Sekali-kali gua mau nulis serius ah. Tulisan ini bisa banget dikoreksi, karena pemahaman gua dari penjelasan guru-guru gua juga masih cetek.
Gua mau nulis tentang 'Hawa Nafsu'. Sependek pengetahuan dari apa yang gua pelajarin, hawa nafsu terdiri dari dua kata (dari bahasa Arab); Hawa dan Nafsu.
Hawa = Keinginan
Nafsu = Diri/Jiwa
Jadi, Hawa Nafsu = Keinginan DiriÂ
Hawa nafsu (keinginan diri) bersifat liar, bebas, luas, tanpa batas dan tanpa tepi. Syariat atau hukum Fiqih yang memberi batasannya; antara halal dan haram.
Tiap orang bebas berkeinginan. Pengen kaya, pengen cakep, pengen temennya jatoh miskin, pengen ini dan itu. Banyak dah.
Sementara, hawa nafsu yang berkonotasi buruk, dari beberapa kitab karya Ulama yang dijelasin Guru gua, hampir selalu menggunakan diksi 'syahwat' (dari bahasa Arab). Di situ letak bedanya. Syahwat, udah pasti nafsu (keinginan) yang buruk.
Pembatas antara keinginan diri (hawa nafsu) disebut buruk, dan keinginan diri (hawa nafsu) disebut baik adalah syariat (Fiqih). Itu mutlak jadi pembatasnya.Â
Kalo sampe sini udah sama persepsinya, baru lanjut ke tingkatan-tingkatan keinginan diri (hawa nafsu).
Di kitab Sirojut Tolibin, keinginan diri (hawa nafsu) punya 7 tingkatan: