Mohon tunggu...
Abdullah Syukrun Niam
Abdullah Syukrun Niam Mohon Tunggu... -

Duniaku akan mengherankan setiap orang ketika akhirnya terungkap Visit my blog : thesecondwings.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Katakan Tidak Pada Tere Liye(?)

10 November 2018   09:08 Diperbarui: 10 November 2018   09:28 1112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemudiaan dari sisi tema. Orang-orang yang merasa sudah merasa kenyang dengan buku karangan luar, biasannya akan langsung buang muka bila disuruh baca novel Tere Liye. Dengan bangga dan lantang mereka akan berkata, "katakana tidak pada Tere Liye!"

Saya rasa orang-orang semacam ini adalah orang-orang yang terlalu sering baca novel beralur rumit, dengan gaya bahasa selangit. Hingga mereka lupa, bahwa hal-hal terbaik justru dating dari sesuatu yang sederhana.

Lewat novel-novelnya, Tere Liye mengusung sebuah tema, yang kendati terlihat sederhana, tapi memilki esensi dan nilai yang penting. Dan saya, benar-benar telah merasakan manfaat dari novel-novel beliau di kehidupan nyata. Terserah kalau kalian hendak mengatai saya munafik atau sok suci!

2. Tere Liye Si Kontroversial

Selain buku-bukunya, Tere Liye juga kerap menjadi bahan perbincangan karena tindakan-tindakan yang ia lakukan. Sebut saja ketika ia mengatakan bahwa LGBT itu sebuah kelainan jiwa.

 Ketika ia berpendapat kaum sosialis tak berperan sama sekali, dalam proses perebutan kemerdekaan NKRI. Atau ketika beliau melarang para remaja menggunakan kutipan novelnya sebagai caption fotoselfie. Dan yang paling fenomenal, yaitu ketika beliau memutuskan berhenti menulis akibat tak adilnya perlakuan pajak bagi penulis.

Kita semua tahu, dari sanalah para pembenci Tere Liye muncul.

Saya sadar betul, sulit memang (jika tak bisa dikatakan mustahil), menilai sebuah karya secara bulat tanpa memandang siapa yang mebuat karya tersebut. Di sekolah, kita juga diajarkan soal dua unsur pembangun novel yang paling utama, yaitu unsur intrinsik (meliputi tema, latar, tokoh, dsb) serta unsur ekstrinsik (meliputi latar belakang sang penulis).

Sehingga, bisa dikatakan sah-sah saja kita menilai sebuah novel, juga dari siapa penulisnya. Tapi pertanyaannya, apa hal itu bijak dilakukan? Saya rasa tidak.

Kenapa harus bersikap 'risih' pada novel Tere Liye, hanya karena tak suka sikap beliau yang terkesan arogan? Bukankah kita tak bermasalah membaca novel-novel yang penulisnya berkeyakinan beda dengan kita? 

Mamaparkan (baca:mengajarkan) budaya-budaya yang tidak sesuai dengan norma dan aturan kita. Atau jika mau melangkah lebih jauh lagi, bukankah kita masih bisa menerima petuah-petuah bijak Aristoteles, padahal ia seorang sexism (orang yang menganggap wanita tidak setara dengan pria, sehingga mereka harus patuh dan tunduk). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun