Mohon tunggu...
Abdullah Hasan
Abdullah Hasan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Pasca Sarjana UI

Mahasiswa S2 Universitas Indonesia Prodi Kajian Wilayah Timur Tengah dan Islam

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Refleksi Akhir Tahun: "Rencana Perdamaian Timur Tengah dan Konspirasi Dunia"

24 November 2020   13:00 Diperbarui: 24 November 2020   13:08 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada akhir Januari 2020 lalu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump merilis suatu rencana sebagai solusi atas konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel. Rencana tersebut dikenal sebagai Rencana Perdamaian Timur Tengah (Middle East Peace Plan). 

Dikutip dari situs www.thenationalnews.com, berikut adalah rangkuman singkat isi dari Rencana Perdamaian Timur Tengah tersebut :

- Palestina harus mengakui Israel sebagai negara Yahudi

- Israel akan mempertahankan kendali keamanan di seluruh barat Sungai Yordan, memberi Israel perbatasan permanen di timur

- Rencana tersebut berisi peta jalan pembentukan negara Palestina

- Hamas akan dilucuti dan Gaza akan didemiliterisasi

- Yerusalem akan tetap bersatu di bawah kendali Israel

- Situs keagamaan harus tetap terbuka untuk semua agama

- Rencana tersebut tidak mencabut warga Palestina atau Israel dari rumah mereka

- Ini menyatakan: "Tidak akan ada hak untuk kembali oleh, atau penyerapan, setiap pengungsi Palestina ke negara Israel"

Terdapat pro dan kontra terutama pada kubu Palestina yang tidak diberi ruang untuk berpendapat. Israel tentu sangat mendukung seperti yang disampaikan PM Israel Netanyahu.

Menanggapi Trump, Netanyahu mengatakan usulan tersebut bisa jadi jalan menuju perdamaian bagi kedua pihak yang sudah berselisih sejak lama tersebut.

Presiden Palestina, Mahmoud Abbas dengan tegas menolak usulan perjanjian tersebut. Mahmoud Abbas mengatakan ‘seribu tidak’ untuk rencana itu. "Setelah omong kosong yang kami dengar hari ini, kami mengatakan seribu tidak untuk Kesepakatan Abad Ini," kata Abbas di kota Tepi Barat, tempat Otoritas Palestina bermarkas. Dia mengatakan Palestina tetap berkomitmen untuk mengakhiri pendudukan Israel dan mendirikan negara dengan ibu kotanya di Jerusalem Timur. "Kami tidak akan bertekuk lutut dan kami tidak akan menyerah," kata Abbas. Ia menambahkan Palestina akan menentang rencana itu melalui ‘cara damai dan populer’.

"Saya katakan kepada Trump dan Netanyahu: Yerusalem tidak untuk dijual, semua hak kami tidak untuk dijual dan tidak untuk tawar-menawar. Dan kesepakatan Anda, konspirasi, tidak akan lolos," katanya.

Sikap penolakan Presiden Palestina ini mendapat dukungan dari berbagai kelompok muslim dan non muslim tetangganya, diantaranya adalah Menteri Luar Negri Iran, Mohammad Javad Zarif; Kelompok Hizbullah dari Lebanon; Kementerian Luar Negeri Turki, Pemimpin Kelompok Houthi Yaman, bahkan Menteri Pertahanan Israel Naftali Bennett dan Senator AS dari Demokrat, Patrick Leahy.

“Masyarakat Palestina, baik umat Muslim maupun Kristen, serta kepemimpinan kami, menolak perjanjian tersebut,” kata Wakil Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Taher Hamad pada Februari 2020 lalu di Jakarta.

Sayangnya salah satu negara dengan jumlah muslim terbesar dan memiliki kerajaan yang kuat Uni Emirat Arab malah mendukung ‘rencana perdamaian’ ini.

Uni Emirat Arab (UEA) percaya Palestina dan Israel dapat mencapai perdamaian abadi dan ko-eksistensi sejati dengan dukungan komunitas internasional, dan rencana (Trump) itu menawarkan titik awal yang penting untuk kembali ke perundingan dalam kerangka kerja internasional yang dipimpin AS, kata Yousef ( Duta Besar Uni Emirat Arab untuk AS) .

Rencana Perdamaian Timur Tengah tersebut telah mendapat dukungan dan juga penolakan dari awal tahun 2020 sampai pertengahan tahun Arab mulai menjalin kerja sama dengan Israel disusul Bahrain. Upaya-upaya Israel tentu tidak sampai disitu saja. Meski dengan kekalahan Trump di Pemilu AS oleh Joe Biden, membuat banyak harapan Rakyat Palestina pada Biden untuk memulai rencana Perdamaian di Timur Tengah yang lebih baik dan yang diharapkan Palestina.

Di sisi lain, manusia sebetulnya sedang berada di bawah ancaman serius berupa merebaknya wabah Covid-19 ke seluruh penjuru dunia. Covid-19 merupakan salah satu virus yang sekarang dinyatakan wabah oleh WHO dan hampir mewabah ke seluruh dunia. Virus ini dimulai dari Wuhan di China pada akhir tahun 2019 dan mulai menyebar luas ke negara-negara besar di sekitarnya pada permulaan tahun 2020, tidak lama setelah isu Rencana Perdamaian Timur Tengah didengungkan oleh Trump.

Wabah Covid-19 menyebar dengan cepat ke penjuru bumi termasuk Palestina. Pada minggu 22/11/2020 ini Kementrian Kesehatan Palestina melaporkan 684 kasus baru dan tiga kematian. Bahkan salah satu tokoh Penting di Palestina meninggal karena covid-19 yaitu Saeb Erekat. Beliau merupakan juru runding dalam pembicaraan dengan Israel selama lebih dari dua decade. Tentu kehilangannya merupakan duka yang mendalam dan presiden menetapkan hari berkabung selama 3 hari.

Menanggapi kondisi Palestina yang cukup kewalahan akibat wabah covid-19 tersebut, Perdana Menteri Israel, Netanyahu, menyatakan rencana pemberian vaksin bagi rakyat Palestina. Dikutip dari cnnindonesia.com pada 11 November lalu,  Israel telah menandatangani perjanjian untuk membeli 8 juta vaksin covid-19 dari perusahaan obat AS, Pfizer. Netanyahu mengatakan akan memberikan 4 juta vaksin bagi warganya dan menyiapkan sekitar tiga sampai empat juta vaksin yang akan diberikan kepada para pekerja di Palestina dalam waktu dekat.

Dengan bertambahnya kasus di Palestina membuat Presiden Palestina Khawatir. Apakah mungkin Pemberian Vaksin oleh Israel bisa menjadi ‘nilai tukar’ untuk perjanjian yang pernah direncanakan di awal tahun sebelumnya. Kematian Tokoh Penting Palestina karena wabah Covid-19 yang dirawat di RS Israel lalu seakan menjadi ancaman bagi rakyat Palestina. Rencana pemberian Vaksin yang akan diberikan kepada Palestina mungkin menjadi bukti keseriusan Israel dalam misi membawahi seluruh rakyat Palestina di bawah jaminan Israel sebagai negaranya. Akan tetapi apakah jaminan vaksin covid-19 adalah harga yang pantas untuk membeli kemerdekaan Palestina? Bagaimana jika ternyata selama ini, wabah covid-19 adalah sebuah konspirasi tersembunyi demi mewujudkan Rencana Perdamaian Timur Tengah yang tampaknya menjadi misi utama Trump menjabat sebagai presiden AS.

Jika memang seperti itu adanya, maka seharusnya negara-negara muslim di dunia dapat segera menyadari hal ini dan ikut membantu membela Negara Muslim Palestina sbagai jantung umat Islam di dunia. Palestina dengan para pejuangnya khususnya HAMAS tentu tidak akan diam dan terus berjuang dalam pembebasan Palestina dari penjajahan ini.

Abdullah Hasan Alifuddin – 24 November 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun