Mohon tunggu...
Abdullah Faqih
Abdullah Faqih Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta

Saya Abdullah Faqih Mahasiswa Fisip Universitas Muhammadiyah Jakarta yang memiliki beberapa minat dan hobi, mulai dari seni berbicara sampai ke olahraga terkhusus Basket.

Selanjutnya

Tutup

Bola

Egoisme di Tengah Pressure Pertandingan Kajian Filsafat dan Etika Komunikasi

7 Mei 2024   10:23 Diperbarui: 21 Mei 2024   17:14 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditahun ini kita sebagai bangsa Indonesia tentu bangga dengan pencapaian Timnas Garuda Muda kita dalam ajang AFC Asian U-23. Sebuah progress yang kemudian orang banyak memuji kinerja Shin Tae-Yong. Ya bagaimana tidak, banyak lelucon diinternet yang bilang kalo Shin Tae-Yong membangun Timnas Indonesia dari “MINUS”. Pencapain Indonesia dalam memasuki semifinal kemarin setelah mengalahkan Korea Selatan pastinya pencapaian yang membanggakan. Karena dahulu masuk piala Asia saja menjadi mimpi besar setiap orang di Indonesia. Mengutip dari perkataan ayah Emil Audero Mulyadi (sekarang bermain dijuventus) pada 2021 lalu ia mengatakan "Kalau si Emil itu pengennya piala dunia, yang dia ambil harus di sana (Italia) dong, orang kita lolos Asia saja nggak, apalagi piala dunia,"ucap Edy. Perkataan yang mungkin bagi sebagian orang sombong namun pada saat itu memang fakta, piala asia pun tidak masuk.

Semenjak kedatangan pelatih STY Indonesia terus meraih bebarapa prestasi mulai ranking Fifa naik, lolos piala Asia 2023, sampai yang baru-baru ini lolos semifinal piala Asia u23. Dari pencapaian yang diatas tentu STY layak disebut sebagai Konseptor yaitu orang memiliki sebuah strategi untuk mendapatkan sebuah pencapaian dan kita semua tau bahwa pembinaan pemain muda dan program naturalisasi menjadi contohnya. Vibes sepakbola Indonessia seakan kembali, dan itu yang saya alami. Ya meskipun tentu ada saja yang mengkritik tentang kebangkitan sepak bola kita, ya sebut saja Bung Towel. Ia mengkritik program naturalisasi yang ia anggap sebagai degradasi pemain lokal. “Sekali lagi dia membuat perbedaan yag sangat tajam antara lokal dan naturalisasi, saya gak sepakat, kalau Anda tahu kelemahan itu di pemain lokal, empat tahun ini kenapa gak kamu kerjain kekurangan itu?’’ kata Bung Towel kala berbincang dengan anggota Komite Eksekutif PSSI, Arya Sinulingga pada siniar Youtube Bebas Podcast Id, Sabtu (23/12/2023).  

Dari kritik itu muncul berbagai tanggapan dari netizen. Nah dalam sebuah inti fenomenologi yang dipaparkan oleh Alfred Schutz, pada dasarnya berputar sekitar tiga tema utama, yakni dunia sehari-hari, sosialitas, serta makna dan pembentukan makna ( Drs. Alex Sobur,M.Si -2013). Dari hal ini saya bisa simpulkan bahwa kritikan Bung Towel merupakan hal yang mungkin sudah pasti terjadi. Ya bagaimana tidak yang sebelumnya timnas selalu memakai pemain lokal lalu tiba-tiba menaturalisasi berbagai pemain diberbagai posisi. Dan yang pasti kritik itu tidak sepenuhnya benar karena kembali lagi ke pemain naturalisasi tersebut yang memang memiliki hati untuk mendedikasikan dirinya untuk membela Timnas Indonesia.

Senin 29/04/2024 lalu Indonesia menjalani semifinal pertamanya melawan Uzbekistan yang sayangnya kita belum bisa melanjutkan perjalan ke final. Kita harus mengakui keunggulan dari para pemain Uzbekistan ya terlepas dengan berbagai kontroversi wasitnya. Saya salah satu orang yang pada saat itu nonton bersama pak Rektor dikampus. Selain memang mereka lebih unggul dari Timnas kita pun terlihat beberapa pemain yang egois ditengah ketertinggalan. Bukan maksud menjelekkan tapi beberapa kejadian terlihat jelas bahwa beberapa pemain tidak berpikir secara sistematis yang menjadi salah satu tuntutan etika dalam sebuah professionalitas. (Dr. Iri. Amirudin Saleh, MS dan Dr. Emilia Besar - 2018) 

Kamis 02/05/2024 lalu Timnas Garuda kita menjalani perebutan juara 3 piala Asia u23 semua mata tertuju pada lapangan itu dan mengharap bahwa Indonesia bisa mengalahkan lawannya Irak yang memang pada saat itu kalah disemifinal melawan Jepang. Jujur saya tidak menonton pertandingan ini tapi ketika saya menonton highlight nya saya menjadi deg-deg an karena kedua tim saling menguasi jalannya pertandingan. Sampai pada akhirnya Indonesia harus mengakui kekalahan di extra time. Ada yang menarik ketika egoisme yang saya singgung pada pertandingan lawan Uzbekistan lalu ternyata terjadi lagi melawan Irak. Salah satu pemain muda potensial kita yaitu Marselino Ferdinan dikritik banyak pihak dimana ia dinilai terlalu egois dalam pertandingan itu. Tak ayal banyak yang bilang ia ingin sekali terlihat sebagai bintang. “bang kasian sama Nathan udah bagus2, cape2 build up dr bawah smpe naik kedepan, trus peluangnya disia2in sma show off nya lu yang gak guna?” dikutip dari akun @yogierpe via Instagram. Kritik pun tidak datang dari kalangan netizen saja melainkan dari pengamat sepakbola Indonesia yaitu Coach Justin yang menyebut bahwa Marselino harus lebih dewasa. “Ya Marselino harus lebih grow up lah, harus lebih dewasa dari sisi permainannya. Bermain untuk tim bukan untuk dia sendiri. Itu aja,” kata coach Justin. Dari egoisme di lapangan hijau ini pelajaran tentang Epistimologi dan Fenomena Komunikasi sangat terlihat. Bagaimana fenomena ini menyangkut  hubungan antarmanusia dalam kehidupan sosial. (Drs. Hasyim Ali Imran, M. Si- 2014) 

Nama : Abdullah Faqih

Mata Kuliah : Filsafat dan Etika Komunikasi

Dosen Pengampu : Dr. Nani Nurani Muksin, M. Si. 

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Program Studi : Ilmu Komunikasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun