Mohon tunggu...
Aziz Baskoro Abas
Aziz Baskoro Abas Mohon Tunggu... Freelancer - Tukang Nulis

Doyan Nulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dasar, Pengangguran!

2 Agustus 2019   14:40 Diperbarui: 2 Agustus 2019   15:34 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengangguran, alias tenaga kerja yang apes. Maksudnya belum mendapatkan lapangan kerja. Dia bagai mimpi buruk bagi siapa saja. Dia tak mengenal usia, juga tak mengenal status manusia. Sarajana maupun lulusan SMA, muda maupun tua, nganggur ya nganggur saja. Lantas, salah siapa semua ini?

  1. Salah pemerintah?
  2. Salah warga negara?
  3. Salah sistem?
  4. Salah perusahaan/penyedia lapangan kerja?

Padahal, dari jauh-jauh hari konstitusi negara sudah bilang, "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan," tegas UUD 1945, pasal 27 ayat 2.

Nah, dari pada ruwet, lebih baik kita coba bongkar satu per satu dari segala aspek.

Salah Pemerintah? Belum tentu.

Pemerintah telah berupaya keras meminimalisir penganggur. Buktinya? Tahun 2018 kemarin, pemerintah telah membuka lowongan CPNS secara besar-besaran. Lalu disusul oleh BUMN yang juga berlomba-lomba membuka lapangan kerja. Puluhan ribu pengangguran dilahap habis seketika dalam jangka waktu kurang dari setahun, hebat.

Dan konon katanya, bulan Oktober tahun ini, pemerintah juga kembali akan menggelar lowongan kerja calon 'Abdi Negara'. Siap-siaplah wahai para penganggur!

Belum lagi, program baru pemerintah berupa Kartu Pra Kerja. Walaupun secara tidak langsung kartu itu membuktikan bahwa pengangguran masih banyak, namun lagi-lagi, itu adalah bentuk upaya pemerintah dalam mengurangi kaum pengangguran.

Lantas kalau begitu, salah warga negara? Ya, tidak juga.

Buktinya? Oke, gue akan suguhkan data sekunder yang membuktikan bahwa warga negara juga telah pontang-panting mencari kerja. 

Di beberapa media sosial seperti Facebook dan Instagram, kalian bisa lihat langsung akun/grup yang berisikan tentang info lowongan kerja (loker). Lalu anda juga bisa lihat berapa banyak anggota grup (bila di Facebook), dan followers (bila di Instagram) dari akun tersebut. Dan anda juga bisa mendengar keluhan-keluhan mereka selama melamar kerja. Silahkan buka mata!

Belum lagi bila para penganggur mengadakan reuni. Mereka berbondong-bondong mendatangi, saling menyapa rekan se-profesi, di sebuah acara besar nan megah, yaitu job fair. Kalian bisa lihat berapa ribu orang berlomba-lomba mengemis lapangan kerja. Hei, buka mata!

Dari situ saja, sudah dapat dipastikan bahwa pemerintah belum memenuhi hak warga negara dalam memberikan pekerjaan dan penghidupan yang layak sepenuhnya. Hei, pemerintah! Muhasabah diri, antum.

Lah, terus salah siapa, dong? Salah sistem? Kemungkinan, iya. Mungkin juga tidak.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa kartu silaturahmi adalah sesakti-saktinya kartu di negara tercinta kita. Walaupun bentuk kartunya kasat mata, namun magisnya kerap membelalakkan mata. Misalnya, anda kenal si A, maka jalur anda akan mulus untuk masuk kerja.

Tapi, lagi-lagi tidak semua lapangan kerja seperti itu. Banyak perusahaan, instansi, dan lembaga, baik yang negri maupun swasta, mereka profesional dalam hal rekrutmen kerja. Transparansi rekrutmen mulai psikotes logika, wawancara, dan hal lainnya yang berkaitan dengan dunia kerja. Jadi, sistem dan budaya tak dapat disalahkan sepenuhnya.

Berarti salah perusahaan? Jelas, tidak. Perusahaan tidak pernah salah.

Setiap hari ratusan perusahaan menyediakan lapangan kerja. Mereka manjakan para tenaga kerja dengan seuguhan istimewa. Segala jenis pekerjaan telah tersedia bila para pelamar kerja ada setitik kemauan untuk mencarinya.

Tapi, saat dilihat, ternyata pengalaman harus tersemat. Saat hendak diseriusi, ternyata tinggi badan menjadi syarat. Saat ditegasi, ternyata penampilan menarik harus melekat. Lalu salahkah perusahaan? Ya, jelas tidak. Mereka punya standar dalam merekrut calon karyawannya.

Lantas, salah siapa, dong? 

Ya, tidak ada yang salah. Kurangi menuntut, perbanyak usaha!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun