Mendapatkan vaksin adalah hak dasar setiap manusia. Kesehatan merupakan bagian dari hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan oleh negara. Amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah menjamin itu semua. Negara wajib mencintai rakyatnya yang secara tidak langsung harus juga melindungi populasi.
Vaksin dan vaksinasi adalah dua hal yang berbeda. Jika vaksin adalah zat antigenik yang digunakan untuk menumbuhkan dan menghasilkan kekebalan terhadap suatu penyakit, maka vaksinasi adalah proses pemberian vaksin.
Perlu diketahui, vaksinasi adalah metode paling tepat dan efektif untuk mencegah penyakit menular. Jika Anda atau orang lain, ada yang anti vaksin atau tidak mau melakukan vaksinasi karena alasan tertentu, itu merupakan hal yang tidak masuk akal.
Setiap negara tentu berbeda dalam melakukan manajemen vaksinasi. Sebenarnya, Indonesia telah memiliki aturan sendiri. Peraturan Menteri (PM) Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017, telah mengatur tentang penyelenggaraan imunisasi yang merupakan proses pemberian vaksin.
Undang-Undang (UU) No.4 Tahun 1984, juga mengatur tentang wabah dan penyakit menular. Dalam peraturan tersebut, negara wajib melaksanakan pencegahan dan pengebalan.Â
Tindakannya adalah memberi perlindungan kepada orang-orang yang belum sakit, akan tetapi mempunyai risiko untuk terkena penyakit. Bagi yang sakit atau pernah tertular juga wajib dilindungi.
Nah, secara aspek sosiologis dan yuridis negara secara tidak langsung sudah berkewajiban untuk memberikan vaksin gratis. Jadi, kalau pemerintah memaksakan vaksin harus berbayar, itu tindakan yang bertentangan dengan hak asasi manusia dan dasar negara.
Mengurus negara berat sekali ya? Sudah jelas, siap menjadi pejabat berarti juga siap rela berkorban banyak hal. Mulai pemerintah pusat sampai level akar rumput memang berat tanggung jawabnya. Maka dari itu, pejabat memang harus punya mental pemimpin yang melayani dan mengayomi rakyatnya.
Sebagai rakyat, kita juga harus kritis. Jangan apatis dan antipati terhadap situasi kondisi bangsa. Berikan kontribusi positif dan kritik-kritik produktif yang membangun. Jika harus menjadi oposisi, jadilah opsisi yang bermanfaat. Bukan membuat gaduh suasana dan tidak bertanggung jawab.
Kewajiban negara juga melindungi populasi. Dalam konteks wabah penyakit menular, negara wajib menekan angka kematian dan dampak sekecil mungkin yang disebabkan oleh penyakit tersebut.Â
Ini bukan soal negara berperan sebagai Tuhan. Tidak seperti itu, negara memang harus berusaha secara maksimal untuk menekan dampak negatif dari pandemi. Mulai dari dampak kematian, ekonomi, sosial dan budaya.
Pengendalian terhadap suatu wabah, juga menjadi tanggung jawab negara dalam rangka melindungi rakyatnya. Maka dari itu ada protokol kesehatan yang wajib ditaati oleh seluruh rakyat termasuk pejabat.
Hari ini dapat saya sampaikan bahwa vaksin Covid-19 untuk seluruh warga masyarakat adalah GRATIS. Dan saya akan menjadi yang pertama menerima vaksin.
Tidak ada alasan masyarakat tidak mendapatkan atau meragukan keamanan vaksin. pic.twitter.com/BnSbbkq3Zj--- Joko Widodo (@jokowi) December 16, 2020
Saat tulisan ini dibuat, bersamaan dengan pandemi Covid-19 sedang melanda dunia. Tak terkecuali Indonesia. Presiden telah mengumumkan bahwa vaksin Covid-19 akan diberikan secara gratis untuk rakyat Indonesia dan ia juga menjadi orang pertama penerima vaksinasi.
Memang sudah seharusnya negara memberikannya secara gratis. Bahkan, sejak awal pandemi seharusnya ini sudah dipikirkan dan diumumkan kepada rakyat. Tapi, tak masalah. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Patut kita apresiasi.
Jika vaksin gratis, semua rakyat bisa mendapatkan fasilitas tersebut. Cakupan pemerintah dalam melindungi rakyat akan semakin luas. Secara tidak langsung kebermanfaatannya juga besar.Â
Ingat, penduduk yang sehat akan meningkatkan produktivitas. Selain itu ekonomi juga akan kembali perlahan normal. Langkah yang diambil pemerintah ini sangat tepat dan public goods.
Bagaimana pendistribusian vaksin yang efektif?
Distribusi vaksin merupakan hal yang paling krusial. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Aspek produksi tidak bisa dilepaskan dari distribusi. Asal usul vaksin, sesuai standar atau tidak, dan efek samping juga menjadi hal penting.
Pemerintah harus hati-hati dalam menunjuk pabrik yang akan menjadi produsen vaksin bagi rakyatnya. Penilaian terhadap produsen harus objektif. Standar tinggi penjaminan mutu dan kualitas harus benar-benar negara perhatikan.
Sinovac, Sinopharm dan CanSino dari Tiongkok, kemudian AstraZeneca dari Inggris adalah produsen vaksin yang dipercaya oleh pemerintah Indonesia saat ini dalam hal vaksinasi Covid-19. Kelak, sinovac juga sudah setuju Biofarma untuk memproduksi vaksin Covid-19 di Indonesia.
Soal pemilihan standar kualitas vaksin, tentu pemerintah bisa merujuk uji klinis tahap 3, dan menerima Emergency Use Of Authorization (EUA) dari Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM) serta terdaftar di World Health Organization (WHO).
Kedua, menerapkan Accountable down, Accountable at level, Accountable up dan skala prioritas. Jika dirasa produsen sudah tepat dan sesuai standar, maka langkah selanjutnya harus menetapkan tanggung jawab ke bawah.
Pemerintah pusat, melalui kementerian kesehatan melakukan koordinasi pada level provinsi untuk memantapkan rencana disitribusi hingga level teknis. Mulai dari, penyediaan logistik, pemeliharaan alat distribusi dan biaya penunjang.
Bersamaan dengan hal tersebut. Tanggung jawab setempat juga penting, pemerintah provinsi, kota/kabupaten harus mendukung secara masif sumber daya operasional. Melakukan desentralisasi agar kota/kabupaten bisa fokus dalam distribusi vaksin. Serta daerah juga harus menjamin seluruh rakyat bisa menerima vaksin dengan baik.
Tanggung jawab ke atas juga menjadi pacuan agar distribusi lancar. Contoh, puskesmas yang nantinya menjadi ujung tombak dalam vaksinasi harus sudah siap mengenai data penerima vaksin dilingkungannya masing-masing.
Menentukan skala prioritas juga hal yang wajib pemerintah lakukan. Sudah seharusnya garda terdepan yang melakukan perlawanan terhadap pandemi Covid-19 diberikan prioritas khusus untuk mendapatkan vaksin terlebih dahulu.
Tenaga medis, dokter, perawat, suster atau Nakes adalah golongan pertama yang harus diberikan vaksin bersamaan dengan Presiden selaku orang nomor satu dan pemegang tanggung jawab utama berlangsungnya negara. Untuk golongan selanjutnya, tentukan prioritas berlandaskan azas kebermanfaatan.
Ketiga, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memiliki peran penting dalam teknis distribusi. Alat atau media untuk mendistribusikan vaksin juga merupakan hal yang harus diperhitungkan. Kualifikasi kendaraan yang memuat vaksin mulai dari pabrik sampai ke sasaran harus benar-benar sesuai protokol kesehatan.
Koordinasi antara Kemenhub dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) harus melahirkan konsep distribusi yang komperhensif. Tak terkecuali dengan pelibatan-pelibatan aspek pendukung pelaksanaan distribusi. Semisal kelibatan relawan distribusi atau meminta bantuan kepada TNI.Â
Selain itu sistem distribusi juga harus memiliki pengawasan yang ketat. Alih-alih melakukan distribusi dengan baik, jika pengawasan terhadap pendistribusian tidak dilakukan dengan baik oleh Kemenhub dan Kemenkes, maka akan melahirkan persoalan baru.
Distribusi ini juga bisa melibatkan jalur laut dan udara. Tidak hanya jalur darat. Jadi perlu koordinasi dengan pihak pelabuhan dan bandara segera agar pendistribusian mampu berjalan dengan masif.
Bagaimana agar vaksin gratis Covid-19 tidak menjadi ladang korupsi?
Vaksin Covid-19 ini tidak main-main harganya. Dalam penanganan pandemi ini, pemerintah telah menetapkan APBN 2020 mencapai Rp 405,1 triliun. Khusus untuk vaksin Covid-19, Â uang mukanya saja pemerintah mengeluarkan Rp 3,3 triliun lalu untuk pelunasan nanti Rp 15 triliun dan untuk pendukung distribusi dan penunjang sekitar Rp 5 triliun. Kurang lebih sekitar Rp 23 triliun untuk program vaksinasi gratis ini. Dan masih ada tambahan lainnya sekitar Rp 10 triliun di tahun 2021 Â menurut Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah.
Itu belum jika ada biaya tak terduga untuk distribusi vaksin dan proses vaksinasi. Selain itu harga distribusi sampai ke level kota bahkan kecamatan tentu tidak murah. Potensi kemungkinan terjadinya tindakan korupsi memang cukup tinggi.
Masih ingat Mulya A Hasjmy? mantan Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan (kini Kemenkes) di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2006. Mulya melakukan tindakan korupsi untuk vaksin flu burung.Â
Kalau memang serius ingin memberantas korupsi terutama dalam momentum vaksinasi Covid-19 ini, Presiden harus mengeluarkan Keputusan Presiden (KEPPRES) yang berkaitan dengan hukuman jika ada pejabat atau tim penanganan pandemi Covid-19 untuk pendistribusian vaksin yang melakukan penyelewengan dana vaksinasi dan distribusi vaksin.
KEPPRES tersebut bisa menjadi pintu awal untuk meredam hasrat korupsi. Paling tidak secara langsung dan tegas telah ada peringatan luar biasa dari Presiden, untuk tidak korupsi bagi mereka yang terlibat dalam program persiapan dan pendistribusian vaksin.
Selain itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga harus terlibat dalam pengawasan pendistribusian vaksin. Keterlibatan pengawasan ini harus secara langsung dan underground. KPK harus segera melakukan analisa potensi korupsi di pendistribusian dan kegiatan vaksinasi ini.
Bagi saya, KPK harus memasang mata dan telinga setiap saat. Lalu mengenai pendanaan dan pendistribusian ini harus transparan. Pemerintah juga harus menyediakan media yang bisa diakses masyarakat untuk melihat secara real time penggunaan dana pendistribusian ini.
Sedari awal sudah seharusnya, Presiden, Pemerintah dan KPK harus melakukan  pencegahan dengan berkoordinasi, monitoring dengan sigap dan hati-hati mengenai  perencanaan refocusing/realokasi anggaran, dan memberikan rekomendasi kepada Kementerian, lembaga-lembaga dan pemda apabila menemukan ketidakwajaran penganggaran atau pengalokasian untuk segera melapor.Â
"Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan." Â Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada ayat 2 pasal 2.
Menurut saya, kondisi pandemi Covid-19 ini terutama pada momentum vaksinasi sangat memenuhi 'unsur keadaan tertentu' yang ada di UU No 20 Tahun 2001 ayat 2 pasal 2. Maka, jika ada pejabat atau siapapun yang melakukan korupsi dalam kegiatan vaksinasi ini layak dijatuhi hukuman mati.
Terlalu miris dan kejam bila vaksinasi menjadi ladang korupsi. Menjadi media untuk mencuri hak-hak rakyat. Sudah sepantasnya hukuman harus membuat efek jera dan menidurkan atau memusnahkan potensi-potensi korupsi selanjutnya.
***
Saya sendiri sangat menyambut baik program vaksinasi apapun itu demi kesehatan diri. Termasuk vaksinasi Covid-19. Walau kemungkinan proses vaksinasi ini membutuhkan waktu distribusi yang cukup panjang, menurut Wakil Ketua Komite Pengarah Penanganan COVID dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) sekaligus Ketua Pelaksana, Erick Thohir memperkirakan selesai secara total seluruhnya 8 sampai 9 bulan.
Kita harus sedikit bersabar dan paham kondisi bahwa pendistribusian vaksin gratis ini memang butuh waktu lebih. Tapi jangan khawatir, mungkin jika Anda yang terburu-buru atau merasa harus segera dan memiliki dana, bisa melakukan vaksinasi secara mandiri nantinya.
Pemerintah harus benar-benar fokus dalam program vaksinasi secara gratis ini. Karena program ini sejatinya juga untuk mendorong pertumbuhan dan produktivitas perekonomian Indonesia.
Dengan adanya vaksinasi gratis ini, paling tidak rakyat yang hidup dalam garis kemiskinan mampu tertolong dan bisa mendapatkan fasilitas vaksinasi Covid-19.Â
Semoga Presiden, Pemerintah dan KPK benar-benar serius dalam memantau potensi korupsi dalam kegiatan vaksinasi ini. Lawan korupsi, berangus dan luluh lantahkan para koruptor. Jangan memberikan bola dan panggung untuk koruptor melakukan pencurian uang rakyat dan negara.
Vaksinasi gratis ini memang kabar baik bagi kita semua, tapi jangan lupa teman-teman tetap mematuhi protokol kesehatan ya. Lalu juga jangan lengah, jika bisa membaca atau memiliki data tentang tindakan korupsi vaksin Covid-19 ini segera laporkan ke KPK ! Harapan saya, pandemi lekas pergi dari bumi pertiwi :)
Bagaimana menurut Anda? Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H