Memasuki Pilkada DKI Jakarta putaran kedua yang pelaksanaannya hanya tinggal menunggu hitungan hari, berbagai dinamika politik dijumpai dalam pertarungan kandidat mencari simpati pemilih.
Salah satu yang menarik adalah, janji-janji politik para kandidat yang disampaikan dalam bentuk program jika ia terpilih menjadi Gubernur. Seperti yang menjadi pembicaraan hangat saat ini terkait janji politik Anies-Sandi yang akan menyediakan rumah murah untuk warga Jakarta.
Program ini banyak disoroti oleh masyarakat, pengamat, maupun pelaku usaha properti yang menilai program tersebut tidak realistis. Beberapa alasan kuat menyebutkan, jumlah warga DKI yang memiliki penghasilan rendah tentu tidak sedikit yang dinilai layak mendapat rumah tersebut.
Selain itu, ketersediaan lahan kosong yang ada di Jakarta juga sangat terbatas, ditambah lagi dengan harga jual tanah yang sangat tinggi. Jika Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI digunakan untuk melakukan subsidi atas penyediaan rumah tersebut, berapa kemampuan yang dimiliki oleh APBD DKI ntuk melengkapi kebutuhan rumah bagi warga yang jumlahnya banyak sekali.
Akhirnya banyak pihak yang menilai program ini sangat tidak realistis dan dianggap hanya menjadi pemanis janji kampanye belaka dalam rangka mencari dukungan warga. Anggapan itu tentunya tidaklah berlebihan, karena calon maupun tim sukses belum dapat menjelaskan dengan rinci terkait program itu dilaksanakan. Penjelasan rinci yang dimaksud adalah, bagaimana program itu dilaksanakan, siapa yang melaksanakan, dimana dilaksanakan, dan lain sebagainya.
Jika melihat kepadatan penduduk Jakarta yang setiap waktu terus mengalami peningkatan seperti yang dapat dilihat bersama, hampir ruang kosong (tanah kosong) dalam jumlah besar  sulit dijumpai. Kecuali dipinggir Jakarta, seperti Bekasi, Depok, Tangerang, dan Bogor. Namun daerah tersebut sudah masuk dalam wilayah Provinsi tetangga Jakarta.
Dalam kondisi seperti ini, hunian vertikal menjadi logis untuk disediakan seperti yang sudah dilakukan oleh pasangan Ahok-Djarot saat menjabat sebagai Gubernur DKI dengan membangun rusun dalam jumlah besar untuk masyarakat kelas bawah. Karena hunian vertikal dapat memaksimalkan tanah terbatas dengan perolehan jumlah hunian yang banyak.
Tentunya tidak salah jika kita berharap kepada pasangan pasangan calon untuk memberikan janji-janji politik yang lebih terukur kepada warga Jakarta. Bukan janji manis yang enak didengar tapi akan sulit untuk direalisasikan.
Dalam setiap janji yang kita ucapakan, terdapat pihak yang berharap atas janji tersebut. Jangan sampai kita memberi harapan-harapan indah namun palsu. Sudah terlalu lelah warga menerima janji-janji namun minim realisasi. Sebagai orang yang beragama tentu paham betul pentingnya menunaikan janji yang pernah terucap untuk ditempati.
Sebaiknya warga Jakarta benar-benar dapat melihat dan mengukur janji-janji politik para Calon Gubernur, logis atau tidak untuk dijalankan. Jangan mudah tertipu, jika perlu tanyakan bagaimana ia bisa melaksankan janji tersebut. Sebab, tidak terlalu baik jika setelah Pilkada nanti warga menyesal telah memilih pasangan tertentu karena dianggap ingkar janji.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H