Sebuah pilihan judul yang provokatif. Seolah-olah PKS adalah musuh utama KPK, begitupun sebaliknya. Beberapa media memberitakan realitas yang terjadi, bahwa PKS mengadakan perlawanan terhadap upaya penyitaan yang dilakukan oleh KPK terkait dengan TPPU yang diduga disangkakan terhadap LHI, tersangka kasus suap impor daging. Beberapa partai ini juga sering berseberangan dengan KPK ketika melakukan Rapat Dengar Pendapat DPR RI dengan KPK. Yang lebih khusus lagi bahwa Fahri Hamzah pernah menyatakan dirinya ingin membubarkan KPK jika kinerjanya tidak sesuai dengan tujuan dibentuknya super body tersebut. Begitu pula sebaliknya beberapa pengamat mengatakan bahwa KPK telah melakukan tebang pilih dalam pemberantasan Korupsi di Indonesia. Ini bisa dilihat ketika beberapa kader partai penguasa telah ditetapkan jadi tersangka, namun perlakuannya sangat jauh berbeda dengan LHI yang diduga tertangkap tangan dalam kasus suap impor daging sapi. Beberapa kenyataan tersebut cukuplah untuk melengkapi tuduhan bahwa KPK vs PKS.
Dengan simpang siurnya berita penyitaan beberapa hari ini akhirnya PKS tersebut melakukan upaya pembelaan dengan mengadakan rekonstruksi kejadian sebenarnya di TKP. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi pemberitaan yang lebih cenderung memihak ke KPK. Al hasil pembelaan yang disampaikan oleh saksi dari bagian security membuat partai ini dapat memberikan penjelasan bagaimana sesungguhnya kejadian di lapangan. Bahkan seolah-olah petugas security ini memberikan pembelajaran kepada KPK agar memahami SOP ketika ingin berkunjung ke ranah urang. Hal yang sama pernah menjadi pro kontra ketika KPK melakukan penggeledahan terhadap Korps Lantas Mabes Polri.
Namun semua hal tersebut sebelumnya telah dibantah oleh jubir KPK Johan Budiyang memiliki rekaman kronologis saat penyitaan dan menganggaplembaganya telah prosedural dan membawa surat penyitaan sebagai bukti bahwa kedatangan penyidiknya adalah sah dan dilindungi Undang-Undang. Siapa yang benar dan siapa yang salah nantilah persidangan yang membuktikan.
SosokFahri Hamzah memang sempat mendapat kritikan dari beberapa pihak baik eksternal maupun internal partainya. Banyak yang mengkritik dari caranya berargumen dalam mengemukakan alasan. Kiranya perlu diketahui juga oleh public bahwa sifatnya yang sedikit temperamental tidak terlepas dari daerah asal pemilihnya yaitu NTB. Dimana pada wilayah tertentu di Pulau Sumbawa bisa ditemukan orang-orang sepertinya. Penulis memiliki beberapa teman yang berasal satu daerah dengan Fahri yang stylenya mirip ketika diajak berdebat. Padahal setelah debat itu terjadi keadaan biasa-biasa aja, ngobrol santai dan guyonan kerap terjadi, seperti tidak pernah ada debat sebelumnya. Pepatah mengatakan “lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya”.
Apalagi jika dilihat alasan Fahri semata-mata ‘kesal’ karena KPK selama + 9 tahun tidak bisa meminalisir korupsi, yang ada justru korupsi semakin bertambah. Dengan gaji yang hampir 5 kali lipat dibanding pejabat Negara yang lain seharusnya KPK dapat memberikan shockterapy bagi para koruptor. Alih-alih mengurangi koruptor kelas kakap, beberapa kali KPK justru menangkap basah tersangka suap hanya bernilai puluhan juta rupiah, malah salah seorang pengamat dengan nada mencibir KPK bisa saja suatu saat menangka korupsi bernilai 1 juta rupiah. Padahal KPK diharap membongkar kasus korupsi diatas 1 M.Sementara dilain pihak PKS telah mengingatkan KPK agar menyelidiki Kementerian ESDM yang diduga perusahaan dibawah kementerian ini banyak dijadikan sebagai sapi perahan partai untuk memenangkan Pemilu dan Pilkada. Tapi KPK tidak bergeming dengan peringatan tersebut ataukah KPK memiliki trik tertentu untuk menangkap para koruptor? Hanya KPK dan Johan Budi yang tahu.
Patut juga disimak pernyataan salah satu Dewan Syuro PKS, Surahman Hidayat ketika itu, bahwa pernyataan pembubaran PKS adalah merupakan pernyataan pribadi dariFahri Hamzah, sementara hal tersebut tidak pernah dibahas dalam rapat Dewan Syuro. Partai ini mendukung KPK dalam pemberantasan korupsi namun tidak melupakan etika dalam pelaksanaanya.
Kita hanya dapat membentuk opini, namun fakta hukumlah yang menentukan di persidangan. Namun perlu dingat bahwa fakta hukum adalah bukti otentik yang masih dalam wilayah debatabel, namun bukan merupakan fakta hukum kelak di akherat. Karena di akherat nantilah persidangan yang tidak ada multi tafsir, disaat itu mulut kita dibungkam yang yang menjadi saksi hanyalah kaki dan tangan sementara saksi ahli adalah ke dua malaikat pencatat kebaikan dan keburukan yang selalu mengiringi kita. Begitu juga rekaman ‘CCTV’ sejak kita dilahirkan sampai dengan kematian merupakan alat bukti yang tidak terbantahkan, tidak ada satupun yang luput dari pantauan sang pencipta, yang menciptkan Johan Budi dan Fahri Hamzah.
Wallohua’lam.
_____________
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H