pendidikan adalah gerbang untuk mencapai kesuksesan duniawi semata atau hanya sebagai symbol status sosial. Akibatnya, doktrin yang ditanamkan oleh orang tua kepada anak-anaknya seringkali terbatas pada pesan seperti: "Nak, sekolah yang pintar agar nanti kamu bisa jadi dokter, teknokrat, TNI, polisi, atau profesi duniawi lainnya." Pendidikan pun seolah-olah hanya dianggap sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan pasar industri. Padahal, esensi dari pendidikan tidak hanya sebatas memahami dan menguasai bidang keduniaan, tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana Pendidikan dapat membentuk manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Â Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, dan bermartabat.
Banyak di antara kita, khususnya para orang tua, menganggap bahwaTujuan ini yang sering dilupakan oleh para pendidik dan peserta didik, sehingga masing-masing berlomba untuk mencetak prestasi dari sisi akademik namun lupa dalam pembinaan karakter (Aqidah dan akhlak). Mungkin pinter "iya", namun beradab "tidak". Pada akhirnya kita banyak menyaksikan sebuah pemandangan yang mengenaskan seorang yang memiliki gelar berentet, jabatan tinggi namun gemar melakukan tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme, pangkat tinggi namun tidak kenal siapa Tuhannya sehingga pola hidupnya seperti binatang ternak; cari makan, makan, tidur, buang air, kawin, main, begitu terus dalam kesehariannya, tanpa memperdulikan kewajibannya sebagai seorang hamba Tuhan. Orang tua risau jika anaknya tidak dapat pekerjaan, tidak dapat jabatan, tidak punya rumah dan mobil, namu tidak risau jika anaknya bekerja dari hasil nepotisme, tidak risau jika anaknya menduduki jabatan dari hasi kolusi, tidak risau jika anaknya puya rumah dan mobil dari hasil korupsi.
Maka dapat disimpulkan awal mula terjadinya kerusakan ditengah-tengah manusia saat ini dikarenakan paradigma yang salah ditengan-tengah masyarakat terhadap tujuan pendidikan. Maka perlu dijelaskan bagaimana kerangka berfikir yang benar tentang pendidikan, dan sebagai Muslim kita meyakini bahwa kebenaran hanyalah milik Allah semata maka hendaknya dalam menjelaskan paradigma pendidikan kita patut merujuk pada Al Quran atau firman Allah Ta'ala dan Hadits nabi yang merupakan bagian dari wahyu-Nya.
Pada hakikatnya ada dua tujuan Pendidikan bagi manusia yaitu;
- agar menusia memahami dalam beribadah kepada Tuhannya. Dalilnya adalah firman Allah pada QS. Surat Az-Zariyat Ayat 56 "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku."
- agar manusia dapat menjalankan tugasnya Sebagai khalifah di bumi dengan baik. Dalilnya tertuang pada QS. Al Baqrah ayat 30. Allah berfirman, "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".
Saya coba mengurai satu-persatu dari dua tujuan Pendidikan tersebut. Tujuan pertama, sejatinya manusia adalah seorang hamba yang diciptakan oleh sang Pencipta yaitu Allah Ta'ala. Ketika menusia menyadari jati dirinya sebagai hamba sahaya dan tujuan keberadaanya di dunia untuk mengabdi kepada Tuhannya maka segala prilakunya akan ia pusatkan hanya untuk Tuannya. Allah Ta'ala berfirman, "Katakanlah: sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam." (QS. Al-An'am: 162)
Sehingga apa yang menjadi perintah dan larangan Allah dia laksanakan dengan penuh kesadaran. Namun sayangnya manusia lahir ke dunia bukan langsung menjadi sosok yang sadar; paham akan jati diri dan tugasnya. Melainkan berawal dari setets mani, kemudian bertransformasi menjadi segumpal darah, lalu setelah 80 hari Kembali bertransformasis menjadi segumpal daging selama 40 hari setelah itu baru Allah perintahkan malaikat untuk meniupkan ruh kedalamnya dan pada saatnya setelah Sembilan bulan lahirlah manusia ke dunia dengan membawa memori kosong, belum terisi apapun sehingga belum sempurna akalnya. Allah Ta'ala berfirman, "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur." (QS. An Nahl : 78)
Maka tugas orang tua sebagai fasilitator Pendidikan yang kelak akan diaudit oleh Allah terhadap tanggung jawabnya untuk mentransfer ilmu kepada anak yang telah ia lahirkan. Mengisi memori yang kosong, dengan memperkenalkan jati dirinya seorang hamba, memperkenalkan Tuhannya melalui segala aspek ciptaannya dan segala kekuasaannya, lalu kenalkan ia kepada Nabinya sebagai sosok teladan dalam ia menjalani kehidupan, dan juga agamanya sebagai keyakinan yang harus ia pegang tegus sampai kembali kepada Tuhan (wafat). Lalu setelah anak tumbuh menjadi mumayyiz (usia 7 tahun) orang tua memberikan Pendidikan lanjutan dengan mengajarkan kepada anaknya tentang kewajibannya sebagai hamba Allah; bertauhid, shalat lima waktu, puasa dibulan Ramadhan, membayar zakat dan haji, serta halal-haram, targhib wat tarhib (pahala dan ancaman) dan juga mengajari sekaligus memberikan contoh tentang adab serta akhlak yang baik. Hal itu terus diajarkan sampai dengan mereka manusia dimasa baligh dan pastikan telah tertanam pada diri si anak 3 pilar ubudiyah: Khauf (takut kepada Allah), raja' (harap atau bertawakal kepada Allah) dan hub (cinta kepada Allah), tigal hal inilah yang akan menjadi benteng dalam ia mengarungi bahtera kehidupan menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa serta berakhalk mulia. Setelah baligh orang tua berubah sebagai supervisor bagi anak, dengan mengarahkan, dan mengawasi perkembangan anak, baik dalam aspek aqidah, ibadah, moral, maupun sosial. Sampai terbentuklah anak itu menjadi manusia yang memiliki karakter beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia. Dan ketauhilah Ketika manusia konsen dalam beribadah kepada Allah maka bukan hanya kebaikan akhirat yang ia dapatkan melainkan juga akan berpengaruh terhadap kehidupan dunianya pula. Sebagaimana dijelaskan dalam Hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman, 'Wahai anak Adam!, beribadahlah sepenuhnya kepadaKu, niscaya Aku penuhi (hatimu yang ada) di dalam dada dengan kekayaan dan Aku penuhi kebutuhanmu. Jika tidak kalian lakukan niscaya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan yang tiada arti dan tidak Aku penuhi kebutuhanmu (kepada manusia)".
Hadits ini cukup jelas benefit yang didapatkan bagi seorang yang konsen terhadap tugasnya sebagai hamba.
Kemudian tujuan yang kedua, Dimana manusia diberikan beban untuk mengelelola dunia beserta sumber daya alamnya dengan seimbang, demi kelangsungan hidupnya. Maka perlulah untuk mempelajari ilmu-ilmu dunia dimulai pada usia dini; belajar Bahasa negaranya, membaca, menulis, berhitung dasar. Setelah tumbuh dewasa barulah diajarkan tentang perkembangan ilmu seperti; biologi, kimia, fisika, Matematika. Dengan tujuan agar ia dapat menjadi khalifah yang memiliki kompetensi dalam bidangnya dan ini akan berdampak posisif pada kelangsungan hidupnya.
Jika kedua tujuan pendidikan ini diimplemantasikan maka InsyaAllah akan tercipta Masyarakat yang harmonis dan juga akan berdampak terhadap kestabilan negara dan dunia pada umumnya. Tidak ada Korupsi, Kolusi dan nepotisme, tidak ada aksi kriminal; pencurian, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, perzinahan, narkoba dan lain sebagainya. Karena manusia-manusianya telah menjadi manusia yang unggul, manusia yang berkarakter iman, bertaqwa dan berakhlak mulia.
Selain dari pada itu ketika manusia dapat mencapai dan mengamalkan tujuan dari Pendidikan tersebut maka dia akan memperoleh kemerdekaan lahir dan batin, kemerdekaan yang dimaksud adalah keselamatan dan kebahagiaan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara tentang tujuan pendidikan, beliau mengatakan bahwa Pendidikan itu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Dan disadari atau tidak kedua hal tersebut (keselamatan dan kebahagiaan) merupakan sesuatu yang dicari oleh manusia. Kedua hal tersebut merupakan jaminan yang Allah berikan kepada hambanya yang beriman. Allah berfirman dalam Surat Al-An'am Ayat 82, "Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk."
Sebagai penutup, artikel ini mengingatkan kita akan pentingnya meluruskan kembali tujuan pendidikan, agar tidak hanya berorientasi pada pencapaian duniawi semata, tetapi juga membentuk manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai spiritual dan moral dalam pendidikan, kita tidak hanya mencetak generasi yang cerdas secara intelektual, tetapi juga beradab, sehingga dapat menjalankan perannya sebagai hamba Allah dan khalifah di bumi. Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dan berkontribusi dalam mewujudkan masyarakat yang harmonis, bermartabat, dan diridhai oleh-Nya. Wallahu a'lam bishawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H