Mohon tunggu...
abdul jamil
abdul jamil Mohon Tunggu... Mahasiswa - selalu belajar

Tukang Ketik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

PNS Generasi Garam

5 Maret 2022   06:59 Diperbarui: 5 Maret 2022   07:03 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Keterima jadi PNS itu adalah perpaduan dari hasil usaha, keberuntungan dan do'a ibu"

Begini kira-kira nasehat yang sering disampaikan oleh ibu:

"Nak Kamu harus rajin belajarnya biar nanti cepat lulus dan bisa segera cari kerja di pemerintahan, karena test PNS sekarang sudah menggunakan aplikasi CAT dan sudah tidak bisa mengandalkan orang dalam"

Gambaran pernyataan diatas mungkin mewakili banyak orangtua atau keluarga kita yang mengharapkan anaknya, ponakannya atau saudara-saudaranya untuk menjadi bagian dari ABDI NEGARA (PNS), Pesan seperti diatas seolah-olah menjadi "doktrin" bagi banyak orang, terutama kami yang berasal dari kampung.

Sebab anggapan banyak orang di kampung pekerjaan yang prestise, masih digambarkan pada profesi sebagai abdi negara (PNS), bahkan banyak orangtua yang mengindam-idamkan mempunyai calon menantu yang berprofesi sebagai PNS. Anggapan mereka dengan profesi itu maka anaknya akan memiliki jaminan hidup yang lebih baik dengan adanya pendapatan didapat setiap bulan bahkan jika sudah habis masa kerja, juga masih mendapat bayaran berupa pensiun.

Tak jarang kita melihat bagaimana orang-orang berani membayar sekian juta agar anak-anaknya lulus test menjadi PNS. Bahkan untuk menjadi bagian dari pegawai kontrak pada Pemda atau instansi pemerintah juga berani menyediakan sekian puluh juta agar anak-anaknya menjadi bagian orang yang bisa memakai baju "dinas". lihat saja kasus yang menimpa anak nia Daniaty terkait calo rekrutmen penerimaan calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).

Kuatnya impian dan cita-cita dari banyak orangtua, berlaku juga dikeluarga saya, maka dengan semangat ingin membahagiakan orangtua, dengan keterbatasan modal untuk menjadi wiraswasta, menjadi PNS adalah pilihan terbaik. Bagi saya sendiri PNS adalah anugerah Tuhan, untuk itu saya akan selalu berusaha memberikan kualitas yang terbaik bagi profesi saya. Walaupun sering kita dengar kata-kata miring tentang kinerja dari para PNS.

Bagaimana pandangan orang tentang PNS?

Dalam beberapa akun Twitter membahas tentang daftar PNS, semisal akun bernama @noxxadinx dia mengatakan "Sekali doang ikut, karena disuruh orangtua. Kadang bersyukur kadang nyesel kenapa nurut ikut CPNS" Pas ditanya, kenapa? Kamu menyesal?? si @noxxadinx menjawab "Gak juga sih.. kalo gajih gak sedih karena sangat mencukupi. lebih ke kerjaan sedih wkwkwkwk..."

Gambaran diatas, menginformasikan bahwa belum terjadi atau membudayanya Segitiga kerja yang mencakup kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas. Sosok PNS yang berkualitas terkadang berhadapan dengan system yang membuatnya menjadi tidak produktif, atau juga PNS yang memang tidak berkualitas sehingga bingung atau tidak bisa dalam melaksanakan pekerjaan dengan maksimal.

Kita masih diingatkan dengan Slogan Jokowi ketika kampanye presiden 2014 "KERJA KERJA KERJA" itu seharusnya bisa memantik semangat PNS bekerja dan mencintai kerja. Walau ternyata banyak PNS yang sepertinya tidak cinta kerja, tetapi sedang tergila-gila cinta materi, yang muaranya mencari job diluar kantor atau lembaganya, hal itu diperparah adanya anekdot PGGS (Pintar Goblok Gajih Sama).

Mengapa perlu menjadi PNS berkualitas?

Dalam rangka memperbaiki kualitas kerja PNS Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS ). Aturan tersebut mencantumkan sejumlah kewajiban dan larangan serta hukuman disiplin untuk para abdi negara. Dalam bagian penjelasan PP yang telah ditandatanagani Presiden Jokowi pada tanggal 31 Agustus 2021 ini bertujuan untuk mewujudkan PNS yang " berintegritas moral, profesional, dan akuntabel ".

Memang masih terasa sulit menemukan profil PNS dengan atribut berintegritas moral, profesional dan akuntabel. Karena di lapangan masih banyak sekali PNS gincu. Yang hanya melakukan ritual dan simbolis saja tanpa memberikan dampak bagi lingkungan kerja dan juga bagi masyarakat. Bahkan cenderung menimbulkan stigma buruk.

Ada banyak PNS terutama di daerah-daerah yang datang, langsung baca koran, ada yang datang langsung sarapan dulu dan berlama-lama di kantin. Ada istilah yang sering dipakai oleh pimpinan saya dulu, dan sangat saya idolakan bapak Dr. IBnu Elmi AS Pelu, SH., MH pernah mengatakan janganlah menjadi PNS 07.30    00.00  16.00 sebuah sindiran pada PNS yang datang absensi  (07.30) tidak melakukan apa-apa/hal-hal signifikan (00.00) dan datang lagi untuk absensi pulang disimbulkan dengan (16.00)

Saat ini sangat dibutuhkan oleh pemerintah adalah para PNS generasi garam yang memiliki kualitas diri dan berdampak di lingkungan kerja dan lingkungan masyarakat. Jika PNS menyadari pentingnya esensi garam ini, tentunya pameo tentang PNS di tengah-tengah masyarakat selama ini bisa dihempang dan menjadi pameo -pameo yang salah. semisal pameo-pameo yang harus dilawan adalah:

  • Masuk PNS memang sulit, tetapi lebih sulit lagi memecat PNS
  • Hidup haruslah bengkok supaya dapat posisi atau jabatan
  • Kalau bisa besok, kenapa harus sekarang?
  • Kalau bisa dipersuit kenapa dipermudah
  • SUMUT (Semua Urusan Mesti Pakai Uang)

Apakah pembaca punya pameo yang lain, selain 5 diatas? tentu banyak dan jika berkenan silahkan tulis di kolom komentar...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun