Menurutnya kebahagiaan itu dapat dicapai melalui beberapa tahapan:
Pertama, dengan cara menjaga kesehatan jiwa.
Jiwa yang sehat adalah jiwa yang senantiasa giat melakukan perbuatan-perbuatan baik dan mulia; jiwa yang tidak sehat atau jiwa yang sakit adalah jiwa yang senantiasa melakukan tindakan-tindakan jahat dan keji. Karena itu agar jiwa senantiasa sehat, seseorang harus senantiasa berusaha mengaktualisasikan nilai-nilai positif dirinya dalam kehidupan dengan cara berpikir baik dan berbuat kebajikan.
Maka untuk mencapai kebahagiaan tahap pertama ini, pelaksanaan aktivitas kebajikan baik dilakukan secara kontinyu (istiqomah) dengan didasarkan atas niat yang mulia, tidak sembarang niat dan tidak sembarang pelaksanaan. Kenapa niat? Karena jiwa yang sehat akan mengarahkan niat positif dan aktualisasi yang bijak.
Kedua, berusaha membebaskan jiwa dari ikatan duniawi, ikatan alam materi, sehingga menjadi jiwa yang merdeka, masuk alam keabadian yang bebas dari materi.
Menurut Al Farabi, proses menggapai kebahagiaan tidak cukup hanya dengan menjaga kesehatan jiwa lewat cara istiqomah melakukan kebaikan-kebaikan dan niat utama, seterusnya harus meningkat dengan melepaskan jiwa dari ikatan-ikatan materi sehingga jiwa
menjadi jernih dan merdeka.
Ketiga, dari proses mencapai kebahagiaan adalah mengenal sang pencipta, memahami sifat-sifatnya, kemudian berusaha untuk meniru dan mengejawantahkan sifat-sifat tersebut dalam perilaku kehidupannya sehar-hari.
Selain itu, Al-Farabi juga mengaitkan kebahagiaan individu dengan kesejahteraan sosial.
Mengaitkan kebahagiaan individu denga kebahagiaan sosial berarti bahwa kebahagiaan pribadi seseorang tidak bisa terpisah dari lingkungan masyarakat tempat ia tinggal.
Dalam karyanya, Al-Madina al-Fadila beliau menggambarkan bahwa masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang dipimpin oleh raja (presiden, gubernur, bupati, camat, kades, kadus, maupun RT), di mana para warganya hidup dalam kebajikan dan kerja sama untuk mencapai kebahagiaan yang kolektif. Setiap individu yang hidup di tengah bawah pemimpin dan masyarakat yang adil dan berbudi luhur memungkinkan tercapainya kebahagiaan karena lingkungan tersebut mendorong pengembangan kebajikan dan intelektualitas. Jika masyarakat dipimpin oleh pemimpin yang bijak sana dan warganya yang bekerja sama demi kebaikan Bersama, maka setiap individu dalam masyarakat tersebut akan jauh lebih mudah mencapai kebahagiaan yang diinginkan.
Sebaliknya, jika seseorang hidup di lingkungan masyarakat yang tidak bermoral maka akan sulit bagi setiap individu untuk berkembang mencapai kebahagiaan itu sendiri.
Maka, kebahagiaan sosial dan kebahagiaan individu sangat berkaitan erat dan tidak bisa terpisahkan satu sama lain. Kebahagiaan yang kolektif dihasilkan dari keharmonisan, kebajikan, dan kebijakan. Pandangan ini sangat penting dalam menekankan pentingnya
menciptakan masyarakat yang adil dan harmonis agar setiap individu dan masyarakat secara luas mencapai kebahagiaan sejati.