Mohon tunggu...
Pendidikan Artikel Utama

Karakteristik Tafsir Al-Azhar

18 April 2015   16:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:57 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penafsiran Berhaluan Tasawuf

Tak sekedar sebagai tokoh elit dalam kenegaraan khususnya bagian keagamaan seperti MUI, Muhammadiyah dan yang lainnya. Namun, Hamka juga tidak mengenyampingkan persoalan hidup hakiki, yakni masalah pengamalan dan pengalaman sufistik. Maka dari itu, Hamka cenderung lebih menekankan nilai-nilai dan konsep tasawuf dalam tafsirnya. Tasawuf yang diterapkan Hamka lebih relevan dengan perkembangan zaman, sehingga sering dikenal dengan sebutan tasawuf modern.

Lihatlah penafsirannya dalam QS. an-Nisa’ ayat 49 berikut yang berhaluan tasawuf:

Tidakkah engkau lihat orang-orang yang membersihkan dirinya (menganggap dirinya bersih)? Bahkan Allah membersihkan siapa yang Dia kehendaki, dan mereka tidaklah akan dianiaya, walaupun sedikit.

Segala manusia tidaklah sunyi dari keburukan dan kekotoran. Sebab, dia manusia; penuh dengan hawa nafsu dan tidak lepas dari intipan syaitan. Olehkarenanya, orang yang mencoba mensucikan diri, mengatakan tak bersalah, bersih dari kesalahan bukanlah orang yang patut disebut jujur. Maka bersabdalah Tuhan:

“Tidakkah engkau lihat kepada orang-orang yang membersihkan dirinya?” (pangkal ayat 49)

Hamka (2005) dalam tafsir Al-Azharnya menyatakan bahwa ayat ini berupa pertanyaan, tetapi mengandung celaan kepada orang yang mencoba mengatakan dirinya bersih, tidak berdosa, tidak pernah bersalah. Dapat dipahami ketika Hamka menafsirkan ayat tersebut demikian, secara tersirat ia memahami bahwa manusia itu harus merasa punya dosa, dari pada merasa suci dan bersih dari dosa.

Dalam menafsirkan ayat itu, Hamka juga menyebutkan berbagai hadis yang berkenaan dengan larangan memuji diri dan mensucikan diri. Misalnya: Rasulullah SAW bersabda:

Hadis yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Bakrah. Dan satu hadis panjang dirawikan oleh Imam Ahmad dari Ma’bad Al-Jahni, diantaranya berkata Rasulullah SAW: “Sekali-kali janganlah kamu memuji-muji, karena itu sama dengan memotong leher yang dipuji itu

Bahkan Sayyidina Umar pernah mengatakan: “Kalau ada orang yang mendabik dada mengatakan dia Islam sejati, tandanya dia masih kafir. Barangsiapa yang mengatakan dia segala tahu (‘alim), tandanya dia bodoh. Barangsiapa yang mengatakan dia masuk surga, tandanya dia akan jadi ahli neraka.”

Penafsiran yang Melibatkan Penggunaan Karya Sastra

Ketika Hamka menafsirkan QS. an-Nisa ayat 21:“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat”.

Hamka menafsirkan ayat diatas mulanya dijelaskan bahwa dizaman modern ini sebagian orang yang hendak mendirikan rumah tangga atau hendak menikah telah mengikat janji terlebih dahulu, sebelum terjadi pernikahan. Kedua lawan jenis (perempuan dan laki-laki) telah melaksanakan janji yang telah dipadu. Perempuan dengan senang hati dan hati syukur menerima ungkapan cinta dari calon mempelai pria. (Hamka, 2005: 390)

Dengan senang hidupnya dengan kedua ayah-bundanya, sekarang hidup yang demikian dilepaskannya, karena ingin hidup yang lebih berbahagia dengan calon suaminya. Badan dan nyawalah yang diserahkannya kepada suaminya:

Bila runtuh kota Madinah

Papan di Jawa beta tarahkan;

Jika sungguh bagai dikata,

Badan dan nyawa beta serahkan...!

Selain mencantumkan syair mengenai keharmonisan dalam rumah tangga, Hamka juga mengutip syair dari Sayid Rasyid Ridha yang membahas mengenai kasus perceraian dalam rumah tangga. Di syair ini menggambarkan suasana perceraian yang amat menyedihkan:

Telah pernah kita selapik seketiduran berdua,

Tak ada orang ketika di antara kita.

Laksana dua ekor burung merpati, sama bertengger,

Atau laksana dua dahan berpalun.

Apakah sesudah pertemuan yang begitu mesra,

Dan kasih telah tertumpah keseluruhannya.

Apakah panas, engkau tinggalkan daku

Seorang diri, begitu sunyi...

Begini sepi...!

Hamka mencantumkan pula pantun talibun daerahnya yaitu Minangkabau, yang dipantunkan oleh seorang istri yang diceraikan suami, hanya karena si suami ingin mencari yang baru:

Dahulu ramai pekan Ahad,

‘rang jual talang kami beli,

‘rang jual ke Bukittinggi,

Kiri disuruh buah pala,

Alangkah rimba padi Jambi...

Dahulu kata mufakat,

Bukit ‘lah sama kita daki,

Lurah ‘lah sama diterjuni.

Kini diganjur surut saja,

Alangkah hiba hati kami...!

Demikian itu beberapa syair dan pantun yang dicantumkan Hamka dalam karya tafsirnya. Beberapa dari syair atau pantun yang ada bahkan mencirikan keindonesiaan, yakni dengan fakta adanya kata-kata pantun dari Minangkabau dan lain sebagainya.

Penafsiran Hamka yang bercirikhaskan keindonesiaan:

Di dalam Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka, nuansa Minangnya tampak sangat kental. Sebagai contoh ketika Buya Hamka menafsirkan surat ‘Abasa ayat 31-32, yaitu sebagai berikut:

Artinya: “Dan buah-buahan serta rumput-rumputan (31) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu (32)”.

Buya Hamka menafsirkan ayat di atas dengan: “berpuluh macam buah-buahan segar yang dapat dimakan oleh manusia, sejak dari delima, anggur, apel, berjenis pisang, berjenis mangga, dan berbagai buah-buahan yang tumbuh di daerah beriklim panas sebagai pepaya, nenas, rambutan, durian, duku, langsat, buah sawo, dan lain-lain, dan berbagai macam rumput-rumputan pula untuk makanan binatang ternak yang dipelihara oleh manusia tadi”.

Dalam penafsirannya itu terasa sekali nuansa Minangnya yang merupakan salah satu budaya Indonesia, seperti contoh buah-buahan yang dikemukakannya, yaitu mangga, rambutan, durian, duku, dan langsat. Nama buah-buahan itu merupakan buah-buahan yang tidak tumbuh di Timur Tengah, tetapi banyak tumbuh di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun