Mohon tunggu...
Abdul Aziz
Abdul Aziz Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

bervespa menikmati alam dan tata ruang kota

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pasca di Pecat Jadi Kader, Kemana Jokowi Akan Berlabuh?

11 Desember 2024   18:55 Diperbarui: 11 Desember 2024   18:55 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://kumparan.com/kumparannews/gerilya-jokowi-setelah-tak-lagi-merah-244YZ3h3Rsd

Hubungan antara Jokowi dan PDIP merupakan hubungan yang kompleks dan penuh dinamika. Sebagai kader PDIP, Jokowi memulai karir politiknya dengan dukungan penuh dari partai tersebut, yang mengantarkannya menjadi Gubernur DKI Jakarta hingga akhirnya Presiden. Namun, seiring waktu, muncul ketegangan antara Jokowi dengan beberapa elit PDIP, terutama dalam soal kebijakan politik dan pengaruh internal partai.

Pemecatan Jokowi dari PDIP, meskipun tidak terjadi secara formal, lebih bisa dipahami sebagai jaraknya dengan garis kebijakan partai yang semakin terlihat. Beberapa kebijakan yang diambil Jokowi, seperti memperluas koalisi dengan partai-partai di luar PDIP dan keputusan-keputusan yang dinilai tak sejalan dengan visi PDIP, membuat hubungan ini memanas. Keputusan Jokowi untuk tidak selalu mengikuti arahan PDIP, serta ketegangan politik internal yang muncul, menciptakan ruang bagi perbedaan yang lebih besar, yang akhirnya memperjelas perbedaan antara keduanya.

Jokowi sudah menjalin hubungan politik yang luas, kemungkinan besar akan memilih partai yang memiliki visi serupa dengan kebijakannya dan yang mendukung stabilitas pemerintahannya. Beberapa partai yang bisa dipertimbangkan Jokowi untuk bergabung atau mendukung kebijakan politiknya adalah:

Partai Golkar, sebagai salah satu partai terbesar di Indonesia, Golkar memiliki pengaruh politik yang luas dan berpengalaman dalam berkoalisi. Golkar juga dikenal memiliki basis dukungan yang kuat di berbagai daerah dan sering menjadi partai yang berhubungan dekat dengan pemerintah, menjadikannya pilihan yang logis bagi Jokowi jika ingin memperluas koalisinya.

Kemudian Partai NasDem, NasDem telah lama menunjukkan loyalitas dan dukungan terhadap Jokowi, baik dalam pilpres maupun dalam kebijakan-kebijakan pemerintahan. Partai ini dikenal progresif dan mendukung reformasi, sejalan dengan agenda Jokowi untuk pembangunan infrastruktur dan ekonomi.

Ada juga Partai PKB, PKB memiliki hubungan yang baik dengan Jokowi, bahkan sudah menjadi bagian dari koalisi pemerintahan. Basis suara PKB yang kuat di kalangan Nahdlatul Ulama juga dapat memperkuat posisi politik Jokowi, mengingat kedekatannya dengan kalangan pesantren.
Alasan Jokowi memilih partai-partai ini, selain untuk memperkuat dukungan politik, juga karena mereka memiliki platform yang sejalan dengan visinya untuk kemajuan Indonesia dan stabilitas politik yang mendukung agenda pemerintahan.

Segala hal yang berkaitan dengan Jokowi tidak bisa dilepaskan dari perseteruannya dengan PDIP. Meskipun Jokowi memulai karir politiknya sebagai kader PDIP, perbedaan pandangan dan kebijakan yang semakin mencolok dengan partai tersebut semakin jelas terlihat sepanjang kepemimpinannya. PDIP, sebagai partai yang menaunginya, sering kali merasa terpinggirkan oleh keputusan-keputusan Jokowi yang lebih sering melibatkan koalisi luas di luar partai tersebut. Sementara itu, Jokowi, meskipun berasal dari PDIP, semakin mengedepankan kebijakan yang lebih independen dan tidak selalu sejalan dengan garis politik partai.

Perseteruan ini menciptakan ketegangan yang tak hanya berdampak pada hubungan pribadi antara Jokowi dan pimpinan PDIP, tetapi juga pada arah politik Indonesia. Kebijakan-kebijakan yang diambil Jokowi kerap dinilai tidak sejalan dengan arah yang ingin ditempuh oleh PDIP, menjadikan hubungan mereka semakin terfragmentasi. Sebagai hasilnya, meskipun Jokowi tetap mencatatkan keberhasilan dalam kepemimpinannya, bayang-bayang perseteruan dengan PDIP tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan politiknya.

Jokowi kini berada di titik yang membutuhkan rumah politik baru, mengingat dinamika hubungan yang semakin tegang dengan PDIP. Dengan semakin jelasnya perbedaan arah politik, Jokowi perlu mencari kekuatan politik yang lebih sejalan dengan visinya, terutama dalam mengimplementasikan kebijakan tanpa terikat oleh struktur internal PDIP yang cenderung konservatif.

Namun, untuk dapat bergerak bebas, Jokowi juga memerlukan partai atau koalisi yang berani melawan dominasi PDIP. Dalam konteks ini, kekuatan politik yang mampu mendukung kebijakan-kebijakan reformis dan berani mengambil jarak dari PDIP sangat dibutuhkan, guna menghindari stagnasi politik yang terjadi akibat tarik-menarik kepentingan dalam partai. Sebuah rumah politik baru yang lebih fleksibel dan independen bisa memberi ruang bagi Jokowi untuk mewujudkan agenda perubahan yang lebih progresif, tanpa terhalang oleh kepentingan politik partai yang mungkin tidak lagi relevan dengan visinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun