Mohon tunggu...
Abdul Hafizh Alrasyid Siregar
Abdul Hafizh Alrasyid Siregar Mohon Tunggu... Konsultan - A medical enthusiast

A medical enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peraturan Pendidikan yang Kurang Terdidik

12 Agustus 2022   19:38 Diperbarui: 12 Agustus 2022   20:22 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pernahkah Anda berpikir (khususnya jika Anda laki-laki dan bersekolah dasar atau menengah di "Indonesia tercinta" ini) mengapa siswa laki-laki diharuskan berambut pendek?

Saya seseorang yang sensitif jika rambut saya diatur orang lain. Sekarang ini, jika saya berniat untuk pangkas, lalu sebelum itu seseorang juga mengomentari rambut saya, lalu menyuruh atau menyarankan pangkas. Saya akan batalkan niat untuk pangkas rambut! Itu karena saya tidak ingin dia merasa bisa mengatur penampilan kepala saya.

Itu tertanam kuat dalam diri saya sejak SMP. Salah satu motto saya adalah : "Kau bermasalah dengan rambutku, kau bermasalah denganku."

Fakta lain adalah saya menempuh pendidikan dasar dan menengah di Indonesia. Bisa Anda bayangkan rusaknya masa remaja saya?

Waktu SMA, setiap hari apapun itu, setiap detik, setiap menit ketika bersekolah adalah hari gerilya. Ya, menghindari perusuh yang merusak hari. Sekedar info, (terutama buat para perusuh yang cukup pintar untuk sadar bahwa dialah yang saya maksud) Anda tidak hanya merusak hari saya, Anda merusak hampir seluruh masa SMA saya, dan mental saya yang berbekas hingga sekarang. Jika nanti Dia berkata bahwa saya benar, saya akan menuntut Anda di pengadilan-Nya.

Pada waktu SMA juga, seorang guru mata pelajaran pernah bercerita di kelas kami bahwa saat dia bertugas sebagai Pembantu Kepala Sekolah III, dia memotong rambut para siswa atas dasar peraturan Menteri Pendidikan yang mewajibkan siswa berambut pendek dengan rincian ini-itu. Bahkan dia menyebut siswa tidak boleh berjenggot namun boleh berkumis. Saya langsung berpikiran : "Dasar sekolah munafik. Katanya sekolah Islam, tapi mengikuti peraturan tidak boleh berjenggot. Tidak boleh berjenggot? Hah? Gila sekali! Apa tidak sekalian saja tidak boleh sholat?"

Lalu, beberapa saat sebelum tulisan ini mulai dibuat, saya mulai mencari Peraturan Menteri yang dimaksud. Ternyata, tidak ada. Ya, TIDAK ADA. Hanya mitos. Saya merasa dibodohi selama lebih dari 10 tahun.

Saat saya mahasiswa, dunia saya berubah, rambut bebas asalkan rapi. Rapi disini tentu saja tidak identik dengan pendek ala 'Menteri Pendidikan' seperti kata si mantan Wakil Kepala Sekolah III. Kemudian, apa yang terjadi pada saya? Penyakit obsesif-kompulsif saya nyaris sembuh! Pertemanan saya meluas, dan prestasi akademik dan non-akademik saya melejit di kampus. Ya, melejit, dibandingkan masa SMA saya yang hancur lebur.

Pernah juga saya berpikir, ada pola waktu tertentu bagi laki-laki saat memanjangkan rambut.

Saat balita, terserah orangtuanya.

SD hingga SMA, pendek, entah dengan senang hati ataupun terpaksa.

Kuliah, jika program studinya memungkinkan, gondrong mendadak.

Namun, ada yang unik. Teman-teman saya mulai kembali berambut pendek saat pertengahan atau akhir studi diploma atau sarjana. Saya berpikir, "Tidak adakah yang mau tetap gondrong seperti sebagian seniman? Mengapa hanya sebentar gondrongnya? Mengapa?" Lalu saya mendapat jawaban versi saya sendiri.

Saya adalah penyuka mata pelajaran biologi saat SMA. Saya diajar oleh guru-guru biologi yang hebat disana. Hebat. Kecuali jika beliau berubah jadi seorang perusuh yang mengurusi penampilan kepala orang lain. Nah, di pelajaran biologi saya belajar bahwa kelenjar keringat laki-laki lebih banyak daripada perempuan. 

Maka dari itu saya mencapai kesimpulan bahwa jika ada laki-laki dan perempuan yang mempunyai rambut yang sama panjang dan tinggal di iklim yang sama, maka si laki-laki akan lebih sering keramas, lebih sering ketombean, dan lain-lain. Intinya, lebih ribet dari perempuan itu sendiri. Belum lagi, sekarang ini harus tambah repot karena masih banyak orang-orang berpikiran sempit yang suka melabeli orang berdasarkan rambutnya.

Jadi inti soal bahasan kelenjar keringat dan rambut panjang adalah : Anda tidak perlu takut semua siswa akan gondrong jika peraturan jelek itu dicabut ke akarnya. Mungkin ya, semua siswa akan gondrong. Tapi banyak orang pintar akan menjamin bahwa itu tidak berlangsung lama. Tanya saja mereka satu persatu atau buat polling. Karena itu sudah terbukti di institusi pendidikan tinggi tanah air, bahkan di luar negeri.

Ya, bahkan di luar negeri. Tentu kita melihat yang rankingnya jauh diatas Indonesia. Yang medali emasnya lebih banyak dari Indonesia. Yang penemuannya lebih banyak dan lebih diaplikasikan daripada Indonesia. Apa Anda bisa garansi mereka semuanya berambut pendek? Apa Anda yakin Einstein dan kawan-kawannya bisa mencapai puncak kejayaannya jika rambut mereka diatur-atur? Menurut saya, tidak. Anda boleh tertawa. Tapi Anda yang mengerti psikologi manusia dengan baik akan berpikir terlebih dahulu, sebelum tertawa atau setuju dengan saya.

Beberapa bulan lalu, saya membaca bahwa ada dua orang siswa, kakak-beradik asal Indonesia yang memborong medali emas di olimpiade di luar negeri. Mereka berfoto sangat bagus dengan jas, medali, dan bendera tanah air kita tercinta. Rambut mereka? Panjang dan rapi ala siswa di Jepang. Bukan yang menyentuh telinga sedikit saja langsung dipangkas gurunya.

Disini saya bukan berniat menghina para guru. Ayolah, dapat julukan profesi dengan embel-embel "tanpa tanda jasa" sudah parah sekali. Seharusnya Anda dan banyak dari teman-teman Anda dapat medali dari Presiden Republik Indonesia! Tentu saja tidak bagi Anda yang termasuk dalam golongan perusuh yang bakat penata rambutnya tidak kesampaian.

Anda tahu tidak, rambut orang lain adalah milik orang lain. Bukan milik saya, bukan milik Anda, bukan milik sekolah tempat Anda mengajar, dan bukan milik Kementerian Pendidikan. Setahu saya, itu semua tersirat di Undang-undang negara ini. Negara ini negara hukum, bukan?

Oh iya, satu bahasan lagi. Saya sebenarnya setuju jika ada peraturan panjang-pendek rambut, tetapi harus logis dan dirincikan. Misalnya, jika mau rambut panjang diwajibkan dirawat dan tetap rapi (dengan diikat, misalnya). Juga diterapkan di institusi-institusi tertentu. Seperti contohnya di TNI dan Polri. Para petugas lapangan akan sulit dan kerepotan menjalankan tugasnya jika berambut panjang. Repot sekali kan kalau rambut petugas dijambak oleh kriminal yang melawan? Bahkan, yang perempuan saja panjang dan gaya rambutnya diatur. Nah begitu dong, selain logis, juga menerapkan keadilan gender.

Ayolah, siswa laki-laki jika punya rambut panjang, jika dia merawatnya, pasti kerepotan kok. Tidak perlu ditambah repot oleh Anda. Kalimat barusan untuk Anda yang ingin melestarikan 'Peraturan Menteri' diatas.

Para guru baik, berpikiran terbuka, yang saya hormati. Saya percaya suatu saat nanti pendidikan di negara kita akan jauh lebih baik, dan sangat mungkin, Anda ada di dalamnya. Teruslah mengabdi. Teruntuk Anda semua, para guru-guru saya yang saya sukai maupun tidak, (kecuali bagi Anda yang pernah merusak hari saya, apalagi merusak kehidupan SMA saya) saya ucapkan terima kasih. Mungkin tulisan inilah salah satu balasan kecil saya untuk pengabdian besar Anda. Demi pendidikan Indonesia yang lebih baik.

"Sungguh beruntung orang-orang yang hidupnya lebih baik dari hari kemarin."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun