Siapapun dia, dari umat beragama apapun dia berasal, dia akan sangat marah ketika simbol-simbol kesucian dan keagamaan dihina atau dilecehkan. Sekalipun yang dihina itu bukan agamanya, tetap saja akan ikut terpanggil untuk ikut bersimpati.
Sebaik-baiknya orang dan senakal-nakalnya orang, selama dia masih beragama, pasti akan merasa tergerak untuk membela agama dan kepercayaannya. Hanya orang yang tidak beragama yang tidak akan tergerak hatinya ketika simbol kesucian agama tertentu terhinakan.
Di Indonesia, ruang untuk tumbuhnya paham dan sekte ateisme sangat terbatas bahkan bisa dibilang tidak ada. Negara dan konstitusi melarang keras adanya ketidakpercayaan pada Tuhan. Artinya, negara sangat menghargai agama dan simbol-simbol kesuciannya.
Maka sebagai umat beragama, kita harusnya peka terhadap segala bentuk penistaan agama di negeri ini. Penistaan agama, terlepas dari agama apapun yang dihina, mestinya kita jadikan pelakunya sebagai musuh bersama.
Menjadikan pelaku penista agama sebagai musuh bersama adalah bentuk nyata dari netralitas keberagamaan kita. Prinsipnya, setiap agama itu suci, tidak pantas untuk dihina atau dilecehkan.Â
Pada akhirnya, kita harus sepakat bahwa penista agama, siapapun orangnya dan dari suku atau agama apapun dia berasal, dia adalah musuh umat beragama. Musuh kita bersama, seluruh anak negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H