Ada banyak cerita filosofis dan irfani daIam peristiwa isra mikraj. Tentang apakah yang diperjalankan adalah ruh + raga Rasul Saw, atau hanya ruh beliau saja. Apakah perjalanan tersebut mungkin, atau mustahil. Dan seabrek masalah-masalah lain.
Bagi saya, yang penting tuk diketahui dari peristiwa agung tersebut adalah;
PERTAMA
Isra mikraj adalah perjalanan lintas fisik; dari alam fisik menuju alam metafisik, lalu kembali ke alam fisik. Dalam bahasa Sadrian, safar minal khalq ilal haq, wa minal haq ilal khalq. Hal ini merupakan cermin ketinggian kualitas diri Rasul Saw.
Rasul Saw adalah satu-satunya ciptaan yang sampai pada level tertinggi kesempurnaan yang mungkin dicapai oleh ciptaan. Dengan kata lain, level tertinggi kesempurnaan yang mungkin bagi ciptaan, telah dan hanya dicapai oleh Rasul Saw. Sebuah level kesempurnaan yang dilukiskan Quran dengan level 'dekat, atau lebih dekat lagi' (An-najm, ayat 8). Itulah level yang malaikat sekelas Jibril pun tak mampu menjangkaunya.
Atas dasar ini, seorang arif mengatakan, Rasul Saw berhasil membentuk dirinya menjadi manifestasi yang awal dan yang akhir Tuhan (huwa awwalu wal akhiru). Yakni, Rasul Saw baik dari sisi awal nuzuli (gerak menurun), maupun sisi akhir shu'udi (gerak menaik), adalah ciptaan yang paling dekat dengan Tuhan.
Dari sisi awal, Rasul Saw adalah ciptaan yang paling dekat dengan Tuhan. Sebab, beliau adalah awwalu ma kholaqollah (emanasi pertama Tuhan). Dari sisi akhir, Rasul Saw juga paling dekat dengan Tuhan. Alasannya, beliaulah satu-satunya ciptaan yang sampai pada level 'dekat dan lebih dekat lagi'. Dengan ini, Rasul Saw adalah perwujudan inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. Lillahi adalah awal, ilaihi rojiun adalah akhir. Dialah Rasul Saw.
KEDUA
Poin kedua yang tak kalah pentingnya yaitu, sabda Nabi Saw; sholat adalah mikraj. Tentu, yang dimaksud dengan mikraj bukan hanya sholat. Tapi, setiap syariat adalah mikraj, adalah perjalanan jiwa menuju Tuhan. Sholat adalah perwakilan semua syariat. Persis ketika Tuhan mengatakan, kalian semua adalah fakir (Al-fatir, 25). Tentu, yang dimaksud bukan hanya manusia, tapi semua ciptaan adalah fakir. Manusia adalah contoh atau perwakilan semua ciptaan.
Dengan ini, dipahami bahwa mikraj adalah semua tindak harmonisasi. Sebab, pelaku harmonisasi adalah dia yang raganya bergerak di alam duniawi, namun jiwanya terbang melintasi alam ukhrawi, menuju level kedekatan dengan Tuhan. Pelaku harmonisasi adalah dia yang menempuh perjalanan isra mikraj; perjalanan dari fisik menuju metafisik, lalu kembali turun ke fisik. Sekembali dari alam metafisik, ia adalah manusia 'langit' yang berjalan di 'bumi'.
Walhasil, sholat (syariat) adalah mikraj, adalah perjalanan, penyaksian dan perjumpaan. Yakni, sholat adalah 'jalan tol' menuju alam ghaib, menyaksikan hakikat-hakikat keghaiban, hingga 'berjumpa' dengan Wujud Nirbatas, wujud yang ghoib dari yang ghoib (ghoibulguyub).
Kualitas sholat akan menentukan kualitas mikraj (perjalanan, penyaksian dan perjumpaan). Semakin berkualitas sholat, semakin hijab tersingkap, semakin jelas penyaksian, semakin dekat diri dengan Tuhan. Kualitas sholat setiap kita, dilihat dari apa yang kita saksikan dalam sholat.
Dikatakan, sholat dapat mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar (An-nahl, 90). Itu benar, jika kita bermikraj dalam setiap sholat, jika kita berjalan, menyaksikan dan berjumpa dengan Tuhan dalam sholat. Yakni, mereka yang berjalan dari alam fisik, menuju metafisik, lalu kembali ke fisik, tidak akan bertindak eksploitasi.
Jangan heran jika kebanyakan tindak eksploitasi dilakukan oleh oknum-oknum berhias agama. Sebab, mereka tidak bermikraj dalam sholat, mereka sekedar olahraga saja, bukan olahjiwa via olahraga. Dalam sholat, mereka tidak menyaksikan Tuhan, yang mereka lakukan dalam sholat adalah mengimaginasikan bidadari-bidadari. Mungkin.
*~Alfit Lyceum*
#salamharmonisasi
#filsafatharmonisasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H