Mohon tunggu...
Susilo Abdul Hanisya
Susilo Abdul Hanisya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menuju Pendidikan Berkualitas untuk Indonesia

13 Juli 2024   16:16 Diperbarui: 13 Juli 2024   16:24 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh:

Susilo Abdul Hanisya & Iyan Sofyan

(Mahasiswa PBI dan Dosen PG PAUD Universitas Ahmad Dahlan)

Pendidikan di Indonesia bagaikan perahu yang masih terombang-ambing di lautan luas. Di satu sisi, kita dihadapkan dengan berbagai permasalahan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, angka putus sekolah di Indonesia masih mencapai 5,98%. Kesenjangan pendidikan antara daerah maju dan tertinggal pun masih lebar. Di daerah terpencil, anak-anak harus menempuh jarak berkilometer untuk mencapai sekolah, dengan fasilitas seadanya dan guru yang terbatas. Sementara itu, di kota-kota besar, biaya pendidikan yang tinggi menjadi hambatan bagi keluarga kurang mampu untuk menyekolahkan anak-anak mereka

Kualitas guru dan infrastruktur sekolah di beberapa daerah juga masih memprihatinkan. Menurut data Kemendikbudristek tahun 2021, terdapat kekurangan 1 juta guru di seluruh Indonesia. Kekurangan ini terutama terjadi di daerah terpencil dan pelosok. Selain itu, banyak guru di daerah tersebut yang belum memiliki kualifikasi yang memadai. Hal ini tentu berdampak pada kualitas belajar mengajar dan prestasi siswa.

Infrastruktur sekolah yang tidak memadai juga menjadi salah satu faktor penghambat kemajuan pendidikan di Indonesia. Menurut Laporan Hasil Survei Nasional Kondisi Pendidikan di Indonesia Tahun 2021, sebanyak 36,2% sekolah di Indonesia masih memiliki ruang kelas yang rusak sedang dan berat. Selain itu, 43,5% sekolah belum memiliki sanitasi yang layak, dan 37,7% sekolah belum memiliki laboratorium. Kondisi ini tentu tidak kondusif untuk kegiatan belajar mengajar.

Kurikulum yang kaku dan kurang adaptif dengan kebutuhan zaman juga menjadi batu sandungan dalam melahirkan generasi yang siap bersaing di era global. Kurikulum saat ini masih terlalu berfokus pada hafalan dan teori, kurang menekankan pada pengembangan keterampilan berpikir kritis, kreatif, dan problem solving. Selain itu, kurikulum juga belum cukup mengakomodasi perkembangan teknologi dan dunia kerja yang semakin pesat.

Namun, di tengah berbagai kekurangan, masih ada secercah harapan. Upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan patut diapresiasi. Berbagai program seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) telah membantu meringankan beban biaya pendidikan bagi keluarga kurang mampu. Menyelesaikan masalah pendidikan di Indonesia juga membutuhkan komitmen dan kerja sama dari semua pihak. 

Pemerintah perlu terus meningkatkan anggaran dan kualitas program pendidikannya. Fokus utama harus diberikan kepada pemerataan akses pendidikan, peningkatan kualitas guru dan infrastruktur sekolah, serta pembaharuan kurikulum yang lebih adaptif.

Pemerintah juga mulai berbenah diri dengan melakukan revisi kurikulum. Kurikulum baru yang diharapkan dapat lebih fleksibel dan adaptif dengan kebutuhan zaman ini dinamakan Kurikulum Merdeka.

 Kurikulum Merdeka menekankan pada pengembangan keterampilan abad ke-21, seperti berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif. Selain itu, kurikulum ini juga memberikan kebebasan yang lebih luas kepada sekolah dan guru dalam merancang pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun