Bila segelintir orang mengklaim, bahwa pesantren penyemai bibit terorisme, maka bisa dipastikan mereka tak pernah membaca sejarah secara holistik, apalagi melakukan riset secara radikal terhadap pesantren-pesantren di negeri ini.
Link Bagian 1: https://analisnews.co.id/2021/06/membunuh-karakter-pesantren-dengan-isu-radikalisme-bagian-1.html
___ Lanjutan bagian 1 ____
Belakangan muncul polemik perihal pelarangan guru agama asing mengajar di Indonesia. Ini tercantum dalam regulasi revisi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 40 tahun 2012, tentang Jabatan-jabatan yang tertutup bagi TKA.
Tak heran peraturan tersebut menuai banyak kecaman dari banyak lembaga, khususnya pesantren dan madrasah, yang masih sangat membutuhkan guru agama asing yang mumpuni dalam bidangnya, misalnya guru Bahasa Arab.
Di satu sisi, hal tersebut sangat kontradiktif dengan visi misi pendidikan Islam. Pada sisi lain, karena Indonesia pun telah terikat perjanjian dengan negara Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Salah satunya mengenai pertukaran guru itu sendiri (Republika, 5/1/2015:21).
Â
Pesantren dan NKRI
Sejatinya tak usah diragukan lagi, bahwa semua pihak termasuk umat Islam (pesantren) sangat mengutuk radikalisme. Justru dalam sejarah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tak lepas dari jasa-jasa para kyai dan santri yang memiliki nawacita yang segaris lurus dengan perjuangan melawan kolonialisme.
Mengapa pesantren konsisten dengan NKRI? Sebab, sistem pendidikan sejalan dengan konsep negara demokrasi (al-musyawarah), sebagai metode (al-manhaj) untuk mencapai tujuan (al-ghayah) keadilan dan kesejahteraan bersama (Sesuai sila ke 4 & 5 Pancasila).