Oleh : Abdul Hakim
Tema : Etika Mencari Harta
Seperti yang kita ketahui bersama pada masa dahulu kakek, nenek, dan orang tua kita berangkat bekerja sesudah matahari terbit dan telah berada di rumah sebelum matahari terbenam. Walaupun mereka para orang-orang terdahulu memiliki anak-anak yang rata-rata jumlahnya banyak, rumah dan halaman rumah mereka pun tetap luas, bahkan tidak sedikit dari mereka mempunyai kebun dan semua anak-anaknya dapat bersekolah.
Namun sekarang banyak dari orang-orang Muslim modern masa kini yang berangkat kerja pada saat Subuh untuk mencari harta dan sampai rumah setelah Isya bahkan terkadang lebih malam lagi dari itu, tapi rumah dan tanah atau halaman yang dimiliki oleh orang-orang pada masa modern ini tidak seluas rumah kakek, nenek, dan orang tua kita dahulu, dikarenakan pada masa kini semakin susah dalam mencari tempat tinggal akibat dari banyaknya rumah-rumah dan gedung-gedung yang dibangun disetiap pelosok tanah-tanah kosong yang masih tersedia diberbagai tempat dipenjuru negeri ini dan bahkan banyak dari orang-orang modern masa kini yang takut memiliki anak karena takut akan kekurangan harta dalam memenuhi kebutuhan dari anak-anaknya sehingga pada masa saat ini sering kali terjadi kasus pembuangan anak yang diakibatkan dari persepsi negatif orang-orang modern ini.
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ
"Dan sungguh akan اَللّهُ berikan cobaan kepada manusia dengan sedikit ketakutan, kelaparan, dan kekurangan harta." (Q.S. Al-Baqoroh (2) ayat 155).
Setiap orang-orang Muslim yang hidup pada masa saat ini di era modern ini tentu saja berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam rangka mencari harta, baik dengan menjadi pengusaha atau pedagang, pekerja gajian, pegawai, ataupun profesi-profesi yang lain-lainnya hendaklah memperhatikan dengan sangat dua hal penting yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW melalui hadits-haditsnya dan dipergunakan sebagai pedoman pada zaman modern ini dalam rangka memenuhi etika atau adab mencari harta sehari-hari sehingga tidak tersesat dalam jalan kebatilan yang terus-menerus, dua hal penting tersebut adalah:
Pertama, sudah seharusnya dan sepatutnya kita sebagai ummat Muslim berilmu sebelum berkata dan berbuat. Seseorang terlebih lagi seorang Muslim sudah seyogyanya memahami apa yang wajib dan harus ia ketahui berkaitan dengan amalan dan ucapan yang akan dia kerjakan dan ucapkan. Salah satu sahabat dari Nabi Muhammad SAW yaitu Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu pernah melarang para pedagang yang berdagang di pasar yang tidak mengetahui hukum-hukum jual beli dalam memasuki pasar dengan maksud beliau adalah agar orang-orang tersebut tidak terjebak dalam metode-metode mencari nafkah yang bathil dan justru dapat merugikan orang-orang yang lainnya. Sudah sepatutnya seorang Muslim yang baik pada era modern ini mengetahui hal-hal penting terkait hukum Islami yang wajib ia ketahui berkaitan dengan jual beli atau perniagaan yang dilakukannya sehari-hari, sehingga rezeki yang nantinya didapatkan tidak bercampur dengan kesalahan-kesalahan dalam bermuamalah yang dapat menambah dosa demi dosa. Sebagai contoh, seorang pedagang Muslim yang modern harus mengetahui waktu-waktu yang tidak diperbolehkan untuk berdagang atau jual beli. Contohnya adalah waktu ketika hendak ditunaikannya shalat Jumat pada hari yang penuh barokah yaitu hari Jumat. Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Q.S. Al-Jum’ah: 9).
Juga sebagai seseorang Muslim pada masa modern saat ini dalam mencari harta sudah sepatutnya mengerti tempat-tempat yang dilarang untuk dilakukan perniagaan atau jual beli, seperti halnya jual beli yang dilakukan di masjid. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh salah satu sahabat beliau yang bernama Abdullah bin Amr:
إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيْعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِيْ الْمَسْجِدِ فَقُولُوا: لاَ أَرْبَحَ اللهُ تِجَارَتَكَ وَإِذَا رَأَيْتُم مَنْ يُنْشِدُ فِيْهِ ضَالَةً فَقُولُوا: لاَ رَدَّ اللَّهُ عَلَيْكَ
Artinya: “Bila engkau mendapatkan orang yang menjual atau membeli di dalam masjid, maka katakanlah kepadanya, semoga Allah tidak memberikan keuntungan pada perniagaanmu. Dan bila engkau menyaksikan orang tersebut yang mengumumkan kehilangan barang di dalam masjid, maka katakanlah kepadanya, semoga Allah tidak mengembalikan barangmu yang hilang.” (H.R. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah).
Setelah itu lagi seorang pedagang (pengusaha) atau orang-orang Muslim pada masa kini yang sedang mencari harta harus tahu barang apa saja yang tidak boleh untuk diperjualbelikan, sebagai contoh minuman keras, daging anjing, daging babi, dan lain-lainnya. Karena jika kita sebagai seorang pedagang terlebih lagi seorang Muslim menjual barang-barang yang dilarang dan sampai-sampai barang-barang tersebut banyak yang membeli maka kita juga akan menerima dosa orang-orang tersebut selain juga dosa diri kita sendiri dihadapan Allah SWT. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ حَرَّمَ الْخَمْرَ وَثَمَنَهُ وَحَرَّمَ الْمَيْتَةَ وَثَمَنَهَا وَحَرَّمَ الْخِنْزِيْرَ وَثَمَنَهَ
Artinya: "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan khamr beserta harganya, mengharamkan bangkai dan harganya, dan mengharamkan babi serta harganya.” (H.R. Abu Daud).
Kemudian seseorang Muslim di era modern saat ini dalam mencari harta tidak diperbolehkan berbuat curang dalam menimbang barang dagangan di dalam melakukan usahanya. Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman:
وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَالَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ
Artinya: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (Q.S. Al-Muthaffifin: 1-3).
Seorang pegawai terlebih pegawai Muslim yang sedang mencari harta harus juga mengetahui hak-haknya dalam bekerja secara hukum Islami, sehingga nantinya harta yang didapatkan berkah dan tidak tercampur dengan benda-benda atau hal-hal yang bathil yang dapat menyebabkan harta kita menjadi tidak berkah. Karena harta yang tidak berkah walaupun banyak jumlahnya namun serasa tidak akan cukup memenuhi kebutuhan diri kita sehari-hari.
Kedua, yaitu bertakwa kepada Allah SWT. Ketakwaan adalah sebaik-baik bekal kita seorang Muslim dalam kehidupan di dunia ini, terutama dalam mencari harta. Pengusaha, karyawan, dan apa saja profesi diri Anda, harus memiliki bekal utama yaitu ketakwaan. Secara umum, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sudah memperingatkan para pedagang muslim dalam mencari harta sesuai dengan cara-cara Islami melalui sabda beliau:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ(وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ » (رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه
Artinya: Dari Jabir bin Abdullah R.A. berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan berbuatlah baik dalam mencari harta karena sesungguhnya jiwa manusia tidak akan puas atau mati hingga terpenuhi rezekinya walaupun ia telah mampu mengendalikannya (mengekangnya), maka bertakwalah kepada Allah SWT dan berbuat baiklah dalam mencari harta, ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram.” (H.R. Ibnu Majah).
Dalam hadits lainnya Rasulullah SAW juga bersabda:
إِنَّ التُّجَّارَ هُمُ الْفُجَّارُ
Artinya: “Para pedagang itu kebanyakannya adalah orang-orang fajir.” (H.R. Ahmad, dinyatakan shahih oleh Al-Albani).
Dalam hadits diatas maksud dari pedagang yang fajir adalah pedagang yang tidak mengindahkan rambu-rambu atau adab-adab syariat Islam dalam melakukan muamalah atau dalam rangka mencari harta. Sehingga dapat tersesatkan ke dalam larangan-larangan dalam bermuamalah, seperti halnya berbohong, berkhianat, dan bersumpah palsu untuk melariskan barang dagangannya kepada orang lain. Allah Maha Mengetahui akan sifat-sifat manusia yang tidak akan pernah puas akan harta dunia, oleh karena itu Allah SWT memerintahkan agar para manusia bertakwa, karena hanya dengan bertakwalah sifat-sifat serakah manusia dapat dikekang atau dikurangi. Karena itu pula Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memuji pedagang Muslim yang jujur dan bertakwa dalam mencari harta. Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatakan bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ
Artinya: “Pedagang yang jujur lagi terpercaya akan bersama para nabi, kaum shiddiq, dan para syuhada.” (H.R. At-Tirmidzi, Al-Hakim, dan Ad-Darimi). Jadi dalam hal ini kejujuran dan amanah merupakan hasil dari ketakwaan dalam diri kita. Jika pada dasarnya diri kita sudah tidak beriman maka tentu saja akan mudah bagi kita dalam menipu dan juga berbohong kepada para pembeli atau kepada orang lain seperti halnya orang yang tidak berdosa sama sekali.
Sebagian orang-orang Muslim modern masa kini ada yang berprinsip “mencari harta sebanyak-banyaknya terlebih dahulu meski dengan cara-cara yang bathil dan haram, sepert halnyai korupsi, suap-menyuap, penipuan, dan kecurangan-kecurangan lainnya.” Jika sesudah itu terkumpul harta yang banyak, barulah berbuat baik seperti halnya bersedekah dan sebagainya. Prinsip dan anggapan yang seperti ini sudah jelas salah. Sebab Allah Subhaanahu Wata’ala tidak akan menerima kebaikan-kebaikan yang dilakukan seseorang terlebih lagi dia adalah seorang Muslim melalui cara-cara atau metode-metode yang tidak baik, bahkan kita akan memperoleh dosa karena hal tersebut. Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ جَمَعَ مَالاً حَرَامًا ثُمَّ تَصَدَّقَ بِهِ لمَ ْيَكُنْ لَهُ فِيْهِ أَجْرٌ وَ كَانَ إِصْرُهُ عَلَيْهِ
“Barangsiapa mengumpulkan harta haram kemudian menyedekahkannya, maka ia tidak memperoleh pahala darinya dan dosanya terbebankan pada dirinya.” (Shahih At-Targhib wa At-Tarhib).
Jika sudah dijelaskan demikian, pertanyaan besarnya adalah apa ada yang salah dengan cara orang modern dalam mencari harta pada zaman kini? Orang-orang tua kita terdahulu dapat terus hidup tanpa banyak alat bantu dan tetap tenang menikmati dan menjalani hidupnya. Sementara kita pada masa modern saat ini yang sudah dilengkapi dengan mesin cuci, kompor gas, Hand Phone, laptop, kendaraan, televisi, E-mail, Facebook, Twitter, Ipad, ruangan ber AC dan lain-lain yang seharusnya dapat mempermudah kita dalam menjalani hidup sehari-hari ini, namun ternyata tidak demikian, sampai-sampai tidak sempat diri kita menikmati hidup karena semuanya dilakukan dengan serba terburu-buru.
Berangkat kerja kita terburu-buru, pulang kerja juga kita terburu-buru, makan siang kita juga demikian terburu-buru, dilampu merah juga kita terburu-buru, dalam berdoa pun kita terburu-buru, bahkan yang paling parah dalam hal sholat pun kita terburu-buru. Sifat-sifat tersebut merupakan bukti dari Al-Qur'an surah Al-Isra' (17) ayat 11:
وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا
Artinya: "Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa."
Hanya mati yang tidak seorangpun di dunia ini ingin terburu-buru. Saking takutnya akan kurangnya harta untuk kebutuhan kita dan keluarga, sampai-sampai kita hitung-hitungan dalam bersedekah, sementara اَللّهُ dzat yang memberikan kita rezeki tidak pernah hitung-hitungan dalam memberi rezeki kepada kita. Hal ini merupakan bukti dari firman Allah Subhanaahu Wata’ala:
الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ
"Setan menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan dan menyuruh berbuat kikir." (Q.S. Al-Baqoroh (2) ayat 268).
Berlomba-lomba secara sehat dalam mencari rezeki atau harta bukan merupakan sikap tercela dihadapan Allah SWT, tetapi dengan menempuh cara yang benar dan usaha yang halal. Terlebih lagi beribadah sambil berusaha pun dibolehkan. Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: “Dan apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Q.S. Al Jum’ah ayat 10).
Tentang makna firman Allah “maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah” salah seorang ahli tafsir yaitu Imam Al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan, “apabila kalian (umat Muslim) telah menunaikan shalat Jumat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi untuk berdagang, berusaha, dan memenuhi berbagai kebutuhan hidup kalian (mencari harta).”
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga pernah berkata kepada Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu ‘Anhu, “Sesungguhnya bila kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan, hal (itu) lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan kekurangan dan menjadi beban orang lain.” (Muttafaq Alaihi). Islam sebagai suatu agama tidak mengizinkan semua bentuk ketergantungan hidup kepada orang lain. Karena orang yang malas dalam bekerja akan menelantarkan keluarga dan meninggalkan kewajibannya dengan dalih tawakkal, sehingga hidupnya menjadi benalu yang selalu bergantung bagi orang lain dan keluarganya dalam kondisi kesusahan akibat perbuatannya tersebut. Orang yang beretika tidak akan rela kehilangan harga dirinya hanya karena kemalasan dengan perisai kata-kata tawakkal yang dibaliknya dipenuhi dengan perilaku kemalas-malasan sehingga menjadi gelandangan atau pengemis.
Rasulullah SAW memberikan jaminan surga bagi orang-orang yang mampu memelihara diri dari meminta-minta yang mencerminkan sikap ketergantungan kepada orang lain. Dari Tsauban Radhiyallahu ‘Anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ تَكَفَّلَ لِيْ أَنْ لاَ يَسْأَلَ النَّاسَ شَيْأً أَتَكَفَّلَ لَهُ بِالْجَنَّةِ فَقُلْتُ أَنَا فَكَانَ لاَ يَسْأَلُ أَحَدًا شَيْأً
Artinya: “Barangsiapa yang bisa menjaminku untuk tidak meminta-minta suatu kebutuhan apapun kepada seseorang, maka aku akan menjamin buatnya surga.” Aku berkata, ”Saya!” Maka ia selama hidupnya tidak pernah meminta minta kepada seseorang suatu kebutuhan apapun.” (H.R. Ahmad).
Dalam hadits lain Nabi Muhammad SAW juga bersabda:
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ { أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ : أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ ؟ قَالَ : عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ ، وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ } رَوَاهُ الْبَزَّارُ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِم
Artinya : Dari Rifa’ah bin Rafi’ R.A., sesungguhnya Nabi SAW ditanya: “apa pekerjaan yang paling utama atau baik ?” Rasul menjawab, “pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya dan setiap jual-beli yang baik” (H.R. Al-Bazar dan dibenarkan oleh Al-Hakim).
Dari kedua hadits diatas Rasulullah SAW menyeru kepada ummatnya bahwasannya kita harus berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup kita sendiri tanpa bergantung kepada seorangpun, kita sebagai seorang Muslim pada zaman modern ini dituntut untuk dapat hidup secara mandiri. Seorang Muslim yang baik di era modern ini harus berusaha hidup serba kecukupan, meninggalkan sifat kemalasan, semangat dan etos kerja tinggi dalam mencari nafkah, berdedikasi penuh dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, dan semangat bekerja dalam kesehariannya. Semua itu nilainya merupakan ibadah jika diniatkan untuk menafkahi keluarga atau menjamin masa depan anak agar kelak dapat hidup serba mandiri.
Berusaha dengan sungguh-sungguh sangat dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sebagaimana sabda beliau:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ ، اِحْـرِصْ عَـلَـى مَا يَـنْـفَـعُـكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَـعْجَـزْ ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَـيْءٌ فَـلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِـّيْ فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَـذَا ، وَلَـكِنْ قُلْ: قَـدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَـفْـتَـحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
Artinya: “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah Azza wa Jalla daripada Mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan. Bersungguh-sungguhlah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah (dalam segala urusanmu) serta janganlah sekali-kali engkau merasa lemah. Apabila engkau tertimpa musibah, janganlah engkau berkata: seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini dan begitu, tetapi katakanlah: ini telah ditakdirkan Allah, dan Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki, karena ucapan itu akan membuka (pintu) perbuatan setan.” (H.R. Muslim).
Pada era modern saat ini orang-orang yang hidup di era modern dan berpikir modern bahkan terkadang saking lebih takutnya akan kita ini kehilangan pekerjaan hingga kita berani melewatkan shalat Subuh, shalat Dhuhur, shalat Maghrib, dan sebagainya. Semoga Allah SWT selalu menjauhkan diri kita dari sifat hasad (iri dan dengki), saling bermusuhan, berprasangka buruk, sombong, dan juga suka mengadu domba dalam mencari harta dan bermuamalah dengan orang lain. Saat ini sampai dimanakah hidup kita? Semoga kesibukan apapun dalam kehidupan dan diri kita tidak mengalahkan kepentingan akhirat dan kita selalu dapat mempersiapkan kehidupan akhirat dengan beramal shalih dalam sehari-hari. Semoga bermanfaat dan dapat menjadi refleksi bagi diri kita bersama kedepannya. Semoga kita semua selalu berada dalam lindungan Allah SWT, amin ya Rabbal Alamin.
Ditulis oleh: Abdul Hakim
Kelas: ES4
Jurusan: Ekonomi Syariah
Fakultas: Ekonomi dan Bisnis Islam
IAIN Jember.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H