Ajang kecantikan seperti; Putri Indonesia atau ajang-ajang sejenisnya, para aktris yang wara-wiri di televisi, secara tidak langsung turut mengalirkan stigma standar kecantikan wanita Indonesia. Karena untuk masuk ke dalam lingkungan tersebut, ada syarat mutlak yang harus dipenuhi. Walaupun ada syarat lain, tapi tetap ada syarat yang membatasi fisik.Â
Syarat-syarat itulah yang menjadi tolak ukur pertama, yang ujungnya menghasilkan kemunculan standar kecantikan.
Ketika syarat-syarat fisik tersebut tidak terpenuhi, maka banyak wanita yang rela menggelontorkan pundi-pundinya hanya untuk mengubah tampilan fisik. Bahkan ada yang sampai kecanduan.
Maka di sini lah dilematisnya kaum wanita, khususnya di Indonesia. Mereka mengutuk perilaku body shamming, tapi sekaligus mengalirkan stigma standar kecantikan. Di situ letak paradoksnya.
Maka, tidak heran jika perilaku body shamming sering terjadi di antara kaum wanita.
Baca : Alasan Mengapa Perilaku Body Shamming Kerap Terjadi Diantara Wanita
Logika sederhananya, jika ada wanita cantik, maka ada wanita jelek. Cantik maupun jelek, keduanya adalah kalimat yang mengkotak-mengkotakkan bentuk fisik.
Anehnya, mereka berontak ketika mendapat komentar negatif (ejekan) tentang bentuk fisik. Tapi menikmati ketika mendapat komentar positif (pujian) tentang bentuk fisik.
Padahal, standar kecantikan adalah pengkotak-kotakkan bentuk fisik. Sementara body shamming adalah pengutukan terhadap pengkotak-kotakkan bentuk fisik. Ini menjadi sangat dilematis.
Padahal, standar kecantikan adalah pengkotak-kotakan bentuk fisik. Sementara body shamming adalah pengutukan terhadap pengkotak-kotakan bentuk fisik.Â
Jika standar kecantikan fisik masih bergema, maka perilaku body shamming berpotensi akan terus ada.