Dari situ saja, sudah dapat dipastikan bahwa pemerintah belum memenuhi hak warga negara dalam memberikan pekerjaan dan penghidupan yang layak sepenuhnya. Hei, pemerintah! Muhasabah diri, antum.
Lah, terus salah siapa, dong? Salah sistem? Kemungkinan, iya. Mungkin juga tidak.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kartu silaturahmi adalah sesakti-saktinya kartu di negara tercinta kita. Walaupun bentuk kartunya kasat mata, namun magisnya kerap membelalakkan mata. Misalnya, anda kenal si A, maka jalur anda akan mulus untuk masuk kerja.
Tapi, lagi-lagi tidak semua lapangan kerja seperti itu. Banyak perusahaan, instansi, dan lembaga, baik yang negri maupun swasta, mereka profesional dalam hal rekrutmen kerja. Transparansi rekrutmen mulai psikotes logika, wawancara, dan hal lainnya yang berkaitan dengan dunia kerja. Jadi, sistem dan budaya tak dapat disalahkan sepenuhnya.
Berarti salah perusahaan? Jelas, tidak. Perusahaan tidak pernah salah.
Setiap hari ratusan perusahaan menyediakan lapangan kerja. Mereka manjakan para tenaga kerja dengan seuguhan istimewa. Segala jenis pekerjaan telah tersedia bila para pelamar kerja ada setitik kemauan untuk mencarinya.
Tapi, saat dilihat, ternyata pengalaman harus tersemat. Saat hendak diseriusi, ternyata tinggi badan menjadi syarat. Saat ditegasi, ternyata penampilan menarik harus melekat. Lalu salahkah perusahaan? Ya, jelas tidak. Mereka punya standar dalam merekrut calon karyawannya.
Lantas, salah siapa, dong?Â
Ya, tidak ada yang salah. Kurangi menuntut, perbanyak usaha!