Mohon tunggu...
Abdul Bukhori
Abdul Bukhori Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Sosiologi Fisip Unair

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengelolaan Konflik Keberagaman

21 Juli 2014   21:12 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:39 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengelolaan Konflik Keberagaman

Keberagaman merupakan keniscayaan dalam kehidupan sosial. Keberagaman dapat terwujud dalam tataran ide dan materi. Dalam kehidupan sosial, dijumpai keberagaman dalam bentuk pemikiran dan bentuk fisik. Manusia dalam berbagai sumber literasi dan sejarah pada hakikatnya diciptakan beragam. Keberagaman baik dalam wilayah struktur sosial, diferensi atas gender, suku, ras, maupun agama.

Keberagaman akan berpotensi menimbulkan konflik. Konflik sosial di Indonesi cenderung didorong oleh keberagaman, terutama agama.  Laporan tahunan SETARA Institute mencatat Jawa Barat sebagai provinsi dengan pelanggaran kebebasan beragama tertinggi di tahun 2013, yakni sebanyak 80 peristiwa pelanggaran. Terdapat empat wilayah yang menjadi titik rawan terjadinya pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Jawa Barat, yakni: Kota Bekasi sebanyak 16 peristiwa, Kabupaten Tasikmalaya 13 peristiwa, Kota Bandung 11 Peristiwa dan Kabupaten Cianjur sebanyak 7 peristiwa.

Keberagaman dalam pandangan konflik bersifat fungsional. Konflik melihat keberagaman sebagai sumber daya yang perlu dikelola. Intoleransi atas nama agama dalam wilayah konflik bersifat fungsional. Intoleransi akan meningkatkan integrasi sosial pada kelompok yang sedang berkonflik. Dalam kasus Ahmadiyah di Bandung Provinsi Jawa Barat misalnya, integrasi sosial antar anggota jemaah Ahmadiyah akan semakin erat. Hal ini didasarkan atas persamaan nasib yang tertindas oleh oknum pelaku intoleran.

Dalam dimensi konflik Ahmadiyah, oknum pelaku intoleran dan jemaah Ahmadiyah perlu untuk saling bertatap muka. Fungsi lembaga sosial sebagai katup penyelamat memiliki peran sentral dalam hal ini. Oknum pelaku intoleran dan jemaah Ahmadiyah perlu  melakukan dialog yang difasilitasi oleh lembaga sosial, dalam hal ini negara. Negara mempunyai kewajiban untuk melindungi masyarakatnya sesuai dengan amanat deklarasi HAM (Hak Asasi Manusia) pasal 2 yang menyetakan “ setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam deklarasi ini dengan tidak ada pengecualian apa pun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun