Mohon tunggu...
Aziz Baskoro Abas
Aziz Baskoro Abas Mohon Tunggu... Freelancer - Tukang Nulis

Doyan Nulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Move On" Cuma Ilusi?

23 Oktober 2019   16:46 Diperbarui: 23 Oktober 2019   16:52 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata move on hari-hari ini kian akrab di telinga. Kata move on juga sangat laku karena sering bersliweran di pasar social media, tapi sekaligus menjadi momok bagi kawla muda yang hubungannya kandas oleh orang ketiga, agama, restu mertua, atau visi yang tidak seirama.

Mirisnya, kata move on seolah menjadi legitimasi bagi kaum patah hati untuk berbuat sesuka hati. Seperti mengulas aib 'mantan' di media sosial, misalnya.

Move on itu apa, sih?

Pertama, move on bukan tentang orangnya. Tapi tentang kebiasaan yang dilakukan bersamanya.

Misalnya, hari-hari kita selesai beraktivitas, dia selalu menjemput. Namun setelah putus cinta, kebiasaan itu luput.

Atau, hari-hari yang biasanya tak perlu pusing mencari partner saat kondangan, namun setelah putus cinta, kelimpungan mencari gandengan, atau terpaksa pergi sendirian.

Memang sulit dibayangkan. Hari-hari selalu ada perhatian, kini hilang ditelan rembulan. Hari-hari selalu ada kata sayang, kini hilang diterjang gelombang. Hari hari selalu ada warna, kini hanya pekat yang menerpa.

Aktivitas hari-hari yang dulu dilalui telah menjadi memori usang. Dan perubahan drastis itu memerlukan waktu dan energi untuk kembali beradaptasi. Disitu letak move on yang hakiki. Bukan tentang orang, tapi tentang habitual.

Bukan tentang orang, tapi tentang habitual.

Blundernya, para barisan sakit yang tidak siap dengan kebiasaan baru, kerap mengakali. Mereka akan mencari sosok pengganti. Jadilah sosok pengganti itu menjadi bahan pelampiasan. Hanya untuk melampiaskan kebiasaan-kebiasaan yang dulu pernah dilkakukan. Jadi, aktivitasnya sama, hanya orangnya yang berbeda.

Aktivitasnya sama, hanya orangnya yang berbeda.

Apakah Move On Hanya Milik Kaum Muda?

Hei! Jangan salah. Move on tidak mutlak milik kaum muda, tapi juga kaum tua.

Kaum tua yang pensiun, akan menemukan fase move on dari kebiasaan selama puluhan tahun berada dalam dunia kerja atau usaha.

Oleh karena itu, ketika menjelang pensiun, banyak kaum tua yang mempersiapkan aktivitas pasca pensiun. Seperti ternak hewan, main burung, atau, memelihara tanaman (sebetulnya masih banyak). Dengan tujuan tidak gagap dan gugup menghadapi dunia baru.

Bayangkan, bila kaum tua yang biasanya bangun pagi untuk bekerja, lalu setelah pensiun, ia kelimpungan bangun pagi hendak berbuat apa.

Juga menurut Psikolog Klinis Liza M Djaprie, idealnya rata-rata orang membutuhkan waktu 30 hari untuk membuat suatu hal menjadi kebiasaan. Hal itulah yang menjadi effort, kebiasaan baru. Bukan sosok baru.

Ya, semua kepala pasti punya versi. Begitu juga aku yang memiliki opini. Opini tentang move on yang semakin hari kian mengernyitkan dahi.

Bagiku, move on hanyalah ilusi yang dibesar-besarkan. Tidak perlu pelampiasan. Hanya butuh penyesuaian terhadap kegiatan baru sebagai bukti dari kedewasaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun