Open Puskesmas adalah sebuah inovasi baru, sebagai upaya memperluas keterbukaan informasi publik hingga ke level Puskesmas. Sebab, Puskesmas dapat dinyatakan sebagai badan publik karena juga mengelola dana negara. Selain itu, upaya Open Puskesmas ini akan memperpendek akses masyarakat untuk memperoleh informasi, jika suatu informasi memang dikelola dan dihasilkan oleh Puskesmas tanpa harus bermohon pada Dinas Kesehatan. [Afrizal Tjoetra, Ketua Komisi Informasi Aceh]
Membangun tata kelola keterbukaan informasi Puskesmas sebenarnya untuk memberikan kemudahan layanan informasi bukan hanya kepada masyarakat secara luas, tetapi juga kepada perempuan, kelompok disabilitas dan kelompok rentan lainnya. Hal yang sama juga akan diterima Puskesmas ketika keterbukaan informasi diwujudkan. Open Puskemas secara tegas menentukan tentang pembagian kewenangan pemberian informasi kepada publik, antara kewenangan Dinas Kesehatan dengan kewenangan Puskesmas. Dengan demikian, Open Puskesmas menjadi babak baru yang menjadi bagian dari reformasi birokrasi dengan perbaikan layanan publik yang mengedepankan keterbukaan informasi di Kota Banda Aceh.
Terdapat beberapa alasan krusial pentingnya membangun Open Puskesmas di Kota Banda Aceh. Pertama, keberhasilan reformasi birokrasi tidak terlepas dari keterbukaan informasi. Dengan demikian, pembangunan sektor kesehatan akan lebih optimal apabila agenda reformasi birokrasi menjadikan keterbukaan informasi sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Kedua, keterbukaan informasi akan meningkatkan keterlibatan warga dalam pembangunan sektor kesehatan. Semakin terbukanya Puskesmas akan semakin tinggi pula kepercayaan masyarakat dan kemudian akan berpartisipasi dalam upaya perbaikan layanan Puskesmas. Hal ini relevan dengan tinggingya kunjungan warga sebagai pengguna layanan. Data tahun 2014 yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, menunjukkan rata-rata per Puskesmas dikunjungi 22.398 orang per tahun, atau 1.866 orang per bulan.
Data di atas menunjukkan bahwa perempuan merupakan pengguna layanan yang lebih dominan dibandingkan laki-laki. Oleh karena itu, tata kelola keterbukaan informasi harus memberikan aksesibilitas kepada perempuan, termasuk kelompok disabilitas dan kelompok rentan lainnya. Ketiga, Keterbukaan informasi adalah salah satu poin penting dari pelayanan publik sebagaimana amanat UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Apabila Puskesmas dikelola secara tertutup maka sebenarnya tidak konsisten dengan semangat optomalisasi kualitas pelayanan publik. Dan terakhir, dengan membangun Open Puskesmas menjadi sebuah terobosan sekaligus komitmen nyata menerapkan UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, PP No. 46 Tahun 2014 Tentang Sistem Informasi Kesehatan, Permenkes No. 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.
Banda Aceh Merintis Jalan Baru
Saat ini Kota Banda Aceh sedang berproses menerapkan inovasi baru mewujudkan keterbukaan informasi publik di Puskesmas. Dinas Kesehatan Kota Aceh, bersama Komisi Informasi Aceh dan KRB Kota Banda Aceh sudah menyatakan komitmennya yang tertuang dalam Nota Kesepahaman Mewujudkan Open Puskesmas Berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik Di Kota Banda Aceh. Para pihak yang menandatangani Nota Kesepahaman ini menyatakan berkomitmen melakukan persiapan untuk membangun keterbukaan informasi di Puskesmas.
Meskipun awalnya dalam nota kesepahaman tersebut minimal akan diterapkan di dua Puskesmas sebagai percontohan, tetapi kemudian semua Puskesmas sepakat agar Open Puskesmas tersebut diberlakukan di seluruh Puskesmas di Kota Banda Aceh. Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh bersama seluruh Puskesmas sedang berbenah menyiapkan sistem pendukung seperti ketersediaan Daftar Informasi Publik (DIP), Tim Open Puskemas, Standar Operasional Prosedur (SOP) Informasi Publik dan sumber daya yang menggerakkannya.
Komitmen Pemerintah Kota Banda Aceh mendapatkan dukungan positif dari DPRK Banda Aceh. Komisi D telah menyatakan akan mengawasi pelayanan publik di Puskesmas termasuk mengalokasikan anggaran dalam upaya pelembagaan keterbukaan informasi bernama Open Puskesmas. Komisi D sebagai mitra Dinas Kesehatan, dengan fungsi-fungsi yang melekat memiliki kewenangan untuk memastikan keterbukaan informasi berjalan secara baik di Puskesmas.
Dalam proses advokasi, KRB Kota Banda Aceh membangun kemitraan lintas pihak. Tantangan perdana adalah bagaimana meyakinkan Kepala Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh bahwa Open Puskesmas itu penting. Ketika “restu” dari Kepala Dinas sudah ada, tantangan berikutnya adalah membangun hal yang sama kepada para Kepala Puskesmas. Ini tentu proses yang tidak mudah ditengah masih adanya keterbatasan pemahaman tentang UU Keterbukaan Informasi Publik sekaligus merubah paradigma menjadi terbuka. Akan tetapi, tantangan tersebut dapat dilalui dengan baik. Hal ini tidak terlebas dari kuatnya komitmen Kepala Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh dan konsistennya Komisi Informasi Aceh, termasuk Ombudsman RI Perwakilan Aceh yang senantiasa berkontribusi menuju Open Puskesmas. Avokasi menuju Open Puskesmas pun semakin nyata ketika mendapatkan dukungan dari unsur PPID Utama Kota Banda Aceh.
Open Puskesmas di Kota Banda Aceh akan diluncurkan dalam momentum memperingati Hari Ulang Tahun [HUT] Pemerintah Kota Banda Aceh pada bulan April 2015 mendatang. Komisi Informasi Aceh kemudian akan melakukan supervisi selama 6 bulan setelah peluncuran tersebut. Dengan demikian, terobosan ini akan memberikan dampak positif bagi Puskesmas itu sendiri. Bahkan Dinas Kesehatan dan Pemerintah Kota Banda Aceh secara keseluruhan akan menerima dampak positif, tidak disibukkan dengan sengketa informasi. Citra Kota Banda Aceh sebagai kota paling terbuka di Aceh sudah terlembaga hingga ke level yang lebih rendah, bukan hanya di level SKPD seperti yang terjadi selama ini.