b. pemenuhan kewajiban adat.
UU SPPA mengatur mengenai alternatif jenis putusan (pidana dan tindakan) ini agar hakim tidak selalu menjatuhkan pidana penjara. Apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, maka pidana denda diganti dengan pelatihan kerja. Pidana yang dijatuhkan kepada Anak dilarang melanggar harkat dan martabat Anak.
C. Penutup
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menggantikan Undang-undang nomor 3 tahun tahun 1997 Pengadilan Anak berusaha mengubah filosofi Sistem Peradilan Pidana Anak, dimana pelaksanaan pidana yang dijatuhi kepada Anak sedapat mungkin menghindari Anak dari perampasan kemerdekaan. Undang-undang SPPA mengubah paradigma pemidanaan yang sebelumnya menekankan pada pendekatan keadilan retributif, kemudian mengubahnya dengan mengedepankan rehabilitasi dan akhirnya mengintegrasikan pendekatan keadilan restoratif yaitu pemulihan hubungan antara pelaku, korban dan masyarakat.
Undang-Undang SPPA terdiri dari 14 bab dan 108 pasal. Pada dasarnya, Undang-Undang SPPA mengatur mengenai keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum mulai tahapan penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Sudah barang tentu, ketentuan hukum acara pidana umum tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang SPPA.
Dalam Undang-undang SPPA terdapat poin-poin penting yang membedakan dengan undang-undang sebelumnya tentang pengadilan anak. Pokok perubahan dalam undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang SPPA adalah sebagai berikut :
1. Cakupan “Anak”;
2. Usia Pertanggungjawaban Pidana Anak;
3. Perubahan Nomenklatur dan Sarana Penunjang;
4. Penguatan Peran Petugas Kemasyarakatan;
5. Pendekatan Keadilan Restoratif;
6. Hak Anak mendapatkan bantuan hukum di setiap tahapan;
7. Hak Anak mendapatkan bantuan hukum di setiap tahapan;
8. Penempatan anak pada Lembaga LPAS dan LPKA;
9. Pembatasan Masa Penahanan dan Syarat Penahanan;