari terjadinya dinamika politik dan militer di Tana Toraja pada masa pergerakan (1950-an).
Historiografi:
Dalam penyusunannya mengenai politik dan penguasa lokal di Tana Toraja, Diks Pane membagi menjadi sembilan sub materi.
Resensi Artikel
Tujuan dari diangkatnya pembahasan ini guna meramaikan mikro historis atas makro historis (sejarah nasional Indonesia). Tana Toraja secara geografik berada dipedalaman, nampaknya sedikit mendapatkan perhatian dari penulisan sejarah, padahal Tana Toraja memiliki dinamika politik yang tidak kalah panas dengan kota-kota besar di Indonesia kala itu.
Fokus penulisan ini ialah mengangkat semangat Kekristenan dalam memperjuangkan daerahnya (Tana Toraja) melawan Andi Sose yang hendak mengambil alih Tana Toraja.
Secara kasar, terjadinya konflik yang terjadi karena permasalahan agama, antara Islam dan Kristen. Akan tetapi banyak faktor kompleks yang memengaruhi mengapa konflik tersebut terjadi. Mulai dari menariknya Tana Toraja karena komoditas kopinya, semangat kedaerah yang muncul atas berkembangnya peradaban Tana Toraja setelah datangnya penginjilan, hingga pertimbangan politik nasional yang memberi dampak tidak langsung bagi perpolitikan Tana Toraja.
Kelebihan
- Karya Sejarah namun Berangkat dari Orang yang Bukan Sejarawa Formal. Meskipun bukan dari sejarawan formal atau menurut Kuntowijoyo merupakan sejarawan dari disiplin lain, akan tetapi karya yang dihasilkannya dapat dikatakan karya sejarah. Hal ini didasarkan digunakannya metode sejarah dalam penulisannya.
- Kronologis. Ilmu sejarah dengan ilmu sosial lainnya memiliki perbedaan yang tipis, bahkan mudah saja bagi seorang sejarawan menurut Mardani yakni salah kamar dalam meneliti sejarah. Diks Pasande dalam menuliskan sejarah sangat menunjukkan sisi sejarah, yakni kronologis. Pembahasannya dimulai dari pemetaan Toraja dari aspek politik dan geografi prakolonial, hingga puncaknya yakni terjadinya Peristiwa 58.
- Banyaknya aspek mikro yang terangkat. Diks Pasane telah menegaskan pada awal artikelnya, bahwa dinamika politik di Tana Toraja bukanlah konflik agama, melainkan banyak faktor yang membuat dinamika tersebut terjadi. Faktor-faktor tersebut diangkat oleh Diks Pasane dalam pembahasan ini.
Kekurangan
- Tulisan sejarah yang dibuat oleh sejarawan nonformal. Secara standar penelitian sejarah, tulisan Diks Pasande sudah sangat baik. Secara analisis banyak faktor kecil yang terungkap dan menjadi katalis peristiwa sejarah. Meskipun terkesan status “formal” memberikan dampak kredibilitas tambahan, tentu perlu ditarik garis tegas mana sejarawan yang serius menekuni sejarah dengan mana sejarawan dari disiplin ilmu lain.
- Narativistik. Secara penulisan sejarah, narativisme memiliki banyak keunggulan dan kelebihan, yakni detail, lengkap, memiliki alur yang jelas dan membangkitkan imajinasi. Dibalik itu semua, pembaca umum ketika membaca karya sejarah Diks Pasane ini akan merasa jenuh karena banyak dan kompleksnya informasi yang diberikan atas suatu peristiwa.