Mohon tunggu...
Muhammad FuadAbdul
Muhammad FuadAbdul Mohon Tunggu... Freelancer - Unniversitas Prof. Dr. Hamka

Hobi saya bermain Skateboard

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Penistaan Agama dan Kekerasan atas Nama Agama dalam Perspektif Komunikasi Islam

9 Juli 2023   21:09 Diperbarui: 9 Juli 2023   21:39 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: BLOG HUKUM UNISBANK

Fenomena Penistaan Agama dan Kekerasan Atas Nama Agama Dalam Perspektif Komunikasi Islam Pada Media Massa Terkait Cyberbullying

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang multicultural, yakni masyarakat yang terdiri dari banyak suku, agama, budaya, dan adat istiadat yang cukup beragam. Oleh karena itu, kita sebagai rakyat Indonesia sudah seharusnya menjunjung tinggi budaya ketimuran dengan tetap menjaga tuturan lisan dalam hal berkomunikasi. Perkembangan teknologi dan informasi yang begitu pesat memberikan kemudahan bagi khalayak untuk berkomunikasi lewat media massa. Interaksi atau komunikasi yang dilakukan di media sosial hendaknya memperhatikan etika dan sopan santun agar terhindar dari permasalahan hukum yang diakibatkan oleh interaksi komunikasi tersebut.

MEDIA MASSA

Media massa sering kali diartikan sebagai matahari yang cahayanya menerangi dunia atau dapat dikatakan bahwa penyampaian pesan yang dilakukan oleh media massa masuk ke dalam kalbu manusia sehingga pencerahan diberikan. Hal tersebut yang membuat media massa kini memiliki keunggulan yang memiliki posisi yang sangat kuat di luar posisi masyarakat sehingga keunggulan tersebut sangat mampu dalam memengaruhi alam pikiran banyak khalayak. Keunggulan yang dimiliki media massa tersebut dalam memengaruhi khalayak membuat media massa menjadi lebih dari mampu dalam mengubah pemikiran masyarakat (Andrianti, 2017).

Dampak negatif yang ditimbulkan oleh sosial media terutama dalam hal cybercrime bersumber dari besarnya kemungkinan atau berpotensi pada setiap khalayak untuk meniru apa-apa yang disaksikan ataupun diperoleh dari media online tersebut, yang salah satunya adalah instagram. Pengenaan (exposure) terhadap isi media memungkinkan khalayak untuk mengetahui sesuatu isi media tersebut kemudian dipengaruhi oleh isi media itu sendiri.

CYBER BULLYING 

Cyberbullying adalah tindakan mengirim atau mengunggah teks atau gambar berbahaya atau kejam menggunakan internet atau perangkat komunikasi digital lainnya. Teks atau pesan yang mengandung bullying dapat disebarkan melalui e-mail, chatting group, instant messaging, web pribadi, blog, dan media sosial ataupun melalui pesan teks atau pesan gambar digital melalui perangkat elektronik. Berdasarkan pengertian cyberbullying yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa cyberbullying merupakan kekerasan psikologis atau teror sosial yang dilakukan seseorang melalui perangkat teknologi dan informasi di media siber (termasuk media sosial) terhadap orang atau kelompok or

Tindakan ini dimaksudkan untuk menista, memfitnah, menyebar kebencian dan keburukan di media sosial agar diketahui publik. Untuk lebih memfokuskan permasalahan, penelitian ini membahas salah satu bentuk kejahatan berbahasa berdasarkan SARA yang dilakukan para pengguna media sosial dalam melakukan interaksi komunikasi, yaitu cyberbullying bermutatan penistaan agama dan dampak hukum yang ditimbulkan dari tuturan tersebut  (Syahid et al., 2022).

PENISTAAN AGAMA DAN KEKERASAN ATAS NAMA AGAMA

Penistaan agama merupakan sebuah Tindakan atas penginaan atau penghujatan terhadap tokoh-tokoh suci, artefak agama, adat istiadat, dan suatu keyakinan atas agama yang hanya didasarkan pada pendapat pribadi atau diluar kompetensinya. Sepanjang tahun 1965-2017, di Indonesia mengalami 97 kasus penistaan agama yang mendapat sorotan media yang cukup intensif.

Sumber foto: BBC NEWS INDONESIA (BBC.COM)
Sumber foto: BBC NEWS INDONESIA (BBC.COM)

Pada sejarah kasus penistaan agama yang terjadi di Indonesia, hampir tidak ada satu pun pihak yang dapat bebas dari hukuman pidana. Salah satunya pada kasus dugaan penistaan agama yang menyeret calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Dimana kasus Ahok telah telah membuat ribuan umat muslim di Jakarta yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI) berdemonstrasi pada 14 Oktober dan 4 November 2016 lalu. Amien Rais menyebut kasus dugaan penistaan agama yang menyeret pertahanan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, berpotensi mengancam persatuan bangsa. 

Terkait hal itu, Amien meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk mengedepankan kepentingan bangsa yang lebih besar, caranya adalah dengan mengambil tindakan hukum yang tegas kepada Ahok. Sementara itu Kaporli Jenderal Tito Karnavian mengatakan, laporan dugaan penistaan agama masuk ketika Ahok berstatus sebagai peserta Pilkada. Dengan kata lain, laporan kasus yang dituduhkan terhadap Ahok seharusnya ditunda untuk ditindaklanjuti setelah Pilkada DKI usai. Namun, Tito menyatakan gelombang aduan masyarakat terhadap Ahok terbilang tinggi. Tekanan publik cukup besar sehingga polisi memutuskan untuk tindak lanjut penanganan perkara tersebut.

Di abad kedua puluh Masehi lalu, telah dilaksanakan, konferensi dunia mengenai agama dan perdamaian. Tujuan pelaksanaan konferensi itu agar mampu membangun iman agama-agama yang dapat menyejukkan dunia, seiring semakin menguatnya peningkatan (eskalasi) kekerasan global. 

Konferensi tersebut untuk pertama kali dilaksanakan pada tahun 1970 di Kyoto. Kedua berlangsung di Louvain pada tahun 1974. Konferensi ketiga bertempat di Princeton tahun 1979. Konferensi itu dihadiri sekitar 338 peserta dari 47 negara dari berbagai agama dan kepercayaan. Suatu upaya yang menunjukkan keseriusan untuk menghentikan atau paling tidak mengurangi kekerasan, khususnya yang diatasnamakan agama (Izad, 2016).

Kekerasan agama secara kultural sering bermula dari kognisi para pemeluknya sebagai capaian proses internalisasi yang dijalaninya sehingga memunculkan tafsir-tafsir dan asumsi-asumsi yang dapat mempengaruhi realisasi jasmani dan mental aktualnya berada di bawah realitas potensialnya. 

Sementara kekerasan struktural agama berupa terjadinya ketidaksamaan sedemikian rupa sehingga agama atau kelompok keyakinan dalam jumlah yang lebih kecil tidak hanya terhalangi dimensi potensialnya, tapi sudah berada di bawah batas minimum idealnya. Struktur tidak memungkinkan kelompok minoritas membangun kekuatan, mengorganisir kelompoknya, dan mewujudkan kekuasaannya, tapi struktur tersebut justru membuat mereka terpecah, disintegratif, tidak memiliki kekuasaan atas diri sendiri sehingga tampak terlalu lemah untuk menghadapi kekuatan yang lebih besar (Isnaini, 2017).

DAFTAR PUSTAKA

Andrianti, N. (2017). PERAN MEDIA MASSA NASIONAL DALAM POLITIK INTERNASIONAL.

Isnaini, A. (2017). Kekerasan Atas Nama Agama. Kalam, 8(2), 213. https://doi.org/10.24042/klm.v8i2.221

Izad, R. (2016). Fenomena Penistaan Agama Dalam Perspektif Islam Dan Filsafat Pancasila. PANGANGKARAN, Jurnal Penelitian Agama Dan Masyarakat, 1(November), 171--189.

Syahid, A., Sudana, D., & Bachari, A. D. (2022). Perundungan Siber (Cyberbullying) Bermuatan Penistaan Agama Di Media Sosial Yang Berdampak Hukum: Kajian Linguistik Forensik. Semantik, 11(1), 17. https://doi.org/10.22460/semantik.v11i1.p17-32

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun