Mendapat kabar dari kaka saya nomer dua, bahwa istrinya telah melahirkan anak laki-laki hebat, hati ini benar-benar bahagia sebab, ini merupakan ponakan laki-laki pertama dari 3 ponakan yang tinggal di Kalimantan.
Melihat ponakan baru ini, saya teringat saat masih kuliah sekitar tahun 2000 dimasa-masa hidup serba memprihatinkan.
Banyak hal unik dan nekat yang saya dan beberap kawan saya yang dilakukan untuk bisa bertahan hidup, mengingat saat itu sekolah kami bermodalkan nekat dan berada di perantauan yang jauh dengan orangtua.
Saat itu saya dan beberapa teman, dengan Percaya diri "menggelari" diri sendiri dan beberapa teman dengan sebutan "PASUKAN BERANI MALU".
sebuah plesetan dari istilah mainstrem tentang "Pasukan Berani Mati" yang dahulu pernah dimunculkan oleh para pendukung setia Alm. Gus Dur.Â
Istilah  "PASUKAN BERANI MALU"  muncul untuk menggambarkan kelakuan atau tingkah laku saya dengan beberapa teman yang suka mendatangi kondangan (baik perkaninan, sunat atau hajat lainnya) meskipun kami tidak diundang, kami memaksakan diri untuk menjadi tamu undangan dengan target supaya bisa makan gratis di kondangan.Â
Sebab sebagai anak kos yang menu makannya bisa ditebak, yaitu: mie, mie dan mie, maka makan di kondangan adalah impian bagi anak-anak kos, untuk perbaikan gizi.
Tak hanya kondangan non resmi, undangan resmi juga menjadi berkah bagi kami saat itu, sebab dengan motivasi yag sama dengan kehalalan yang jelas tentu dalam merasakan nikmatnya masakan akan sangat berbeda dibanding ketika menjadi anggota PASUKAN BERANI MAU.Â
Ada satu cerita menarik yang hingga kini masih terngiang di telinga, yaitu saat mendapat undangan Tasmiyyah dari salah satu teman dari dosen saya dan kebetulan sedang melaksanakan acara Tasmiyyahan, yaitu sebuah acara pemberkatan disaat memberikan nama kepada anak yang baru lahir.Â
Kisah tersebut didapat saat mendengarkan ceramah dari sang Kyae yang menjelaskan bagaimana supaya memiliki anak yang insya Allah nantinya bisa menjadi anak yang sholeh atau sholehah.Â