Mohon tunggu...
Abdul Holik
Abdul Holik Mohon Tunggu... Dosen - Catatan pribadi

Peminat masalah sosial, politik, agama dan teknologi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Bahaya Berita Hoaks dalam Pilkada

1 Mei 2018   22:29 Diperbarui: 1 Mei 2018   23:00 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disadari atau tidak keberadaan media sosial ikut merubah wajah politik dunia. Hal ini terbukti dengan munculnya pergantian rezim;  baik di negara-negara demokratis maupun semi otoriter. Maka tidak heran,  jika, akhir-akhir ini dimulai dari letupan-letupan kecil, kemudian menjadi gerakan besar dan massif dengan bantuan media sosial.

Lihat saja bagaimana pergantian rezim di Tunisia, Mesir dan Libya yang dikenal dengan gerakan Arab Spring. Lihat juga bagaimana media sosial mengantarkan kandidat yang tidak diduga, misalnya Donald Trump yang berhasil menjadi orang nomor satu di Amerika.

Ternyata,  belakangan diketahui bahwa dibalik kemenangan Donald Trump dalam Pilpres Amerika ada konsultan politik bernama Cambridge Analytica yang menggunakan data media sosial untuk kepentingan kampanye dan propaganda Pro-Trump serta Anti-Hillary. Dengan data yang dimiliki Cambridge Analytica, kampanye Trump tepat sasaran dan mendapat impresi tinggi di media sosial.

Lantas bagaimanakah di Indonesia? Di Indonesia sendiri, media sosial Facebook dan Twitter sangat populer digunakan dan sudah menjadi bagian dari kampanye pemilihan presiden tahun 2014 yang mengantarkan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kala sebagai Presiden dan wakil presiden.  

Menariknya, hiruk pikuk media sosial tidak berhenti saat Pilpres berakhir. Bahkan muncul kelompok-kelompok baru yang konsisten menyebarkan isu SARA untuk menyerang pemerintah dan sosok pribadi Presiden. Salah satu kelompok tersebut yang sudah ditangkap adalah kelompok Saracen. Saracen sendiri motifnya bisnis, memproduksi hoaks berkonten SARA  sesuai pesanan. Ketua kelompok tersebut disebut-sebut mempunyai kemampuan mengambil alih akun media sosial orang lain. Untuk menyebarkan kebencian ia mengoperasikan 2000 akun media social serta 800.000 akun media sosial dalam jaringannya.

Dengan demikian, media sodial dan aktor-aktor yang menggunakan media sosial sebagai sarana untuk melakukan kampanye hitam, menyebarkan berita berkonten Hoaks dan SARA dapat mempengaruhi suara pemilih dan menghasilkan stigma buruk kepada lawan politik. Namun sebaliknya, pihak-pihak yang menjadi aktor kampanye hitam dan SARA tersebut justru memanen simpati publik.

Pemilih Pemula

Kurang lebih dua bulan menjelang digelarnya Pilkada perlu diwaspadai menyebarnya berita hoaks. Pemilih pemula di Jawa Barat diperkirakan sekitar 20 persen yang terdaptar dalam DPT. Jumlah persentase tersebut sangat signifikan,  dan sudah barang tentu salah satu kunci untuk meraih kemenangan Pilkada di Jawa Barat adalah mencari simpati dari suara pemula.

Pemilih pemula ada bagian dari generasi milenial yang hidup dalam pegantian abad ini yang berusia antara 14-26 tahun. Pendekatan para politisi kepada generasi milenial yang tepat pada akhirnya akan membedakan efektif  tidaknya model-model dan saluran kampanye yang digunakan untuk meraih suara mereka sebagai pemilih pemula.

Pada generasi ini, yang paling popular dalam keseharian mereka adalah adanya smartphone dan media sosial. Dalam hal ini, Steve Allen dari Fusion Startegy, sebuah badan riset di Australia, mengatakan bahwa generasi milenial menggunakan media sosial untuk mendapatkan berita lebih dari media lain. Survey tersebut menunjukan bahwa media sosial telah menjadi sumber utama berita bagi 31 persen generasi milenium berusia 14-26 tahun, dan seperempat dari semua milenium berusia 27-32 tahun.

Dalam menampilkan berita dalam newsfeed pada halaman media sosial. Biasnaya berita tersebut tidak muncul begitu saja, atau berita tersebut muncul karen adanya iklan atau karena algoritma komputer yang merekomenadasikan berita tersebut sebagai hasil analisis terhadap reaksi dan pertemanan di media sosial. Sehingga dari pertemanan menghasilkan newsfeed yang di rekomendasikan, disukai, dan dibagikan orang dalam kelompok tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun